Senin, 20 Desember 2010

Pemkot Yogyakarta Siapkan Perwal PRT

Senin, 20 Desember 2010 12:31:00

YOGYA (KRjogja.com) - Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta pada tahun 2011 akan siapkan rancangan peraturan walikota (reperwal) mengenai perlindungan pekerja rumah tangga (PRT). Hal ini akan dilakukan guna menyambut peraturan gubernur (pergub) DIY tentang perlindungan PRT yang akan diberlakukan April 2011.

"Pergub tersebut sudah disahkan per 1 Oktober 2010 dan diberlakukan bulan April tahun depan. Kami akan menyikapinya dengan membuat perwal," terang Mediator Hubungan Industrial Dinsosnakertrans Kota Yogyakarta, Niken Setiawati di kompleks Balaikota Yogyakarta, Senin (20/12).

Minggu, 19 Desember 2010

Mulai 1 April 2011, DIY Resmi Berlakukan Pergub PRT

Minggu, 19 Desember 2010 10:49:00
Ilustrasi. (Foto : Dok)

YOGYA (KRjogja.com) - Propinsi DIY merupakan wilayah pertama di Indonesia yang akan memberlakukan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang pekerja rumah tangga (PRT). Pergub PRT nomor 31 Tahun 2010 ini telah diundangkan sejak 1 Oktober 2010 dan mulai berlaku enam bulan sejak tanggal diundangkan.

Kepala Bagian Humas Biro Umum, Hukum dan Protokol Setda Propinsi DIY, Biwara Yuswantana mengungkapkan, Pergub PRT tersebut merupakan satu-satunya yang ada di Indonesia. Isi dalam Pergub tersebut semangatnya adalah kekeluargaan, seperti halnya yang tercantum dalam BAB III tentang Hubungan Kerja.

Senin, 13 Desember 2010

Pergub Prt Disambut Baik

Yogyakarta, www.jogjatv.tv - Telah ditetapkannya Rancangan Peraturan Gubernur sebagai Peraturan Gubernur Nomer 31 Tahun 2010, Tentang Pekerja Rumah Tangga, PRT sejak 1 Oktober lalu, mendapat sambutan baik dari berbagai pihak yang selama ini ikut berperan aktif memperjuangkan penetapan Undang-Undang PRT tersebut. Salah satunya Lembaga Non-Pemerintah Rumpun Tjoet Njak Dien, RTND. Minggu pagi(12/12), bersama pihak terkait RTND menggelar Diskusi Tentang Prospek Pergub PRT ke depan.

Pergub DIY, Pelopor Aturan Pembantu Rumah Tangga

Politikindonesia - Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tentang Pekerja Rumah Tangga mendapat apresiasi positif. Aturan tersebut diharapkan dapat memotivasi provinsi lain dan pemerintah pusat agar menaruh perhatian terhadap hak pekerja rumah tangga. Pergub tentang pembantu rumah tangga itu, baru satu-satunya di Indonesia.

Koordinator Divisi Advokasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Tjoet Njak Dien Yogyakarta Buyung Ridwan Tanjung, mengatakan Pergub Nomor 31 Tahun 2010 tentang Pekerja Rumah Tangga merupakan terobosan hukum yang dilakukan provinsi DIY.

Pergub DIY Nomor 31 Memotivasi Provinsi Lain

Senin, 13 Desember 2010 06:56 WIB
Yogyakarta (ANTARA News) - Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 31 Tahun 2010 tentang Pekerja Rumah Tangga, dinilai memberi terobosan hukum yang dapat memotivasi provinsi lain dan pemerintah pusat agar menaruh perhatian terhadap hak pekerja rumah tangga.

"Peraturan Gubernur (Pergub) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Nomor 31 Tahun 2010 merupakan terobosan hukum yang dilakukan pemerintah provinsi ini, karena pergub tentang itu, merupakan satu-satunya di Indonesia," kata Koordinator Divisi Advokasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Tjoet Njak Dien Yogyakarta Buyung Ridwan Tanjung, di Yogyakarta, Minggu.

Minggu, 12 Desember 2010

Pernyataan Sikap Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) terhadap Peraturan Gubernur No. 31 Tahun 2010 tentang Pekerja Rumah Tangga

Pers Release
Pernyataan Sikap Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) terhadap Peraturan Gubernur No. 31 Tahun 2010 tentang Pekerja Rumah Tangga


Menimbang bahwa telah ditandatangani dan ditetapkannya Rancangan Peraturan Gubernur sebagai Peraturan Gubernur (PERGUB) dengan Nomer 31 tahun 2010 tentang Pekerja Rumah Tangga sejak 1 Oktober 2010, maka kami Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) sebuah lembaga non-pemerintah yang melakukan advokasi terhadap hak-hak Pekerja Rumah Tangga (PRT) memberikan tanggapan terhadap PERGUB PRT sebagai berikut:

Jumat, 10 Desember 2010

PERGUB DIY NO 31 TAHUN 2010 ttg Pekerja Rumah Tangga


PERGUB DIY NO 31 TAHUN 2010 ttg Pekerja Rumah Tangga

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
NOMOR 31 TAHUN 2010
TENTANG
PEKERJA RUMAH TANGGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Menimbang :

a. bahwa bekerja bagi seseorang tidak hanya mempunyai makna ekonomis sebagai usaha untuk memperoleh kehidupan yang layak, namun juga memiliki makna psikologis untuk mendapatkan peran, pengakuan dan pemaknaan hidup, disamping perwujudan dari keberadaan dan nilai pribadi dalam kehidupan bermasyarakat sekaligus bermakna pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa;

Selasa, 07 Desember 2010

Melalui Pergub, Gubernur Berharap Dapat Lindungi PRT Dari Eksploitasi

Yogyakarta - gugustugastraficking.org – Harapan masyarakat khususnya para Pekerja Rumah Tangga di DIY tentang adanya sebuah aturan untuk perlindungan Pekerja Rumah Tangga dijawab hari ini dengan disosialisasikannya Peraturan Gubernur No.31 Tahun 2010 tentang Pekerja Rumah Tangga. Pergub ini merupakan wujud keseriusan Gubernur DIY untuk memfasilitasi perlindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga sebagai salah satu pihak yang rentan terhadap eksploitasi.

Hal tersebut diungkapkan oleh Achiel Suyanto, SH. MM sebagai Ketua Tim Penyusun Pergub PRT Provinsi DIY kepada peserta Sosialisasi Pergub No.31 Tahun 2010 yang mengundang perwakilan lima kabupaten/Kota di DIY, instansi terkait dan media massa, di Pracimosono Kompleks Kepatihan Yogyakarta (6/12)

Pentas Teater "PRT melek HAM"


Senin, 06 Desember 2010

Sosialisasi Peraturan Gubernur Tentang Prt

06 December 2010 20:10 WIB


Sosialisasi peraturan gubernur tentang prt


Yogyakarta, www.jogjatv.tv - Agar terbentuk keterikatan kerja yang saling menghargai antara pekerja rumah tangga (PRT), dan pemberi kerja, perlu adanya Peraturan yang jelas bagi keduanya dan pihak terkait. Senin pagi(6/12), Sosialisasi Peraturan Gubernur Tentang Pekerja Rumah Tangga disampaikan, agar ke depan pihak-pihak terkait dapat saling mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing.

Sabtu, 04 Desember 2010

Teater Pekerja Rumah Tangga “TUM”

Sinopsis
Teater Pekerja Rumah Tangga
“TUM”
Naskah/Sutradara : Wahyana Giri MC


TUMIRAH perempuan muda yang bekerja menjadi Pekerja Rumah Tangga (PRT) di rumah Nyah Kliwir benar-benar tidak bisa menahan destapa. Cerita tentang suasana kerja yang nyaman, menyenangkan dan menghasilkan duwit benar-benar tidak ditemuinya. Semuanya itu justru menjadi derita bagi kehidupannya.
Derita Tumirah di tempat kerja benar-benar kian menumpuk, setelah gaji tidak pernah diberikan, kerja yang tidak mengenal waktu, jenis pekerjaan yang tidak jelas, komunikasi dengan keluarga yang dibatasi, hari libur yang tak pernah diberikan, belakangan Tumirah dilarang berteman dengan Kliwon laki-laki pujaannya. Pendeknya selain fisik, hati nuraninya turut dibelenggu pula.

Kamis, 02 Desember 2010

Pekerja Rumah Tangga memahami Hak Asasinya (PRT “melek” HAM)

Pekerjaan di lingkungan domestik atau pekerjaan rumah tangga merupakan satu-satunya sumber pendapatan terbesar bagi perempuan di Asia lebih khususnya di Indonesia, terutama bagi perempuan yang berasal dari pedesaan dengan tingkat pendidikan yang rendah. Berdasarkan Sakernas BPS 2008 dan estimasi ILO Tahun 2009, PRT merupakan kelompok pekerja perempuan terbesar secara global: lebih dari 100 juta PRT di dunia, lebih dari 3 juta PRT domestik di Indonesia dan lebih dari 6 juta PRT migran dari Indonesia. Yogyakarta sendiri saat ini ada kurang lebih 36.961 PRT.

Senin, 11 Oktober 2010

Rancangan Peraturan Gubernur PRT Selesai

11 Oktober 2010 | 15.43 WIB
Rancangan Peraturan Gubernur DIY tentang Pekerja Rumah Tangga yang memuat 12 bab dan 15 pasal selesai disusun tim perumus. "Draf akan diajukan kepada Biro Hukum Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi DIY untuk diklarifikasi oleh Gubernur DIY," kata anggota tim perumus Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Budi Santoso, Sabtu (9/10) di Yogyakarta. Menurutnya, Pergub DIY dibuat agar hak bekerja PRT diakui dan diatur sesuai nilai dan norma hak asasi manusia. Pemerintah mempunyai kewajiban memberikan pengakuan dan perlindungan. Tim perumus sebelum menyusun draf tersebut telah beberapa kali berdiskusi dengan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X yang berpesan agar perjanjian kerja dibangun atas relasi kekeluargaan. (ANTARA)

Aturan Pekerja Rumah Tangga Tunggu Klarifikasi Gubernur

Senin, 11/10/2010 09:00 WIB - ant

JOGJA—Draf Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta tentang Pekerja Rumah Tangga yang memuat 12 bab dan 15 pasal, telah selesai disusun oleh tim perumus.
“Draf itu akan diajukan kepada Biro Hukum Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk diklarifikasi oleh Gubernur DIY,” kata anggota tim perumus Peraturan Gubernur (Pergub) DIY tentang Pekerja Rumah Tangga (PRT) Budi Santoso, akhir pekan lalu.

Jumat, 08 Oktober 2010

Draf Pergub PRT DIY Selesai Dibuat

Jumat, 08 Oktober 2010 16:20:00
YOGYA (KRjogja.com) - Draf Peraturan Gubernur (Pergub) DIY tentang Pekerja Rumah Tangga (PRT) pada akhir September lalu selesai dirumuskan. Saat ini draf tengah diajukan ke biro hukum Setda Propinsi DIY dan akan diklarifikasi oleh Gubernur DIY.
Salah seorang perumus Pergub DIY tentang PRT, Budi Santoso (mantan direktur LBH DIY) menjelaskan, peraturan baru ini memuat 12 bab dan 15 pasal. Pergub ini dibuat agar hak bekerja PRT diakui dan diatur sesuai nilai serta norma hak asasi manusia, sehingga pemerintah mempunyai kewajiban memberikan pengakuan hak bekerja PRT dan memberi mereka perlindungan.

Rabu, 21 Juli 2010

GKR Hemas Himbau DPR Bahas RUU Perlindungan PRT

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gusti Kanjeng Ratu Hemas menghimbau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meninjau kembali keputusannya yang mencoret Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU Perlindungan PRT) dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2010.

"Undang-undang tersebut dibutuhkan karena berdampak positif bagi perlindungan pekerja perempuan sekaligus mendukung program penanggulangan kemiskinan," kata GKR Hemas, di Jakarta, Rabu (21/7/2010).

Senin, 03 Mei 2010

PRT DIAKUI SEBAGAI PEKERJA

Senin, 03 Mei 2010

Sumber: Radar Yogya

Perda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan sebagai Terobosan

JOGJA – Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga DIJ (JPPRT-DIJ) menyambut positif langkah Pemkot dan DPRD Kota Jogja yang segera menetapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan. Jaringan yang terdiri dari beberapa organisasi, individu, dan serikat pekerja rumah tangga (PRT) ini secara khusus memberikan tanggapan terhadap pasal 37 perda tersebut. Pasal 37 dianggap sebuah pengakuan kedudukan PRT sebagai bagian dari dan sejajar dengan pekerja lainnya.

’’Kami memberikan apresiasi dan penghargaan kepada Pemkot Jogja tentang masalah ini,’’ ungkap Koordinator Divisi Advokasi Rumpun Tjut Nyak Dien (RTND) Buyung Ridwan Tanjung di sela koordinasi JPPRT-DIJ di rumah dinas wali kota Jogja, kemarin (13/6). Dimunculkannya pasal 37, lanjut Buyung, merupakan upaya terobosan hukum yang dilakukan pemkot dalam upaya perlindungan dan perwujudan terhadap hak-hak PRT.

Meski demikian, kata Buyung, masih ada yang harus diperbaiki. Ayat satu dalam pasal 37, misalnya. Kalimat dalam ayat itu yang berbunyi; pengguna jasa PRT dapat membuat perjanjian kerja sama secara tertulis dengan PRT, masih harus diberi catatan.

Buyung menilai, kalimat tersebut melemahkan semangat perlindungan terhadap hak-hak PRT. ’’Menurut kami perjanjian itu adalah kewajiban atau harus dilakukan antara pengguna jasa dan PRT,’’ tegasnya.

Demikian juga pada pasal tiga yang menyebutkan pedoman kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) perlu diatur lebih lanjut dalam peraturan wali kota. Sebagai ayat yang delegatif, penerbitan perwal merupakan bentuk tanggung jawab untuk menerjemahhakn perda tersebut. ’’Itu terutama dalam hal pendefisian jenis pekerjaan,’’ jelasnya.

Tapi, lanjutnya, yang paling utama adalah menyangkut hak-hak dan kewajiban PRT dalam perjanjian kerja sama antara PRT dan pengguna jasa. Hak-hak itu antara lain upah yang layak, jam kerja yang jelas, wilayah kerja yang jelas, dan hak libur yang jelas. Termasuk di dalam aturan yang harus diperjelas lewat perwal adalah ketentuan tentang sanksi bagi pelanggarnya.

Saat ini, diperkirakan lebih dari 7.500 PRT yang bekerja di Kota Jogja. Jumlah itu dipastikan lebih besar secara riil. Sebab, data itu dihimpun beberapa tahun lalu. ’’Yang pasti lebih banyak dari itu sekarang,’’ tegasnya.

Di sisi lain, ditetapakannya perda ketenagakerjaan ini dinilai akan lebih menjamin pekerja perempuan. Itu antara lain yang tercantum pada pasal 30. Sebelumnya, sempat terjadi perdebatan mengenai pekerja perempuan yang berusia kurang dari 18 tahun tidak diperbolehkan bekerja antara pukul 23.00-06.00.

Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Jogja Ardianto menilai, pasal tersebut menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. Yakni, perempuan kurang dari 18 tahun diperbolehkan bekerja. Padahal usia kurang dari 18 tahun masih disebut sebagai anak-anak dan tidak boleh bekerja seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Berdasarkan kesepakatan, maka Konvensi ILO digunakan sebagai rujukan karena di dalamnya diatur mengenai batasan usia minimum diperbolehkan bekerja yaitu 15 tahun dengan syarat-syarat tertentu. (din)

Sabtu, 01 Mei 2010

Hari Buruh Internasional

Pernyataan Sikap
Kongres Organisasi PRT Yogyakarta (KOY) dan Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND)
Aksi Pekerja Rumah Tangga (PRT) Menuntut Status
PRT = PEKERJA

Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak keterkaitan dengan berbagai pihak, yaitu : Pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan untuk memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi, mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja, memberikan perlindungan dalam mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Akan tetapi, saat ini lapangan pekerjaan sangatlah sulit didapat. Hal ini yang melatarbelakangi tumbuhnya sektor informal. Data Sakernas 1998 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja (65,40 persen) di Indonesia tahun 1998 berusaha di sektor informal; sisanya bekerja di sektor formal (34,60 persen). Menurunnya jumlah pekerja formal (Data BPS: 2000 sekitar 34,8 % menjadi 32,2 % tahun 2001) berbanding terbalik dengan sektor informal (dari 65 % menjadi 68 %). Dan akan semakin besar jika pertumbuhan ekonomi tidak cukup signifikan. Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor informal dalam sistem ekonomi kontemporer bukanlah gejala negatif, namun lebih sebagai realitas ekonomi yang berperan cukup penting dalam pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional. Setidaknya, ketika program pembangunan kurang mampu menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja, sektor informal dengan segala kekurangannya mampu berperan sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para pencari kerja. Di Propinsi DIY sendiri ada kurang lebih 37 ribu PRT yang artinya 1,5 % total PRT di Indonesia berada di Yogyakarta. Ini juga berarti bahwa pemerintah DIY tidak bisa berpangku tangan menunggu regulasi Nasional untuk melindungi PRT.

1 Mei atau Mayday diperingati sebagai Hari Buruh Internasional yang berawal dari usaha gerakan serikat buruh untuk merayakan keberhasilan ekonomi dan sosial para buruh. Keikutsertaan Kongres Organisasi PRT Yogyakarta (KOY) yang merupakan organisasi payung yang beranggotakan 19 operata (Organisasi Pekerja Rumah Tangga) yang tersebar di Sleman, Bantul, Kota Yogyakarta dan Gunung Kidul pada hari buruh ini bukan tanpa sebab. Meski dari segi hukum, keberadaan PRT sebagai pekerja tidaklah diakui oleh negara. Negara baik di tingkat pusat maupun daerah masih saja disibukkan dengan keraguan bahwa PRT adalah sebagaimana pekerja lainnya sudah seharusnya mendapat perlindungan terhadap hak-haknya. Profesi pekerja rumah tangga adalah profesi yang berhak mendapatkan upah layak dan bentuk perlindungan hukum yang setara dengan buruh atau pekerja di sektor informal lain, karenanya tak ada alasan bagi pemerintah selaku pelindung warganegara dan majikan/pengguna jasa sebagai mitra kerja untuk tak mengakui PRT sama dengan pekerja melalui pemenuhan hak-hak dan perlindungan hukum yang setara.

Upaya KOY dalam perjuangan guna memperoleh ketegasan payung hukum atau regulasi yang sama yang selama satu dekade ini tertatih dan cenderung diskriminatif. Oleh karenanya, inisiasi Gubernur untuk segera merumuskan Peraturan Gubernur (PERGUB) tentang PRT pun sangat disambut baik dan didukung oleh KOY. Namun demikian perlu ditegaskan bahwa ketentuan-ketentuan yang termasuk dalam PERGUB tersebut hendaknya sesuai dengan standard Hak Asasi Manusia Internasional. PERGUB haruslah menjadi kepanjangan tangan penghormatan dan perlindungan hak –hak PRT baik sebagai pekerja maupun sebagai manusia.


Oleh karena itu pada hari Buruh Internasional ini, kami, Kongres Operata Yogyakarta dan Rumpun Tjoet Njak Dien, menyerukan:
1. Kepada masyarakat: Bahwa PRT adalah Pekerja Rumah Tangga, bukan Pembantu Rumah Tangga. Dengan demikian, perlindungan kepada PRT sebagaimana pekerja lainnya mutlak diterapkan kepada kami.
2. Kepada Negara: Berikan perlindungan hukum yang jelas bagi PRT dengan segera mensahkan RUU PRT di tingkat nasional.
3. Kepada Gubernur DIY: Realisasikan segera Peraturan Gubernur (Pergub) tentang PRT yang mengakomodir kepentingan PRT dengan seadil-adilnya dan sesuai dengan standard HAM yang diakui secara Internasional.


Hidup Perempuan !!!
Hidup Pekerja Rumah Tangga !!!

Yogyakarta, 1 Mei 2010



Sri Murtini
Sekjend KOY



Yuni Satya Rahayu
Ketua Badan Pelaksana RTND

Senin, 19 April 2010

PRT di Jogja Wajib Jamsostek

Harian Joglo Semar

Senin, 19/04/2010 09:00 WIB - ant

JOGJA—Pekerja rumah tangga (PRT) di wilayah Yogyakarta wajib memiliki jaminan sosial tenaga kerja, karena dalam menjalankan pekerjaannya juga berisiko mengalami kecelakaan kerja.
”Beberapa pekerja rumah tangga tidak tinggal di rumah majikannya, sehingga berisiko mengalami kecelakaan di jalan. Bahkan, di rumah majikan risiko kecelakaan kerja tetap ada, seperti tersiram air panas,” kata Kepala Bidang Pemasaran PT Jamsostek Yogyakarta Hasan Fahmi, Minggu (18/4).
Murah
Untuk itu, menurut dia pada sarasehan perlindungan kesehatan bagi pekerja rumah tangga, mereka juga perlu memiliki jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek), terutama program kecelakaan kerja dan kematian. Biaya program itu cukup murah, hanya Rp 10.400 per bulan.
Ia mengatakan banyak pekerja rumah tangga yang belum memiliki Jamsostek karena masih belum diakui sebagai pekerja pada umumnya. Padahal, mereka layak mendapatkan jaminan tersebut karena pekerjaannya juga berisiko.
”Oleh karena itu, perlu payung hukum yang memasukkan pekerja rumah tangga sebagai pekerja. Selain itu, juga perlu ada aturan yang mewajibkan setiap majikan mendaftarkan dan membayarkan Jamsostek untuk pekerja rumah tangganya.”
Menurut dia, ke depan harus ada dasar hukum yang jelas yang mengatur pekerja rumah tangga sebagai pekerja. Hal itu perlu dilakukan, karena pekerja rumah tangga juga menghasilkan uang. ”Saat ini pekerja di sektor informal yang terdaftar dalam Jamsostek Yogyakarta berjumlah 4.500 orang, tetapi yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga hanya 40 orang,” jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kongres Operata Yogyakarta (KOY) sebagai organisasi pekerja rumah tangga, Sri Murtini mengajak pekerja rumah tangga di Yogyakarta ikut Jamsostek. ”Majikan diharapkan juga sadar terhadap kesehatan pekerja rumah tangga dengan cara membayarkan Jamsostek,” katanya. (ant)

Pekerja Rumah Tangga Perlu Ikut Jamsostek; Kabar Baik Hari Ini.....!

Melindungi Hak-Hak Mereka
Pasti Anda sudah banyak terbantu dari keahlian dan kerelaan mereka mengerjakan pekerjaan yang sulit Anda kerjakan sendiri. Saat ada perlindungan Jamsostek akan lebih menjamin hak-hak mereka sebagai profesional, Anda Setuju....?

Yogyakarta, Kabarindo- Pekerja rumah tangga perlu memiliki jaminan sosial tenaga kerja.

Itu dikarenakan dalam menjalankan pekerjaannya juga berisiko mengalami kecelakaan kerja, kata Kepala Bidang Pemasaran PT Jamsostek Yogyakarta Hasan Fahmi.

"Beberapa pekerja rumah tangga tidak tinggal di rumah majikannya, sehingga berisiko mengalami kecelakaan di jalan. Bahkan, di rumah majikan risiko kecelakaan kerja tetap ada, seperti tersiram air panas," katanya di Yogyakarta, Minggu (18/4) seperti dikutip dari Portal MI.

Untuk itu, menurut dia pada sarasehan perlindungan kesehatan bagi pekerja rumah tangga, mereka juga perlu memiliki jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek), terutama program kecelakaan kerja dan kematian. Biaya program itu cukup murah, hanya Rp10.400 per bulan.

Ia mengatakan banyak pekerja rumah tangga yang belum memiliki jamsostek karena masih belum diakui sebagai pekerja pada umumnya. Padahal, mereka layak mendapatkan jaminan tersebut karena pekerjaannya juga berisiko.

"Oleh karena itu, perlu payung hukum yang memasukkan pekerja rumah tangga sebagai pekerja. Selain itu, juga perlu ada aturan yang mewajibkan setiap majikan mendaftarkan dan membayarkan jamsostek untuk pekerja rumah tangganya," katanya.

Menurut dia, ke depan harus ada dasar hukum yang jelas yang mengatur pekerja rumah tangga sebagai pekerja. Hal itu perlu dilakukan, karena pekerja rumah tangga juga menghasilkan uang.

"Saat ini pekerja di sektor informal yang terdaftar dalam Jamsostek Yogyakarta berjumlah 4.500 orang, tetapi yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga hanya 40 orang," katanya.

Oleh karena itu, Jamsostek Yogyakarta terus melakukan sosialisasi kepada para majikan yang mempekerjakan pekerja rumah tangga. Para majikan diharapkan mendaftarkan dan membiayai pekerja rumah tangganya dalam jamsostek.

"Untuk melakukan sosialisasi tersebut kami bekerja sama dengan Kongres Operata Yogyakarta (KOY) sebagai organisasi pekerja rumah tangga," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal KOY Sri Murtini mengatakan pekerjaan yang dilakukan pekerja rumah tangga rentan mengalami kecelakaan kerja maupun kekerasan yang dapat menimbulkan efek langsung pada kesehatan mereka.

"Saat ini baru ada sekitar 40 dari 250 anggota KOY yang ikut jamsostek. Oleh karena itu, kami mengajak pekerja rumah tangga di Yogyakarta ikut jamsostek, dan majikan diharapkan juga sadar terhadap kesehatan pekerja rumah tangga dengan cara membayarkan jamsostek," katanya.


Ayo Kita Laksanakan.....!

Minggu, 18 April 2010

PRT Butuh Pemahaman Kespro

Minggu, 18 April 2010 12:52:00

BANTUL (KRjogja.com) - Para pembantu rumah tangga (PRT) juga perlu memperhatikan kesehatan reproduksi (kespro) karena tingginya angka kematian ibu saat hamil dan melahirkan yang mencapai 20.000 jiwa.

Demikian diungkapkan Sekjen Kongres Organisasi Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta Sri Murtini menjelaskan dalam acara Sarasehan Perlindungan Kesehatan Seksual dan Reproduksi bagi PRT, Minggu (18/4) yang diadakan KOY di Balai Desa Soragan, Bantul, Yogyakarta. Acara ini diikuti oleh ratusan PRT dari Kota Yogya, Sleman, dan Bantul

"Di Yogya, beberapa tahun lalu ada satu PRT yang meninggal karena pendarahan akibat keguguran. Belum lagi ada beberapa yang lain, meski tidak sampai meninggal. Ini membuktikan masih banyak PRT yang belum memahami masalah kesehatan seksual dan reproduksi," ujarnya.

Menurut Sri Murtani akses Informasi dan akses pemeriksaan kesehatan pada masyarakat miskin masih menjadi barang mahal dan sulit dijangkau. Hambatan lainny adalah diskriminasi undang-undang dan praktek untuk memperoleh akses kepada informasi serta
layanan kesehatan hak reproduksi seksual termasuk kesehatan reproduksi ibu, terutama perempuan dari komunitas miskin di Indonesia.

"Dari bentuk pekerjaan, yang dilakukan PRT sangat rentan untuk mengalami kecelakaan kerja maupun kekerasan yang dapat menimbulkan efek langsung pada kesehatan reproduksi mereka. Untuk itu, kami mengajak PRT di Yogyakarta untuk secara sadar ikut jamsostek," katanya.

Dia mengakui saat ini baru ada sekitar 40 PRT dari 250 anggota KOY yang ikut jamsostek. Dan berharap, majikan juga sadar akan kesehatan reproduksi PRT dengan cara membayarkan jamsostek," tandasnya. (Den)

PRT Perlu Mendapat Jamsostek

SEPUTAR INDONESIA
Sunday, 18 April 2010
BANTUL(SI) - Baru sebagian kecil Pekerja Rumah Tangga (PRT) di DIY yang terdaftar dalam Jaminan Sosial dan Tenaga Kerja (Jamsostek). Selain karena kurangnya jaminan yang diberikan majikan mereka, pekerjaan PRT sendiri hingga saat ini belum memiliki landasan hukum yang jelas.
Kepala Bidang Pemasaran Jamsostek DIY Hasan Fahmi kemarin mengatakan, pekerjaan PRT sulit digolongkan menjadi pekerjaan formal atau informal. Hal ini disebabkan tidak adanya payung hukum yang jelas tentang pekerjaan PRT.Namun berdasarkan UU No 24 tahun 2006 tentang Jamsostek, PRT bisa tergolong dalam sektor informal.

Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta Bisa Dapat Jamsostek

Minggu, 18 April 2010 | 15:20 WIB
TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Meskipun belum ada aturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang mengatur pekerja rumah tangga (PRT) sebagai pekerja, namun PRT di Daerah Istimewa Yogyakarta bisa memperoleh jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek).
Kecenderungan PRT saat ini yang tidak tinggal di rumah pemilik kerja atau majikannya membuat PRT termasuk berisiko mengalami kecelakaan saat berangkat ke tempat kerja maupun pulang dari kerja.

“Sifatnya sukarela, karena memang belum ada aturannya,” kata Kepala Bidang Pemasaran Jamsostek Yogyakarta Hasan Fahmi dalam sarasehan Perlindungan Kesehatan Seksual dan Reproduksi Bagi PRT dalam Sistem Asuransi Ketenagakerjaan di Balai Desa Soragan, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Minggu (18/4).

Pekerja Rumah Tangga Perlu Ikut Jamsostek

Ekonomi / Senin, 19 April 2010 08:06 WIB
Metrotvnews.com, Yogyakarta: Pekerja rumah tangga perlu memiliki jaminan sosial tenaga kerja, karena dalam menjalankan pekerjaannya juga berisiko mengalami kecelakaan kerja, kata Kepala Bidang Pemasaran PT Jamsostek Yogyakarta Hasan Fahmi.

"Beberapa pekerja rumah tangga tidak tinggal di rumah majikannya, sehingga berisiko mengalami kecelakaan di jalan. Bahkan, di rumah majikan risiko kecelakaan kerja tetap ada, seperti tersiram air panas," katanya di Yogyakarta, Minggu (18/4).

PRT Layak Dapat Jamsostek

Minggu, 18 April 2010 13:10:00

BANTUL (KRjogja.com) - Para pembantu rumah tangga (PRT) bayak yang belum memiliki jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) karena masih belum mengakui keberadaanya sebagai pekerja normal, padahal layak mendapatkan jaminan kesehatan itu.

Karena itu, perlu payung hukum tegas yang memasukkan PRT sebagai di dalam bagian sektor pekerja. Selain itu, perlu ada pula aturan yang mewajibkan setiap majikan untuk mendaftarkan dan membayarkan jamsostek PRT yang bekerja untuknya.

Sabtu, 10 April 2010

Launching Sekolah Perempuan di Gunung Kidul

Solo Pos
Edisi : Sabtu, 10 April 2010 , Hal.3
Tinggi, kejahatan seksual di Gunungkidul

Gunungkidul (Espos) Kejahatan seksual yang menimpa perempuan di Gunungkidul menempati urutan teratas dibandingkan kabupaten lainnya di DIY.

Tercatat 300 kasus yang ditangani Rumpun Tjoet Nyak Dien (RTND) sejak 2008. Perempuan di daerah sangat rentan menjadi korban karena kurangnya pemahaman dan akses informasi yang masih minim. Bagian pengorganisasian sending area wilayah Gunungkidul Rumpun RTND Gunungkidul, Lukman Hakim, mengatakan selain kurang informasi, sebagian besar perempuan bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT) yang bekerja di wilayah Yogyakarta. Profesi ini banyak diminati karena diyakini tidak memerlukan pendidikan dan mudah dilakukan meski perlindungan terhadap profesi ini kurang. Banyak ditemukan PRT diberikan jam kerja yang panjang, upah dan fasilitas yang minim tiada jaminan kesehatan. Lebih parahnya lagi perempuan banyak menjadi korban kejahatan seksual, pernikahan dini dan perceraian. Tercatat jumlah kekerasan seksual sebanyak 300 kasus pada 2007 dan 959 pada 2008. “Perempuan yang selalu menjadi korban tersebut karena kurangnya informasi pendidikan dan kesehatan tentang gender,” kata Lukmat di sela-sela launching sekolah perempuan yang diprakarsai Organisasi Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta (KOY) dan RTND di balai Dusun Klopoloro I Giripanggung Tepus, Jumat (9/4). Sekjen KOY, Tri Murtini menambahkan, daerah yang sulit di akses informasi teknologi bahkan transportasi diperlukan sekolah bagi perempuan. Dengan tujuan bisa mengantarkan setiap orang untuk memiliki kontrol otoritas tubuh mereka dalam memilih perawatan bagi dirinya sendiri. Pembahasan yang ada pada sekolah perempuan terkait gender, seksualitas dan kesehatan reproduksi dan seksual lainnya. Sekolah yang sudah berdiri sejak Agustus 2009 tersebut diharapkan bisa memfasilitasi ibu-ibu dan remaja putri di daerah terpencil untuk membangun peradaban pendidikan. Selain kekerasan, isu pertanian juga masih mendominasi bahwa perempuan selama ini masih menjadi buruh dalam bercocok tanam. Lukman menyatakan terkait tingginya PRT dari Gunungkidul yang jumlahnya mencapai 6.000 orang, pemerintah melihat dengan sebelah mata dengan menekan jumlah profesi ini. Pemerintah berorientasi bahwa pekerja PRT adalah warga miskin padahal kontribusi kepada keluarga cukup besar dari hasil upah yang diterima. Di sisi lain seolah-olah PRT menjadi sapi perah di mana uang hasil kiriman untuk foya-foya keluarga. Maka dari itu perlu pendekatan-pendekatan kepada keluarga yang bersangkutan untuk bisa memahami uang yang dikirimkan disesuaikan kebutuhan keluarga.

Selasa, 06 April 2010

Draft Raperda

RANCANGAN PERATURAN DAERAH

PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

NOMOR: ...... TAHUN ......
TENTANG
PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA





DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,


Kamis, 04 Maret 2010

Pergub PRT Harus Penuhi Kultur Masyarakat

Kamis, 4 Mar 2010 13:47:04
Bernas JOGJA Rencana Pemerintah Provinsi DIY menelurkan Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur pekerja rumah tangga (PRT) hendaknya memperhatikan aspek kultur masyarakat Yogyakarta yang guyup, rukun dan gotong royong dalam perumusan isi pergub tersebut.
Direktur Pusat Konsultasi Bantuan Hukum (PKBH) Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Heniy Astiyanto mengusulkan agar konten dalam pergub itu ditekankan pada kesepakatan antara PRT dan majikan. "Pergub tidak usah terlalu detail karena itu nanti malah mematikan ruang musyawarah untuk kebaikan bersama," katanya dalam diskusi Kajian Perlindungan Hukum bagi PRT di Yogyakarta di Kantor Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND), Rabu (3/3).
Untuk merumuskan pergub tersebut, lanjutnya, pihak pihak terkait wajib diikut sertakan dalam pembahasannya. Seperti di antaranya perwakilan PRT, perwakilan majikan, organisasi perempuan dan organisasi keagamaan.
Munculnya rencana pergub khusus PRT itu sendiri mencuat seiring diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Gubernur DIY No 244 tahun 2009 yang menganulir pasal 37 yang mengatur PRT dalam Perda Kota Yogyakarta No 13 tahun 2009. Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menilai pasal tersebut tidak sesuai dengan Undang undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sektor formal, sehingga ia menilai perlu diterbitkan pergub khusus untuk mengatur PRT.
Hingga saat ini Pemprov DIY telah membentuk tim yang berisikan
pakar pakar dari perguruan tinggi untuk merumuskan pergub tersebut.
Ditargetkan pergub itu akan selesai dalam tahun ini.
Sementara itu Direktur RTND, Yuni Satya Rahayu masih berharap PRT akan diakui sebagai pekerja formal. Perjuangan ke arah itu sudah dimulai dengan mengubah istilah PRT dari pembantu rumah tangga menjadi pekerja rumah tangga. "Kalau pembantu kan hanya bekerja secara sukarela maka diupahnya juga sukarela," tuturnya.
Selama pembahasan Perda 13/2009, pihaknya berkali kali mendesak Walikota Yogyakarta agar memasukkan PRT dalam perda itu tahun 2008 lalu. Terlebih pada masa itu mereka melihat ada niatan baik dari Walikota untuk melindungi hak hak PRT sebagai pekerja.
Dengan adanya perda yang mengatur PRT tentu akan memberi jaminan
perlindungan hukum bagi mereka. Pasalnya selama ini banyak hak kaum
PRT yang tak terpenuhi mulai dari hak ekonomi, hak berserikat dan hak terbebas dari tindak kekerasan dari majikannya.
Saat ini jumlah PRT terbilang cukup besar, menurut Sakrenas Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008 dan estimasi ILO tahun 2009 PRT di Indonesia mencapai tiga juta orang dan lebih dari 37 ribu PRT berada di DIY, 90 persennya adalah kaum perempuan. Jumlah ini diprediksi akan terus bertambah tiap tahunnya seiring dengan keterpaksaan perempuan perempuan desa yang tidak bisa mencari pekerjaan di desa. (rat)

Rabu, 03 Maret 2010

Keputusan Gubernur DIY, Langkah Mundur Melindungi PRT

Rabu, 03 Maret 2010 11:40:00


YOGYA (KRjogja.com) - Munculnya Keputusan Gubernur No 244/KEP/2009 yang mengklarifikasi Perda 13/2009, terutama pasal 37, dianggap menyudutkan posisi Pekerja Rumah Tangga (PRT). Dengan adanya keputusan tersebut, Gubernur DIY Sri Sultan HB X dianggap telah melakukan langkah mundur untuk melindungi para PRT di DIY.

"Adakah kewenangan gubernur membatalkan perda? Negara seharusnya bertanggungjawab melindungi PRT sebagai pekerja. Menurut Undang-Undang No 13 tahun 2003, negara wajib memberikan perlindungan hukum, serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarga, serta memperlakukan secara sama di depan hukum," kata Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik, Beny Susanto di kantor Lembaga Roempoen Tjoet Njak Dien (RTND) Yogyakarta, Rabu (3/3).

Senada dengan Beny, Direktur RTND Yuni Satia Rahayu menjelaskan, PRT merupakan kelompok pekerja perempuan terbesar di dunia. Jumlah PRT di dunia menurutnya lebih dari 100 juta, di Indonesia mencapai 3 juta PRT domestik, dan di Yogya mencapai lebih dari 37.000 PRT.

"Di Yogya, inisiasi perlindungan PRT sudah dimulai sejak 1998. telah disusun draft perda perlindungan PRT dan baru keluar tahun 2003 melalui surat edaran Gubernur yang isinya berupa imbauan kepada pemda di kabupaten/kota untuk membuat peraturan yang melindungi PRT. Surat keputusan Gubernur tahun 2009 yang merupakan klarifikasi Perda no 37 bertentangan dengan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan," jelasnya. (Den)

Selasa, 02 Maret 2010

Undangan Diskusi "Kajian Perlindungan Hukum PRT di Yogyakarta"

Yogyakarta, 01 Maret 2010


Salam sejahtera,
Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) adalah sebuah organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pemberdayaan dan perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT).

Salah satu kegiatan kami adalah melakukan advokasi hukum bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) sebagai salah satu perlindungan bagi PRT. Dalam rangka menunjang program pemberdayaan dan perlindungan bagi PRT, lembaga kami bersama Jaringan Perlindungan PRT Yogyakarta telah mengajukan draft Perda mengenai perlindungan Hukum bagi PRT sejak tahun 1998 dengan maksud sebagai acuan untuk perlindungan PRT ditingkat Propinsi. Tetapi sampai detik ini PRT belum juga mendapatkan perlindungan hukum yang jelas. Meskipun hal yang mengatur tentang PRT telah dimuat dalam Perda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan No.13 tahun 2009 dalam pasal 37, tetapi hal ini kembali dianulir dengan adanya SK Gubernur No. 244/Kep/2009 yang isinya berupa klarifikasi bahwa Pasal 37 Perda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan tersebut bertentangan dengan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sehingga perlu bagi Pemerintah kota untuk memperbaikinya atau dengan kata lain mengeluarkan pasal 37 tersebut dari Perda no. 13/2009. Keputusan ini tentu saja mengejutkan banyak pihak terutama PRT.

Untuk itu, kami sebagai lembaga yang melakukan pemberdayaan dan perlindungan terhadap PRT merasa sangat penting untuk melakukan kajian Hukum terhadap SK Gubernur tersebut. Maka dari itu, untuk mendukung terlaksananya program tersebut, kami mengundang saudara/saudari untuk bisa mengikuti diskusi yang akan diselenggarakan pada :

Hari/Tgl : Rabu, 03 Maret 2010
Jam : 09.00 WIB s/d selesai
Tempat : Aula Rumpun Tjoet Njak Dien, Perum Wirosaban Barat No. 22 Sorosutan, Umbul Harjo, Yogyakarta. Telp: 0274-9126105.
Nara Sumber :
Yuni Satia Rahayu, M.Hum (Ketua Badan Pelaksana RTND)
Heniy Astiyanto, SH (LKBH UAD)
Zairin (LKBH FH UII)*
Achiel Suyanto*
Beny Susanto (Direktur LSKP)
Thema/Topik : Kajian Perlindungan Hukum bagi PRT

Demikian undangan ini kami sampaikan. Atas perhatian dan partisipasinya kami haturkan terima kasih.

Salam sejahtera,

Hormat kami,




Dian Novita
Ketua Panitia

*dalam konfirmasi

Selasa, 16 Februari 2010

Pemprop DIY Takkan Batalkan Perda PRT

Selasa, 16 Pebruari 2010 14:48:00


YOGYA (KRjogja.com) - Pemerintah Propinsi (Pemprop) DIY melalui Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Propinsi DIY, Tavip Agus Rayanto menegaskan, pihaknya tidak pernah membatalkan Perda Kota Yogyakarta No. 13/2009 tentang ketenagakerjaan yang salah satu pasalnya mengatur tentang Pekerja Rumah Tangga (PRT). Dalam hal ini, pemprop hanya bisa melakukan klarifikasi kepada Menteri Dalam Negeri.

"Propinsi itu mempunyai tugas untuk membantu pemerintah pusat dalam melakukan klarifikasi karena kita adalah kepanjangan tangan dari pusat. Yang memutuskan membatalkan atau tidak membatalkan Perda tersebut kewenangannya ada pada Menteri Dalam Negeri," terangnya kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (16/2).

Diterangkannya, klarifikasi tersebut diperlukan karena dalam Pasal 37 Perda tersebut ternyata membahas masalah PRT dimana tidak disebutkan seperti apa (secara formal) dalam UU ketenagakerjaan. "Karena itu maka pemprop DIY melakukan klarifikasi dengan SK Gubernur No 244 Tahun 2009," tuturnya.

Menurut Tavip, jika Menteri Dalam Negeri belum melaksanakan klarifikasi yang disampaikan Pemprop DIY, berarti Perda tersebut dengan kondisi seperti itu bisa tetap jalan. "Tetapi kalau menteri melakukan klarifikasi dengan membatalkan atau mengoreksi Perda tersebut, maka aturannya harus dipatuhi,'' katanya.

Sementara itu, Kepala Bagian Pengawasan Produk Hukum Biro Hukum Setda Propinsi DIY, Samsu Hadi menambahkan, dalam Surat Edaran Gubernur DIY No.568/0807 tanggal 5 Maret 2003 kepada bupati/walikota se-DIY disebutkan bahwa Gubernur mengharapkan agar Pemerintah Kabupaten/Kota menerbitkan peraturan yang mengatur hubungan kerja antara Pramurumahtangga dengan pengguna jasa.

''Gubernur sudah punya semangat bahwa PRT benar-benar harus dilindungi secara hukum. Kita juga bedakan antara PRT dan tenaga kerja. UU tenaga kerja adalah untuk tenaga trampil yang harus mengikuti pelatihan pelatihan, sedangkan PRT lain perlakuannya. Karena itu dalam waktu dekat Pemprop akan menyusun peraturan gubernur tentang PRT,'' imbuhnya.

Pihak Pemprop DIY juga sudah membentuk tim untuk membuat draft Peraturan Gubernur yang mengatur PRT dengan melibatkan beberapa pakar dari Perguruan Tinggi di DIY. Dimana PRT pada konsepnya adalah keluarga dan tidak sekedar hubungan majikan dengan buruh. (Ran)

Minggu, 14 Februari 2010

PRT Yogya Kembali Demo, Tuntut 15 Februari Hari PRT Nasional


Minggu, 14 Pebruari 2010 09:55:00


Massa dari beragam LSM di depan gedung DPRD DIY. Foto: Deny Hermawan

YOGYA (KRjogja.com) - Puluhan PRT dan aktivis Yogya yang tergabung di dalam Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JPPRT) Minggu (14/2) melakukan demo di gedung DPRD DIY. Selain kembali menuntut pencabutan SK Gubernur No.244 tahun 2009, yang menyatakan PRT bukan pekerja sektor informal, massa juga menuntut 15 Februari agar dijadikan
sebagai hari PRT nasional.

Massa JPPRT terdiri dari berbagai elemen, diantaranya Kongres Operata Yogyakarta (KOY), Serikat PRT Tunas Mulia, Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND), Rifka Anisa, PKBI DIY, Sahabat Perempuan, dan lain-lain. Menurut Direktur Yayasan RTND Yuni Satia Rahayu, JPPRT menuntut agar pemerintah provinsi mempertahankan Perda no. 13 tahun 2009 yang memuat satu pasal mengenai PRT. Massa juga menuntut pemberian hari libur (minggu) bagi PRT.

"Harapan PRT Yogya pupus dengan adanya SK Gubernur no 244, yang menyatakan PRT bukan pekerja sentor informal, sehingga tidak perlu diatur dalam Perda penyelenggaraan ketenagakerjaan. kami tidak akan pernah berhenti dan terus melakukan gerakan sampai terwujudnya perlindungan hukum untuk PRT,"tegasnya.

Selain membawa berbagai macam tulisan yang berisi tuutunan perlindungan bagi PRT, massa juga membawa dua buah serbet raksasa sepanjang kurang lebih sepuluh meter. DI serbet tersebut, tertulis berbagai aspirasi PRT, diantaranya ''Tolak SK Gubernur, PRT juga manusia, hentikan kekerasan terhadap PRT'', dan sebagainya. (Den)

Kamis, 11 Februari 2010

Regulasi PRT akan jadi Perda

Kamis, 11 Februari 2010 10:33:23


JOGJA: Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X dengan tegas mengatakan tidak akan mencabut Surat Keputusan (SK) 244/Kep/2009 yang menganulir Peraturan Daerah (Perda) Kota Jogja, No.13 Tahun 200, Pasal 37 tentang Kontrak Kerja dan Perjanjian Kerja Pembantu Rumah Tangga (PRT).

Hal ini disampaikan Sultan menyusul adanya desakan dari Kongres Organisasi PRT Yogyakarta (KOY), dalam aksi demo yang dilaksanakan di Pemkot Jogja, Selasa (9/2). Aksi para pembantu yang didampingi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) merasa kecewa terhadap SK Gubernur yang menganulir aturan perlindungan terhadap profesi pembantu rumah tangga.

Sultan mengatakan, penganuliran terhadap salah satu pasal dalam Perda yang diterbitkan Pemkot Jogja itu dilakukan menyusul adanya pembatasan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Ketentuan yang disyaratkan Mendagri dalam pembuatan Perda ketenagakerjaan adalah hanya mengatur para pekerja informal. Sedangkan, keberadaan PRT masih tergolong pekerja informal.

“Kan dasarnya sebelum Perda itu dikirim ke pusat. Itu (Perda) bisa dievaluasi oleh provinsi. Karena aturan dalam Perda itu ketentuan dalam negeri untuk tenaga kerja, bukan PRT yang sifatnya informal. Saya menolak itu, karena ada ketentuan atasan saya yang membatasi,” kata Sultan di Kepatihan, Rabu (10/2).

Menurut Sultan, SK itu sudah tepat. Namun bukan berarti Pemprov tidak berpihak pada PRT. Untuk masalah PRT, dia berjanji akan membentuk Perda sendiri. “Pemerintah Provinsi akan mengatur sendiri bentuk Perda bagi PRT (yang informal), karena Perda yang dibuat Pemkot itu masalah tenaga kerja. Untuk itu kami akan bentuk tim di tingkat provinsi, tak hanya untuk kota,” ujarnya.

Menanggapi pernyataan gubernur, Koordinator Advokasi PRT Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) Buyung Ridwan Tanjung mengaku tidak bisa mempercayai 100% atas janji gubernur. Alasannya, sejak 10 tahun lalu elemen masyarakat yang bergerak dalam memperjuangkan PRT sudah melakukan inisiasi mengenai Perda PRT agar masuk di tingkat provinsi.

“Tapi apa? Sama sekali tak pernah direspons. Padahal kami sudah memperjuangkan ini ke pihak eksekutif maupun legislatif, lengkap dengan draf Perda yang sudah kami buat. Jangankan direspons, masuk ke Prolegda saja tidak,” ujar dia dihubungi terpisah.

Menurutnya, Perda PRT tersebut sangat penting. Pasalnya, saat PRT diatur dalam perda, berarti PRT mendapat pengakuan sebagai pekerja. Sehingga, secara hukum para PRT telah memiliki perlindungan tersendiri bagi profesinya. Dengan diakuinya PRT sebagai pekerja, kata dia, PRT juga memiliki hak-hak yang sama dengan pekerja lainnya sebagaimana diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Buyung menolak apabila PRT dikatakan sebagai pekerja informal, yang memicu dikeluarkannya SK Gubernur tersebut. Karena, dalam UU Ketenagakerjaan, PRT sudah memenuhi tiga syarat untuk disebut sebagai pekerja, seperti pekerja formal pada umumnya. “Syarat itu adalah pekerjaan, adanya upah, serta adanya hubungan antara atasan dan bawahan,” imbuh dia.

Oleh Andreas Tri Pamungkas
Harian Jogja

Jawaban Sultan atas Aksi KOY dan RTND menolak SK GUB No. 244/Kep/2009


Rabu, 10 Februari 2010

Puluhan Pekerja Rumah Tangga Unjuk Rasa

MEDIA INDONESIA Selasa, 09 Februari 2010

YOGYAKARTA--MI: Puluhan pekerja rumah tangga (PRT) yang tergabung dalam Kongres Organisasi PRT Yogyakarta (KOY) menggelar unjuk rasa di depan kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta, Selasa (9/2).

Mereka menggelar aksi tersebut didampingi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) Yogyakarta dan diakhiri di Kantor DPRD Kota Yogyakarta.

Aksi tersebut merupakan dukungan agar DPRD dan Pemkot Yogyakarta memasukkan PRT dalam aturan ketenagakerjaan melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 tahun 2009.

Koordinator Advokasi KOY dan RTND Yogyakarta Buyung Ridwan Tandjung mengungkapkan aksi tersebut sekaligus sebagai ungkapan kekecewaan terhadap Surat Keputusan (SK) Gubernur yang tidak menyetujui PRT diatur dalam Perda No 13 tahun 2009.

"Melalui SK No 244/Kep/2009 tertanggal 14 Desember 2009, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta agar pasal yang memasukkan PRT ke dalam peraturan daerah tentang ketenagakerjaan dianulir," katanya.

Menurut Buyung, PRT juga membutuhkan perlindungan. Sehingga tekad Pemkot Yogyakarta untuk memasukkan mereka ke dalam perda adalah terobosan bagus dan layak dicontoh oleh daerah lain.

Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Kota Yogyakarta Sujanarko mengungkapkan, kewenangan Pemkot Yogyakarta hanya membuat perda dan menunggu persetujuan gubernur. Dengan demikian, jika gubernur sudah melakukan koreksi, pihaknya sudah tidak bisa berbuat apa-apa.

"DPR RI saat ini tengah menyusun rancangan undang-undang (UU) PRT. Kita tunggu saja," ujarnya. (SO/OL-01)

Aksi KOY dan RTND menolak SK GUB No. 244/Kep/2009







Selasa, 09 Februari 2010

PRT Yogyakarta Kecewa, Keputusan Gubernur Tak Akomodir

Senin, 01 Pebruari 2010 15:12:00

YOGYA (KRjogja.com) - Yayasan Rumpun Tjoet Njaki Dien (RTND), LSM yang bergerak pada bidang perlindungan kepada Pekerja Rumah tangga (PRT) merasa kecewa, karena Perda no 13 tahun 2009 tentang penyelenggaraan ketenagakerjaan diklarifikasi oleh Gubernur DIY. Klarifikasi dilakukan melalui Kepgub no 244 tahun 2009, yang memisahkan PRT dari perda tersebut.

Menurut Direktur Yayasan RTND Yuni Satia Rahayu, selama sepuluh tahun pihaknya berjuang agar PRT di Kota Yogyakarta mendapat perlindungan hukum. Satu pasal di dalam perda tersebut, yakni pasal 37 menyebutkan, PRT termasuk di dalam pekerja.

"Kami ingin tahu, sejauh mana penerapan perda tersebut, setelah disahkan Pemkot Yogyakarta, namun ternyata malah diklarifikasi oleh Gubernur," ujarnya saat rapat bersama Komisi D DPRD Kota Yogayakarta di gedung dewan setempat, Senin (1/2).

Sementara itu, kepala Dinsosnakertrans Kota Yogyakarta, MK Poncosiwi menjelaskan, dirinya pun merasa kecewa dengan adanya Kepgub yang diketahuinya baru-baru ini. namun ia mengaku, mau tidak mau menjalankan Keputusan gubernur ini, yang menurutnya juga mempunyai dasar yang kuat.

"Ada tujuh catatan di dalam Kepgub ini, salah satunya klarifikasi mengenai pasal 37, yang menjelaskan bahwa PRT harus dipisahkan dari eprda ini, karena PRT merupakan pekerja di sektor infirmal, sedangkan yang bisa ditangani oleh dinas adalah mereka yang bekerja di sektor usaha, sementara keluarga bukan merupakan bentuk usaha," jelasnya.

Tak hanya itu, wakil Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Sinarbiyat Nurjanat juga menyatakan sikap yang sama. Sinarbiyat mengaku kecewa, karena perjuangannya bersama eksekutif untuk mewujudkan perda perlindungan bagi PRT urung terwujud. Menurutnya, yang dapat dilakukan pihaknya adalah mendorong pengesahan undang-undang PRT di tingkat nasional.

"Kita bisa bersama-sama mendorong realisasi undang-undang perlindungan PRT, melalui prolegnas (program legislasi nasional) 2010 yang akan segera dibahas," ujarnya. (Den)

PRT Yogyakarta Tolak SK Gubernur


Selasa, 09 Pebruari 2010 10:22:00

Para PRT Yogyakarta turun ke jalan, menolak SK Gubernur DIY. (Foto : Deny Hernawan)

YOGYA (KRjogja.com) - Puluhan massa anggota Kongres Organisasi Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta (KOY) dan Yayasan Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) melakukan demonstrasi di depan rumah dinas Walikota Yogyakarta, Herry Zudianto di Timoho, Umbulharjo, Yogyakarta, Selasa (9/1). Massa menolak Surat Keputusan Gubernur DIY no 244 tahun 2009 yang mementahkan Perda no 13 tahun 2009 tentang ketenagakerjaan, dimana salah satu pasalnya mengatur tentang PRT.

Menurut Koordinator Divisi Advokasi RTND, Buyung Ridwan Tanjung, harapan para Pembantu Rumah Tangga (PRT) untuk mendapatkan perlindungan hukum melalui Perda no 13 tahun 2009 dimentahkan secara sewenang-wenang oleh gubernur melalui klarifikasi pencabutan PRT dari bagian pekerja formal, lewat Kepgub no 244 tahun 2009. Menurutnya, ini membuktikan tidak adanya penghormatan terhadap eksekutif dan legislatif ditingkat II (Kota Yogyakarta).

"Keputusan tersebut tidak hanya mengebiri hak-hak PRT untuk mendapatkan perlindungan secara hukum, namun juga mengebiri hak-hak DPRD Kota dan eksekutif yang telah mengesahkan perda tersebut pada 9 Juni 2009," ujarnya.

Pihaknya mendesak, eksekutif dan legislatif Kota Yogyakarta untuk melakukan uji materiil SK gubernur tersebut dan mempertahankan Perda no 13 tahun 2009. Setelah melakukan demo di samping balaikota, menurutnya massa akan melakukan aksi serupa di DPRD Kota Yogyakarta.

"Eksekutif dan legislatif harus membentuk konsultan ahli, untuk uji materiil SK gubernur tersebut. Kalaupu akhirnya mereka mendukung SK tersebut, kami sendiri yang akan melakukan uji materiil, akan kita lakukan lewat Mahkamah Agung," tegasnya. (Den)

Rumpun Tjut Nyak Dien tolak SK Gubernur


Selasa, 09 Februari 2010 11:05:17

JOGJA: Rumpun Tjut Nyak Dien menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Balekta Jogja, Selasa (9/2) pagi ini. Para demonstran menolak SK Gubernur No 244/2009 yang menganulir salah satu pasal dalam Perda 13/2009 tentang Penyelanggaraan Ketenagakerjaan.

Koordinator aksi, Buyung Ridwan menuturkan Perda tersebut sebenarnya sangat penting karena melindungi pembantu rumah tangga (PRT).

"Dengan munculnya SK Gubernur ini, perlindungan terhadap PRT kembali lemah," ujar Buyung.(Harian Jogja/Budi Cahyana)

FOTO: Harian Jogja/Gigih M Hanafi

Aksi PRT Menyikapi Pembatalan Perda Ketenagakerjaan

YOGYA – sekitar tiga puluh massa yang tergabung dalam Konggres
Organisasi Pekerja Rumah Tangga dan Rumpun Tjoet Njak Dien selasa
(9/2) siang, gelar aksi unjuk rasa di sekitar kawasan Balaikota, yang
dilajutkan ke Gedung DPRD Kota Yogyakarta.

Menurut keterangan Koordinasi Divisi Advokasi Rumpun Tjoet Njak Dien,
Buyung Ridwan, aksi kali digelar untuk menyikapi tentang pembatalan
pasal 37 Perda Ketenagakerjaan tentang PRT oleh surat keputusan
Gubernur.

Dalam aksinya massa berharap para PRT bisa mendapatkan perlindungan
hukum yang selama ini masih dirasa kurang. Keputusan Gubernur tersebut
tidak hanya mengebiri hak-hak PRT untuk mendapatkan perlindungan
secara hukum, namun juga mengebiri hak-hak anggota DPRD Kota dan
Eksekutif Kota yang telah mengesahkan Perda tersebut pada 9 juni 2009
lalu.

Konggres Organisasi Pekerja Buruh Rumah Tangga Yogyakarta dan Rumpun
Tjoet Njak Dien menyatakan menolak keputusan Gubernur 244/kep/2009 dan
mendukung sepenuhnya segenap aksekutif dan legislatif kota untuk
menguji materiil SK Gubernur tersebut dan mempertahankan Perda no 131
2009 tentang ketenagakerjaan dimana salh satunya pasal mengatur
tentang PRT. ( Ln)

sumber: http://globalfmjogja.com/GLOBAL-NEWS/aksi-prt-menyikapi-pembatalan-perda-ketenagakerjaan.html

Rabu, 03 Februari 2010

Kongres Organisasi Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta (KOY) dan Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) menolak Keputusan Gubernur 244/Kep/2009 !

Kongres Organisasi Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta (KOY) dan Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) menolak Keputusan Gubernur 244/Kep/2009 !



Hasil audiensi RTND dan KOY di Gedung DPRD Kota Yogyakarta sungguh menimbulkan pertanyaan besar bagi semua kalangan yang hadir dalam Audiensi tersebut. Bagaimana tidak, Pimpinan DPRD Kota, ketua komisi E DPRD kota, Kepala Dinsosnakertrans Kota (ibu MK Pontjosiwi dan staff), dan pimpinan Kantor pemberdayaan masyarakat dan perempuan mendapatkan SK Gubernur yang mementahkan Perda no.13/2009 tentang Ketenagakerjaan dimana salah satu pasalnya (ps.37) mengatur tentang PRT.



Harapan para pekerja rumah tangga (PRT) untuk mendapatkan perlindungan Hukum melalui Peraturan Daerah No.13 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan telah dimentahkan oleh Keputusan semena-mena dari Gubernur melalui Keputusan Gubernur No.244/Kep/2009 tertanggal 14 Desember 2009.



Keputusan itu tidak hanya mengibiri hak-hak PRT untuk mendapat perlindungan secara hukum, namun juga mengibiri hak-hak anggota DPRD kota dan eksekutif Kota yang telah mengesahkan Perda tersebut pada 9 Juni 2009.



Adapun alasan yang dipakai oleh Keputusan Gubernur tersebut adalah alasan klasik yang menganggap PRT merupakan pekerja sector informal sehingga tidak perlu diatur dalam Perda penyelenggaraan ketenagakerjaan.



Menjadi pertanyaan bagi kami, bagaimana mungkin sebuah SK Gubernur dapat mencabut pasal 37 Perda No.13/2009? Serta dimana itikad Gubernur Yogya untuk melindungi PRT sebagaimana diatur dalam Surat edaran Gubernur tertanggal 5 maret 2003 yang menganjurkan pemerintah kota dan kabupaten untuk menyusun perda perlindungan PRT?



Demikianlah dapat kita lihat corat marut produk hukum kita. Perlindungan PRT di Yogya hanya berumur 6 bulan. Setelah itu, lagi-lagi kekuasaan digunakan untuk merampas hak-hak PRT!



Oleh karena itu, Kongres Organisasi Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta (KOY) dan Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) menyatakan menolak Keputusan Gubernur 244/Kep/2009 dan mendukung sepenuhnya segenap eksekutif dan legislative kota untuk menguji materiil SK Gubernur tersebut dan mempertahankan Perda no.13/2009.



Hormat kami,

Kongres Organisasi Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta (KOY)

Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND)

Kamis, 14 Januari 2010

SASI MBELA PRT 2010 (Bulan Pembelaan PRT 2010)

Dalam rangka menyambut hari PRT yang jatuh pada 15 Februari 2010, Kongres Organisasi PRT Yogyakarta (KOY) dan Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) menyelenggarakan serangkaian acara selama 1 bulan penuh sejak 15 Januari hingga 15 Februari 2010 di Yogyakarta. Tema yang diangkat dalam rangkaian acara tersebut adalah “Sasi Mbela PRT 2010” (Bulan Pembelaan PRT 2010). Berikut rangkaian acara tersebut:



SASI MBELA PRT 2010

(Bulan Pembelaan PRT 2010)



1. nyinau paralegal

(pelatihan paralegal)

Waktu : Jumat-sabtu, 15-16 Januari 2010

Tempat : wisma Martha Jl. Rejowinangun No. 15A, Kotagede, Yogyakarta



2. Ngudarasa karo Jamsostek

(dialog dengan kepala jamsostek)

Waktu : Selasa, 19 januari 2010

Tempat : Kantor Jamsostek Jl. Urip Sumoharjo No. 106, Yogyakarta



3. Ngudarasa karo wakil rakyat lan luncuran kertu identitas PRT

(dialog dengan ketua DPRD Kota dan launching kartu anggota KOY)

Waktu : Rabu,27 Januari 2010

Tempat : Kantor DPRD Kota Yogyakarta Jl. Timoho No. 32 Yogyakarta



4. Gunungan Slametan PRT

Waktu : Minggu,7 Februari 2010

Rute : Pendopo Tamansiswa – Titik nol Malioboro



5. Rerasan ing radio

(talkshow di radio)

Waktu dan tempat:

20 Januari 2010 di radio Global FM, pukul: 17.00, ns: Anti (KOY) dan Dian (RTND)

27 januari 2010 di radio Global FM, pukul: 17.00, ns: Jiyah (KOY) dan Ramin (KOY)

3 Februari 2010 di radio Global FM, pukul: 17.00, ns: Murtini (KOY)

10 Januari 2010 di radio PTDI FM, pukul: 09.00, ns: Tari (KOY) dan Anik (KOY)



Bagi teman-teman yang kebetulan ada di yogya dalam bulan tersebut dipersilahkan untuk bergabung dalam acara kami. Sekian dan terimakasih.