Senin, 25 Mei 2009

Sosialisasi Sekolah PRT Mengudara!


Hujan deras mengiring perjalanan Nono, Hayu dan aku menuju studio radio Global. Walau dengan baju dan tubuh basah kuyup tak mengurangi semangat kami untuk menyuarakan sekolah PRT lewat udara. Bening, penyiar radio global menyambut ramah. Sepuluh menit lagi kami mengudara. Entah ingin mengusir nervous atau apa, Nono mengambil ketenangan melalui sepuntung batang nikotin.

Hawa dingin seketika menyergap saat kami masuk ruang kedap suara tempat rekaman, kian menambah dingin yang seakan menusuk tulang. Meski diawal-awal, Bening, sang penyiar, agak kurang dong, menangkap input yang diberikan Nono, bahwa sekolah PRT didedikasikan untuk ibu-ibu rumah tangga. Setelah dijelaskan lebih rinci, sosialisasi berjalan mulus, bahkan mendapat apresiasi pertanyaan via sms dari tiga pendengar. Jumlah yang kecil memang, tapi tak terlalu buruk karena hari ini adalah kali pertama isu-isu yang dibawa Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) diangkat kembali melalui frekuensi radio setelah sekian lama mati suri.

Diharapkan dengan program on air di Radio Global setiap Minggu pertama dan ketiga yang diberlakukan mulai hari ini, masyarakat akan lebih familiar dengan program-program yang dicanangkan RTND ke depan, yang salah satunya adalah mengenai sekolah PRT yang sedang dikembangkan dan dimulai pendaftarannya untuk angkatan ke-16 ini. Siaran on air problematika PRT juga dapat dinikmati pada Minggu kedua di radio Kota Perak 94.6FM.

Jadi, jangan lupa, stay tune terus perkembangan dunia PRT dengan segala permasalahannya di Radio Global 107.6FM setiap hari Rabu pukul 5-6 sore di minggu pertama dan ketiga serta di Radio PTDI Kotaperak setiap minggu kedua! (alvi)

Rabu, 20 Mei 2009

Dengar Saran dengan LOD

Kedatangan tim RTND yang juga dihadiri oleh mbak Lita dari Jala PRT, Umi Akhiroh dari JPPRT, dan mbak Ririn dari Serikat PRT, ke markas Lembaga Ombudsman Daerah (LOD) yang masih satu tanah dengan LOS dibuka dengan penjabaran tentang sejarah bagaimana terbentuknya LOD, sesuai dengan misi RTND kemari yakni mengetahui seluk beluk pembentukan lembaga independent yang sumber dananya mendapat support dari Pemerintah.

LOD sendiri sebenarnya tak terlalu -kalau boleh dibilang sama sekali tidak- familiar dengan isu-isu PRT. Karena cakupan mereka hanya menangani konflik atau penyelewengan dan kesewenang-wenangan yang menyangkut pelayanan publik saja.Sehingga meski menunjukkan antusiasmenya terhadap permasalahan PRT dan turut prihatin pada perjalanan UU PRT yang sekian lama terkatung-katung yang dipaparkan oleh mbak Lita, Umi dan Ririn, tetap saja LOD belum bisa berbuat banyak selain memberi masukan bagaimana membentuk sebuah lembaga independent "sesukses" LOD yang mendapat asupan dana dari Pemerintah. Malahan, kalau boleh dibilang dalam diskusi kali ini, LOD cenderung terkesan hati-hati dalam pengambilan langkah ke depan untuk bekerja sama dengan RTND seakan tak mengiyakan sekaligus tak menolak alias safe play.

MURSIYATI: SAYA BUKAN PENCURI!

Mursiyati, 40 tahun, asal Berbah Yogyakarta, telah bekerja 14 tahun di daerah Sambilegi dari satu pengguna jasa ke pengguna jasa lain. Selama bekerja Mursiyati tidak pernah terlibat perkara/kasus hukum. Saat ini Mursiyati mempunyai 2 pengguna jasa. Mursiyati telah bekerja 8 tahun kepada Ibu Muji. Mursiyati bekerja mulai pukul enam sampai delapan pagi di rumah Ibu Muji. Setelah jam 8 pagi Mursiyati bekerja di rumah pasangan suami-istri Puji dan Alip. Mursiyati bekerja menyapu, mengepel, mencuci dan menyetrika di rumah Alip. Mursiyati bekerja di rumah pak Alip tanpa jam kerja. Setelah menyelesaikan pekerjaan, Mursiyati diperbolehkan pulang.

Pada hari Jumat, tanggal 15 Mei 2009, Mursiyati tiba di rumah Alip sekitar pukul delapan pagi. Mursiyati kemudian menyapu. Sekitar pukul sembilan pagi keluarga pak Alip berangkat ke Klaten untuk nyekar. Mursiyati kemudian mengepel. Sewaktu mengepel Mursiyati membuka pintu teras. Setelah di pel Mursiyati menutup pintu kembali. Mursiyati mengepel areal dalam rumah. Mursiyati tidak memindah sesuatu barang pun ketika bekerja. Pintu rumah semua dalam keadaan tertutup, kecuali pintu kamar Aji anak pak Alip. Mursiyati mengepel areal kos milik pak Alip. Pintu yang menghubungkan dapur rumah pak Alip dengan areal kos selalu terbuka. Mursiyati bergantian menguras tiga kamar mandi di rumah pak Alip. Sambil menguras kamar mandi Mursiyati mencuci dengan menggunakan mesin cuci. Mursiyati kemudian menjemur pakaian di belakang. Pintu di dapur tidak terkunci. Pintu terbiasa selalu tak terkunci. Sebelum pulang Mursiyati mengunci semua pintu, kecuali pintu kamar Aji yang tetap terbuka. Mursiyati keluar melalui pintu depan. Mursiyati menyerahkan kunci kepada mertua pak Alip. Mursiyati mampir ke pasar membuang sampah. Sekitar waktu dhuhur Mursiyati masih di pasar.

Pada hari Sabtu, tanggal 16 Mei 2009, Mursiyati sampai di rumah pak Alip sekitar pukul delapan. Mursiyati menyapu rumah. Setelah menyapu pak Alip mengajak Mursiyati mengobrol di areal kos. Pak Alip memberitahu Mursiyati telah kehilangan dua laptop dan dua ponsel. Pak Alip menanyai Mursiyati apakah mengetahui keberadaan barang-barang tersebut. Mursiyati tidak tahu menahu tentang barang-barang yang hilang. Mursiyati menganggap omongan pak Alip seperti tengah menduduhnya. Polisi datang menanyai Mursiyati sebagai saksi. Pada kasus Mursiyati ini status saksi tidak meningkat menjadi terdakwa.

Sabtu, 09 Mei 2009

WORO-WORO: Sekolah PRT RTND angkatan 16!

Pekerja Rumah Tangga (PRT) adalah merupakan sosok yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia, yaitu sebuah profesi yang sesuai dengan namanya yang biasanya bertugas mengurus wilayah kerumahtanggaan, dimana profesi ini banyak digeluti oleh mereka yang berjenis kelamin perempuan, meski besarnya peran PRT terhadap keberhasilan sebuah keluarga terkadang tak diimbangi dengan perhatian dan penghargaan terhadap profesi ini.

Untuk itulah, Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) sebagai lembaga yang peduli terhadap isu PRT giat melakukan dan mengembangkan kegiatan pendidikan alternatif dalam bentuk sekolah Pekerja Rumah Tangga (PRT). Sekolah PRT ini merupakan perpaduan antara pendidikan kritis dan pendidikan skills, sehingga setelah selesai pendidikan diharapkan menghasilkan PRT dengan skills yang bisa diandalkan serta berkesadaran tinggi terhadap tanggung jawab dan hak-haknya baik sebagai pekerja maupun sebagai perempuan. Selain hal tersebut diatas, keunggulan sekolah alternatif PRT RTND juga terletak pada pembebasan peserta sekolah dari sisi biaya, alias GRATIS tanpa dipungut biaya sepeser pun!

RTND telah berhasil mencetak PRT berkualitas hingga angkatan ke - 15, dan kini dibuka pendaftaran peserta sekolah PRT angkatan 16 dengan periode pendidikan yang berlangsung antara bulan Juni - pertengahan Oktober 2009. Pendaftaran peserta sekolah akan dimulai sejak tanggal 25 Mei - 05 Juni 2009.

Adapun syarat-syarat peserta adalah sbb:
1. Perempuan,
2. Usia minimal 17 tahun,
3. Pendidikan minimal SD (Lulus/Drop Out),
4. Berminat menjadi PRT,
5. Bersedia menjadi anggota serikat PRT,
6. Bersedia menjadi anggota Kongres Operata Yogyakarta (KOY).

Program Pendidikan Kejuruan:
1. PRAMURUKTI (Perawat Orang Tua/Perawat Orang Sakit di rumah)
2. BABY SITTER (Perawat/Pengasuh Bayi)
3. KERUMAHTANGGAAN (memasak, bersih-bersih, dan binatu)

MATERI TAMBAHAN:
Ø Bahasa Inggris
Ø Komputer
Ø Manajemen Rumah Tangga
Ø Gender
Ø HAM/Hak PRT
Ø Keorganisasian
Ø Hak Kesehatan Reproduksi
Ø Seni – Teater

FASILITAS PENDIDIKAN:
1. Ruang Kelas
2. Ruang Praktek
3. Peralatan Praktek
4. Penginapan / Asrama

Pasca Pendidikan
Setelah menjalani proses pendidikan dan mendapatkan sertifikat kelulusan, peserta diberi kebebasan untuk menentukan masa depan masing-masing. Dari pihak sekolah PRT sendiri memberikan pilihan:
§ Peserta mandiri, artinya mencari dan memilih pekerjaan sendiri sesuai dengan minat masing-masing.
§ Sekolah PRT membantu mencarikan lowongan pekerjaan sesuai jurusan melalui Serikat PRT.

Jika Anda, teman, adik, tetangga atau siapapun yang berminat menjadi peserta sekolah atau ingin mengetahui informasi lebih lengkap tentang sekolah PRT RTND ini, segera hubungi kami di:

SEKOLAH PRT
RUMPUN PRT CENTER

Perum Wirosaban Barat Indah No. 22 RT 058 RW 14
Sorosutan, Umbulharho, Yogyakarta 55162.
Telepon: 0274 – 9126105

Atau Anda juga dapat menghubungi secara personal kepada:
Yuni Satia Rahayu: 0812 1030 677
Nono Karsono: 0856 2900 254
Shanti Ardha Chandra: 0818 4672 72

Sabtu, 02 Mei 2009

Murtini: PRT, RTND dan KOY


*Catatan Nara Sumber Seminar "Mau Kemana Gerakan PRT?" tanggal 01 Mei 2009.

Pemberian materi terakhir digongkan oleh Murtini selaku SekJend KOY. Terlihat sedikit nervous diawal-awal, kalau boleh dibilang "pucat", Murtini tampak sanggup mewakili aspirasi anggotanya mengungkap permasalahan yang kerap dihadapi PRT dalam kaitannya dengan hubungan PRT - Majikan/Pengguna Jasa dan pola pikir masyarakat yang masih merendahkan profesi PRT. Melihat dari banyaknya kasus-kasus yang dialami rekan-rekannya, bahkan mungkin bisa jadi ia sendiri, Murtini merasa selama ini PRT selalu terpinggirkan dan tak perlu tahu hak-haknya apalagi mengenal apa itu berorganisasi.

Beruntung kemudian wilayah kerja mereka terjamah oleh RTND yang memang merupakan lembaga sosial yang memperjuangkan nasib PRT. RTND lalu melakukan pendataan dan mendorong teman-teman PRT membentuk organisasi. Pada awalnya mereka tak menggubris, malah mayoritas beranggapan negatif, khususnya para majikan. Mereka melarang PRT-nya berorganisasi dan keluar rumah.
Berkat ketelatenan, akhirnya RTND berhasil mengumpulkan mereka dan bersepakat membentuk organisasi yang dibagi menurut daerahnya masing-masing, yang disebut OPERATA (Organisasi Pekerja Rumah Tangga). Berangkat dari sinilah kemudian diagendakan pertemuan rutin tiap bulan yang dihadiri oleh tiap operata. Seiring pertumbuhan organisasi dan keinginan agar suara PRT didengar oleh masyarakat umum dan pemerintah, maka Operata-Operata di tiap daerah bergabung menyatukan pola pikir dan langkah ke depan mereka untuk membentuk organisasi besar demi sebuah harapan perlindungan yang lebih sistematis. Dan pada tanggal 19 April 2009 kemarin dideklarasikanlah pembentukan Kongres Operata Yogyakarta (KOY) yang beranggotakan Alumni Sekolah PRT RTND, 14 Operata wilayah dampingan RTND, yaitu: Soragan, WarungBoto 1 dan 2, Kalangan, Jogoyudan, Nogotirto, Bangunrejo, Banyumeneng, Demakan, Ngadimulyo, Tegalmulyo, Karangwaru, Sindet dan Sumberan serta Organisasi Keluarga PRT Tepus. (alvi)

Niken Setyawati: "Bagaimana Perwal yang ideal untuk perlindungan PRT di Yogyakarta"


*Catatan Nara Sumber Seminar "Mau Kemana Gerakan PRT?" tanggal 01 Mei 2009.

Dari pihak Dinsosnakertrans yang diwakili oleh ibu Niken Setyawati, tak banyak memberikan penjabaran. Mungkin Dinsosnakertrans sendiri berada dalam posisi dilematis, di satu sisi begitu ingin menggoalkan dimasukkannya PRT dalam koridor areal penanganan dan perlindungan mereka, namun di sisi lain mereka terbentur oleh ketiadaan payung hukum yang jelas yang menaungi permasalahan PRT itu sendiri, sehingga dalam langkah mereka seperti tersendat-sendat, ingin tapi tak mau menyalahi aturan diatasnya, layaknya langkah RTND yang masih tertatih dengan mencari berbagai kemungkinan pembentukan atau pun kerjasama dengan lembaga independen lain.

Sebagai nara sumber kelima yang memberikan materi, ibu Niken hanya memberikan penambahan saja dari apa yang telah diungkap nara sumber sebelumnya. Niken hanya meminta dukungan dari semua elemen untuk turut serta mengakomodir dan melindungi PRT jika kemudian Perda diketok dan permasalahan PRT yang lebih konkrit akan dimasukkan dalam perwal. "Bagaimana bentuk perwal yang ideal untuk pengaturan PRT di kota Yogyakarta? Itu menjadi PR besar kita bersama yang harus dibicarakan bersama pula." ungkap Niken mempertegas sikap pemerintah yang tak pernah kendor mendukung perlindungan PRT yang merupakan bagian dari masyarakat kota.

Niken berharap Perda Ketenagakerjaan yang hanya tinggal menunggu detik-detik terakhir untuk disahkan itu tidak hanya akan menjadi cantolan UU yang sifatnya parsial. Selain juga terus mendesakkan dilahirkannya UU Perlindungan PRT yang sudah dalam proses kajian akademik sehingga perlindungan terhadap PRT otomatis menjadi lebih pasti lagi. (alvi)

Dra. Lusi Margiyani: Sekolah PRT, plus dan minusnya!


*Catatan Nara Sumber Seminar "Mau Kemana Gerakan PRT?" tanggal 01 Mei 2009.

Materi seminar keempat diberikan oleh Lusi Margiyani yang membawahi bidang pendidikan alternatif dimana termasuk dalam kategorinya adalah Sekolah PRT yang diadakan RTND, yang terakhir meluluskan alumninya hingga angkatan ke-15.
Namun meski sukses menelurkan para PRT yang profesional dan "laris manis" hingga tak jarang para pengguna jasa harus antri untuk mempekerjakan PRT alumni sekolah PRT RTND, Lusi Margiyani juga mengkritik pedas tentang kebiasaan buruk para PRT selama dalam masa didikan RTND yang sering lelet dan kurang bertanggung jawab akan tujuan diadakannya sekolah tiga setengah bulan tersebut. Tentu saja opini ini tak bisa dipukul rata pada tiap murid sekolah PRT RTND, meski Lusi Margiyani pernah ambil bagian dalam penyusunan kurikulum sekolah tetap saja perilaku orang seorang tak dapat dijadikan tolak ukur kualitas keseluruhan murid sekolah PRT RTND. Namun jikalau demi kemajuan yang lebih baik, kritik tersebut dirasa cukup membangun bagi RTND untuk menekan asumsi negatif masyarakat pada anak didik sekolah PRT RTND, baik itu pihak yang bersentuhan langsung dengan mekanisme sekolah, maupun yang tidak, dalam hal ini masyarakat luar.

Lusi Margiyani juga menekankan agar sekolah PRT RTND jangan dijadikan ajang untuk melahirkan aktivis PRT, melainkan dikembalikan pada tujuan dan niatan awal bahwasanya sekolah PRT RTND diadakan untuk mencetak pekerja rumah tangga yang profesional. Dalam kaitannya dengan gerakan perempuan dan gerakan buruh, menurut Lusi, gerakan PRT yang dalam realitanya kurang menarik dari segi isu dan bagi pihak funding, adalah irisan dari kedua gerakan tersebut, dimana isu dan permasalahan PRT berada pada tengah-tengah antara ketidakadilan gender dalam hal ini perempuan dan ketenagakerjaan. Meskipun hasil yang dicapai dari tetes keringat demi menggoalkan payung hukum bagi PRT belumlah riil, bahkan cenderung tersendat, Lusi menilai hal tersebut adalah bagian dari resiko dan tantangan dalam sebuah proses perubahan yang seyogyianya berlangsung panjang dan harus dilakukan terus menerus karena perubahan bukanlah sesuatu yang instan.

Kembali pada terobosan sekaligus tantangan sekolah PRT yang dibentuk RTND, Lusi sekali lagi berpesan agar psikologi teman-teman PRT harus dirubah sedari sekarang yakni mengenai pemahaman konsep sekolah adalah suatu kebutuhan dan kesempatan bagi siswi sekolah alternatif tersebut untuk dimanfaatkan secara serius dan sungguh-sungguh. (alvi)

Dra. Budi Wahyuni, MA: "Saya heran kenapa ibu rumah tangga tidak mau disamakan bajunya dengan PRT?"


*Catatan Nara Sumber Seminar "Mau Kemana Gerakan PRT?" tanggal 01 Mei 2009.

Budi Wahyuni mengawali penyampaian materinya dengan ucapan duka cita atas berita di surat kabar Harian Jogja edisi 1 Mei 2009 yang memberi headline besar-besar bahwa masalah perlindungan PRT tidak akan dimasukkan dalam Perda dengan dalih di Perda akan lebih sulit karena tidak bisa rinci dan dengan Peraturan walikota nanti akan lebih mudah dan lebih individual. Budi Wahyuni menyayangkan kebijakan DPRD tentang hal ini, mengingat kekuatan hukum perwali tak terlalu kuat.

Namun setelah pihak RTND melakukan kroscek dengan wartawan yang menulis berita tersebut didapati fakta bahwa si penulis juga belum terlalu yakin dengan apa yang ia tulis, artinya kebenaran isi berita masih perlu dipertanyakan, mengingat pihak Dinsosnakertrans selaku institusi yang selama ini bermitra dengan RTND dalam memperjuangkan PRT di ranah hukum juga belum mengetahui tentang hal ini. Intinya, masih ada celah bagi perjuangan PRT yang dalam rapat bersama DPRD, Dinsosnakertrans, dan lembaga lain seperti LOS beberapa hari kemarin mencetuskan sebuah kemajuan meski masih teramat minim, yakni memasukkan 1 pasal dengan 3 ayat tentang PRT dalam Raperda Ketenagakerjaan yang deadlocknya akan disahkan akhir bulan Mei 2009.

Kembali pada penjelasan Budi Wahyuni, ia juga menyayangkan bahwa penurunan pemasukan PRT dari Perda ke Perwali itu tak lepas dari keterkaitan kepentingan pengguna jasa PRT yang juga adalah seorang perempuan. Mereka -pengguna jasa yang melekat erat dengan seorang ibu rumah tangga yang notabene adalah perempuan- belum mampu menyamakan langkah dan persepsi ketika hendak konsisten mengarahkan pada gerakan perempuan maka mereka harus bisa membebaskan diri dari konsep kepentingan itu sehingga dalam konteks gerakan tersebut kepentingan-kepentingan itu tak lagi menjadi konflik. Perjuangan PRT akan terasa lebih berarti jikalau mereka sejak dini menyadari untuk kemudian melepaskan diri sebagai salah satu pelaku eksploitasi itu sendiri.

Akan kemana gerakan PRT? Mantan ketua LOS DIY ini menyerukan untuk menyamakan langkah ke depan, meski bukan hal yang mudah mengingat banyak sekali hambatan, salah satunya hambatan kultural yang masih tumbuh kembang di negeri ini. Bahkan, masih menurut Budi Wahyuni, istilah Pekerja terasa masih sulit diucapkan daripada Pembantu, sehingga gerakan PRT ke depan memerlukan proses yang butuh banyak waktu. (alvi)

Yuli Eko Nugroho: Gerakan Perempuan, PRT dan Buruh HARUS Beraliansi!


*Catatan Nara Sumber Seminar "Mau Kemana Gerakan PRT?" tanggal 01 Mei 2009.

Pada awal pemaparan materi, Yuli Eko Nugroho menyinggung soal sejarah asal muasal keberadaan PRT, yakni dimulai ketika terjadi revolusi sosial di beberapa tempat yang meruntuhkan kerajaan dan membawa semangat kebebasan sehingga semua orang punya alat yang sama yang kemudian muncul kelas-kelas baru dan kelompok kapitalistik model masyarakat yang bekerja di sektor jasa. PRT disini menjual kemampuan dan keahliannya untuk merawat rumah, membesarkan anak atau melakukan pekerjaan yang domainnya domestik. Tak seperti di jaman perbudakan dahulu, dimana PRT diposisikan sebagai budak rumah tangga, selain bekerja di rumah pembesar, juga bekerja di ladang tanpa punya hak apapun. Fungsi PRT sedikit dikembalikan pada definisi semula pada jaman feodal, meski di jaman tersebut masih menggunakan istilah pembantu bukan pekerja rumah tangga.

Pria dari Perhimpunan Solidaritas Buruh ini kemudian mengupas sisi PRT menurut Pasal 1 UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang seharusnya memasukkan PRT dalam pengertian pekerja/buruh dan memenuhi unsur hubungan kerja layaknya pengusaha dengan pekerja/buruh, meski terkadang tidak diikat dengan perjanjian tertulis. Oleh karena itu, menurut Yuli, negara wajib untuk melindungi hak PRT sebagai pekerja. Namun dalam prakteknya, negara sebenarnya tidak pernah netral. Semisal jika dikaitkan dengan kepentingan PRT, negara tak dengan segera dan jelas mengesahkan posisi PRT sebagai bagian dari kelas pekerja yang juga seharusnya mendapat perlindungan hak-hak buruh yang mendasar, seperti pengaturan jam kerja dan jam istirahat serta libur dan cuti, juga pengaturan mekanisme dalam menyelesaikan perselisihan. Melihat realita yang terjadi di masyarakat sekarang, dapat dikatakan bahwa kaum pekerja terutama PRT mensubsidi sektor industri/pemilik modal dan negara/pemerintah menikmati lepasnya tanggung jawab untuk mensejahterahkan warga negaranya. (UUD 45 pasal 27 ayat 2 dan pasal 28D ayat 2).

Menilik akan kemana gerakan PRT ke depan, Yuli menegaskan bahwa dengan banyaknya jumlah PRT yang mayoritas adalah perempuan dan anak, serta rentannya terjadi pelanggaran, eksploitasi dan kekerasan terhadap PRT karena faktor lingkup domestik PRT yang sulit terpantau oleh lingkungan sekitarnya, maka gerakan perempuan dan gerakan buruh adalah mitra strategis bagi gerakan PRT sehingga selain gerakan PRT itu sendiri harus memperkuat ke dalam, ketiga gerakan tersebut (Gerakan Perempuan, PRT dan Buruh) juga harus beraliansi untuk memperjuangkan kepentingannya agar negara mengakui keberadaan dan hak-hak PRT. (alvi)

Prof. Dr. Damardjati Supajar: PRT = Biyung Emban


*Catatan Nara Sumber Seminar "Mau Kemana Gerakan PRT?" tanggal 01 Mei 2009.

Materi seminar Mau Kemana Gerakan PRT dibuka oleh Prof. Dr. Damardjati Supajar dengan mayoritas penjabaran memakai bahasa Jawa ala perwayangan. Disini beliau mengkonsepkan PRT seperti biyung emban yang dalam konteks budaya Jawa adalah sesuatu yang adi luhung, dimana si biyung emban inilah yang akan membesarkan dan menciptakan seorang "ksatria" ketika dalam keseharian bapak-ibunya tidak ada waktu untuk mengurusi karena terlalu sibuk bekerja.

Guru Besar UGM ini juga mengungkap perlunya pembekalan dalam pergeseran pola pikir dan titik berat kesadaran masyarakat mengenai konsep PRT dari yang tadinya menyebut pembantu, bedindeh, enduk, kepada konsep biyung emban diatas. Bukan lagi melihat PRT dari limbuk cangeknya, tetapi dari fungsi PRT tersebut dalam menghandle wilayah kerumahtanggaan.

Sedangkan kepada para PRT, filosof dan budayawan ini menyerukan untuk tidak rendah diri karena berprofesi sebagai PRT yang jumlahnya mayoritas banyak. Pria sepuh ini juga berpesan PRT harus membekali diri dengan ilmu-ilmu dan niat yang baik dalam bekerja sehingga majikan pun tidak akan itung-itungan soal gaji.

Meski bobot materi yang beliau kemukakan mendapatkan pertentangan dari beberapa pihak, khususnya peserta perempuan, dan juga terkadang -kalau boleh dibilang banyak- melenceng terlalu jauh dari tema yang ditetapkan, namun beberapa kali juga peserta dibuat tersenyum dengan guyonan khas Jawanya. (alvi)

SEMILOKA: Mau Kemana (Quo Vadis) Gerakan PRT?


Menyambut hari buruh internasional yang diperingati setiap tanggal 1 Mei, Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) bersama Kongres Operata Yogyakarta (KOY) yang didukung oleh HIVOS menyelenggarakan seminar dan lokakarya bertema MAU KEMANA (QUO VADIS) GERAKAN PRT?

Bertempat di Hotel Matahari, acara yang sedianya dimulai pukul delapan pagi, molor sampai sejam. Tapi tak mengurangi kesuksesan acara seminar yang dihadiri 80% undangan dan enam nara sumber sekaligus, yaitu:
1. Prof. Dr. Damardjati Supajar. Beliau adalah filosof dan budayawan, sekaligus Guru Besar UGM.
2. Dra. Budi Wahyuni, MA. Pengamat gerakan perempuan dan mantan ketua Lembaga Ombudsman Swasta DIY.
3. Dra. Lusi Margiyani. Pengamat pendidikan alternatif. Pernah juga ambil bagian dalam penyusunan kurikulum sekolah alternatif PRT RTND.
4. Yuli Eko Nugroho dari Perhimpunan Solidaritas Buruh.
5. Murtini selaku Sekretaris Jenderal Kongres Operata Yogyakarta, dan
6. Ibu Niken Setyawati yang menjabat sebagai Perantara Hubungan Industrial Dinsosnakertrans Kota Yogyakarta.
Seminar yang dimoderatori oleh Buyung Ridwan Tanjung, Koordinator Divisi Advokasi RTND berakhir menjelang sholat Jum'at.

Usai seminar, Lokakarya digelar sekitar pukul setengah dua siang dengan membagi peserta ke dalam dua kubu. Kubu satu membahas metode atau strategi advokasi ke depan bagi PRT dimana peserta berasal dari Dinsosnakertrans, LBH Anshor, Koalisi Perempuan Indonesia, Persatuan Serikat Buruh dan pengurus harian KOY dengan dimoderatori oleh Nono Karsono dari divisi Pendidikan dan Pengembangan RTND.
Sedangkan kubu dua menitikberatkan pada jaringan PRT sendiri dengan segala permasalahannya.

Setelah silang pendapat dan adu argumen di tiap-tiap kubu, keduanya lantas mem-pleno-kan hasil yang dicetuskan oleh masing-masing kubu. Dari kubu kelompok advokasi merekomendasikan desakan adanya UU PRT secara nasional. Untuk program jangka pendeknya, strategi advokasi yang dilakukan adalah memperkuat jaringan dan terus mengadvokasi Perda sampai disahkan dan mengawal Perwal agar memuat tentang hak-hak PRT dan kontrak kerja yang lebih detil. Selain itu, kelompok advokasi menyarankan penyelesaian kasus PRT yang tak bisa diselesaikan melalui PHI dan harus berhadapan langsung dengan majikan ketika kasusnya dibawa ke pengadilan negeri, maka diperlukan pendampingan hukum bagi PRT dan perlu adanya lembaga independen seperti LOS yang akan mengakomodir perlindungan hukum terhadap PRT tersebut.

Menjurus pada presentasi Dian Novita, divisi pengorganisasian RTND, dari kelompok yang mendiskusikan soal Jaringan Perlindungan PRT (JPPRT) ditangkap adanya sebuah permasalahan internal dalam JPPRT itu sendiri, yaitu tentang komitmen anggota dan perdebatan minimnya dana. Permasalahan lain mayoritas sama seperti yang dihadapi kelompok advokasi mengenai UU PRT yang masih terkatung-katung, pasal dalam Perda yang belum mengcover perlindungan hukum PRT secara menyeluruh dan masalah strategi JPPRT yang hanya mengadvokasi di tingkat nasional saja. Berdasarkan hasil pleno lokakarya hari ini, maka diambil keputusan bahwa selain wait and see Perda yang sedianya disahkan paling lambat akhir Mei ini, JPPRT juga akan melakukan re-komitmen bagi para anggotanya dan juga mengundang pihak-pihak diluar JPPRT untuk urun rembug dengan mengadakan pertemuan pada tanggal 10 Mei 2009 pukul 10.00 pagi di aula Koalisi Perempuan Indonesia.

Lokakarya diakhiri dengan harapan akan menggairahkan kembali isu-isu PRT setelah sekian lama terpinggirkan oleh kepentingan-kepentingan lain, baik internal maupun eksternal dan juga pencapaian advokasi hukum yang lebih baik untuk perlindungan PRT ke depan.