Kamis, 18 Agustus 2011

PRT Juga Wajib Dapat THR

Kamis, 18 Agustus 2011 10:56 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA-- Pegiat/aktivis LSM "Sapu Lidi" (Persatuan Perempuan Peduli Generasi Indonesia) Surabaya Hari Putri Lestari menilai, pembantu rumah tangga juga berhak menerima tunjangan hari raya. karena PRT itu hakikatnya juga pekerja/buruh.

"Biasanya, THR itu diberikan kepada kaum buruh atau pekerja di pabrik atau perusahaan, sedangkan pembantu rumah tangga (PRT) menjadi urusan majikan, tapi hal itu tidak benar, karena PRT juga berhak atas THR," kata Wakil Ketua Bidang Kesehatan, Tenaga Kerja, Perempuan, dan Anak (KTKPA) DPD PDIP Jatim itu di Surabaya, Kamis.

Menurut dia, PRT hendaknya tidak disingkat pembantu rumah tangga, tapi pekerja rumah tangga. Artinya, PRT juga merupakan pekerja, karena dia mendapatkan kompensasi berupa upah atas konsekuensi dirinya meninggalkan keluarga dan upah itu juga untuk menafkahi keluarganya.

"Lebih dari itu, Badan Perburuhan Dunia atau ILO telah memasukkan PRT sebagai buruh/pekerja juga, sehingga Indonesia sebagai anggota ILO juga terikat dengan konvensi itu," katanya.

Oleh karena itu, dirinya bersama sejumlah aktivis LSM kini memperjuangkan UU PRT di DPR RI yang sudah berlangsung selama tiga tahun. "PRT selama ini sudah menerima upah dan THR dari majikan, tapi besaran upah dan THR itu bervariasi dan mayoritas justru jauh di bawah upah buruh dengan alasan makan dan tidur di rumah majikan," ungkapnya.

Jadi, katanya, PRT sebagai warga negara juga mempunyai hak asasi yang seharusnya dilindungi pemerintah dan masyarakat, namun belum adanya UU PRT membuat belum ada jaminan PRT di Indonesia terbebas dari eksploitasi dan ketidakadilan.

"Jaminan yang diperlukan itu meliputi upah yang layak bagi PRT, jaminan sosial, jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, hak akomodasi, waktu istirahat, jam kerja yang jelas, jam makan, cuti haid, cuti tahunan bagi yang bekerja dalam kurun waktu setahun, hak berkomunikasi dan bersosialisasi, dan terhindar dari segala bentuk kekerasan," paparnya.

Redaktur: Stevy Maradona
Sumber: Antara
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/08/18/lq3uyb-prt-juga-wajib-dapat-thr

Selasa, 16 Agustus 2011

Alasan Pemerintah Ditolak, Sidang Pembentukan UU PRT Jalan Terus

Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menolak alasan pemerintah terkait gugatan warga negara yang memohon pemerintah membuat UU Pekerja Rumah Tangga (PRT). Alhasil, sidang tersebut dilanjutkan 3 minggu lagi untuk memasuki pembuktian.

"Menyatakan PN Jakpus berwenang mengadili perkara ini dan menolak keberatan tergugat," kata Ketua Majelis, Sujiwo Santoso di PN Jakpus, Jalan Gajah Mada, Jakarta, Selasa, (16/8/2011).

Sujiwo menilai dalam praktek pengadilan, hakim wajib menggali nilai- nilai yang ada dalam masyarakat. Selain itu, masyarakat harus mempunyai akses terhadap keadilan denhan mendapatkan ruang yang kompeten yaitu pengadilan.

"Dalil citizen lawsuit tidak dikenal dalam hukum Indonesia tidak beralasan," terang Sujiwo.

Seperti diketahui, presiden beralasan gugatan harus ditolak bentuk gugatan aktivis 162 PRT merupakan gugatan warga negara. Sementara, sistem hukum Indonesia tidak mengenal adanya gugatan warga negara. Kedua, para penggugat dinilai tidak memunyai kedudukan hukum. Namun alasan ini ditolak hakim.

"Karena citizen lawsuit untuk melindungi warga negara dari tindakan pembiaran oleh pemerintah," terang Sujiwo yang didampingi hakim anggota Herdi Agusten dan Nani Indrawati.

Menanggapi putusan sela ini, aktivis PRT pun mengaku senang. Mereka memberikan apresiasi atas alasan majelis hakim tentang pentingnya kontrol warga negara terhadap negara.

"Kami mengapresiasi putusan ini. Majelis hakim telah objektif dalam menelaah perkara ini," ungkap kuasa hukum pemohon, Pratiwi dari LBH Jakarta usai sidang.

Seperti diketahui, 162 PRT dan majikan menggugat pemerintah. Pihak yang digugat adalah Presiden, Wakil Presiden, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Luar Negeri, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, dan DPR RI. Para tergugat dinilai lalai dalam menjalankan tugas dan kewajiban terkait pembantu rumah tangga.

Akibatnya, PRT rentan dengan kekerasan fisik. Karena itu, para penggugat meminta pengadilan mengabulkan gugatannya, yakni meminta agar tergugat membuat UU Perlindungan Pekerja dan menjamin adanya perlindungan PRT yang mengacu pada perjanjian internasional yang telah diratifikasi Indonesia.

(asp/ndr)

http://www.detiknews.com/read/2011/08/16/144503/1704885/10/alasan-pemerintah-ditolak-sidang-pembentukan-uu-prt-jalan-terus

Gugat Pemerintah, Saksi & Bukti Soal PRT Siap

Selasa, 16 Agustus 2011, 17:36 WIB
Denny Armandhanu


VIVAnews - Organisasi perlindungan bagi pembantu rumah tangga (PRT), Jaringan Nasional Advokasi PRT (Jala PRT), turut serta dalam salah satu organisasi yang mengajukan gugatan kepada pemerintah
terkait perlindungan WNI di luar negeri. Organisasi ini mengatakan sudah menyiapkan saksi-saksi dan bukti untuk dihadirkan ke pengadilan tiga minggu lagi.

Koordinator Jala PRT, Lita Anggraini, saat dihubungi VIVAnews, Selasa, 16 Agustus 2011, mengatakan bahwa tindakan hakim menolak eksepsi pemerintah pada pengadilan pertama Gugatan Warga Negara (Citizen Law Suit/CLS) dinilai sangat tepat. Hakim PN Jakarta Pusat, Sujiwo Santoso, dinilai telah berlaku adil telah menerima gugatan tersebut.

"Hakim telah berlaku adil dengan menerima mekanisme warga negara dalam meminta pertanggungjawaban terhadap pemerintah. Memang mekanisme semacam ini (CLS) belum diatur, namun bisa diterima. Ini
adalah hak warga negara dan telah dipenuhi," kata Lita.

Pengadilan tahap pembuktian akan dilakukan dalam waktu tiga minggu lagi. Lita mengatakan semua saksi-saksi ahli dan bukti-bukti yang terdiri dari bukti-bukti kasus dan kesalahan kebijakan pemerintah dalam bidang ini siap untuk dihadirkan.

"Kita juga akan menghadirkan analisis pelanggaran terhadap PRT, dan hubungannya dengan anggaran negara," kata Lita.

Lita mengatakan gugatan tersebut berangkat dari situasi PRT baik di dalam dan luar negeri. Lita menilai hak-hak para PRT belum terpenuhi secara maksimal. Negara, ujar Lita, telah melakukan pembiaran dan lalai dalam melindungi warga negara.

"PRT migran dianggap hanya sebagai komiditi. Selama ini tidak ada undang-undang PRT, undang-undang nomor 39 tidak memiliki persepsi perlindungan, lebih banyak penempatan," kata Lita merujuk kepada UU no. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.

Dalam gugatan tersebut, Jala PRT bersama organisasi lainnya juga menuntut pemerintah membuat undang-undang mengenai perlindungan pekerja rumah tangga dan meratifikasi Konvensi PBB tahun 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya yang telah ditandatangani Indonesia.

Dalam tuntutannya, Jala PRT berharap undang-undang perlindungan PRT nantinya mencakup beberapa hal terkait kesejahteraan PRT. "Di antaranya adalah adanya kepastian upah, libur mingguan, jaminan sosial, hak integritas pribadi, hak berserikat dan bersosialisasi, hak mendapatkan pelatihan, adanya perjanjian kerja dan perjanjian batasan beban kerja," jelas Lita.
• VIVAnews
sumber: http://dunia.vivanews.com/news/read/241187-gugat-pemerintah--saksi-dan-bukti-telah-siap

Rabu, 10 Agustus 2011

Pemerintah Hentikan Penempatan PRT ke Suriah

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia memutuskan menghentikan penempatan Pekerja Rumah Tangga (PRT) ke Suriah. Kebijakan itu diberlakukan mulai tanggal 9 Agustus 2011.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan keputusan ini dibuat oleh Pemerintah dengan komitmen untuk memberikan pelayanan dan perlindungan terbaik kepada warga negara Indonesia yang bekerja dan hendak bekerja ke luar negeri.

"Setelah melakukan evaluasi mendalam mengenai aspek perlindungan dan kesejahteraan TKI yang bekerja di Syria, maka pemerintah memutuskan untuk melakukan moratorium penempatan TKI (Tenaga Kerja Indonesia sektor PRT ke Suriah," kata Muhaimin dalam keterangan pers yang diterima Tribunnews.com, Rabu (10/8/2011).

Muhaimin Iskandar mengungkapkan sistem penempatan dan perlindungan yang diterapkan bagi TKI di Suriah kurang memadai sehingga tidak dapat menjamin adanya perlindungan bagi PRT yang bekerja di negara tersebut.

“Selama ini kasus-kasus yang menimpa dan sangat merugikan PRT di Suriah cenderung meningkat secara kuantitas maupun kualitas. Apalagi sampai saat ini pemerintah Indonesia dengan pemerintah. Suriah belum menandatangani MoU bidang penempatan dan perlindungan PRT, “kata Muhaimin.

Muhaimin berharap pemberlakukan moratorium ini dapat dimanfaatkan semua pihak untuk bekerja sama membenahi sistem penempatan dan perlindungan TKI dan kejadian-kejadian yang merugikan TKI tidak terulang lagi. Berdasarkan data Kemenakertrans, selama Januari – Juli 2011, terdapat 3.726 orang TKI yang berangkat untuk bekerja di Syria. Jumlah itu terdiri dari 284 TKI formal dan 3.442 orang TKI yang bekerja di sektor non formal.

Penulis: Ferdinand Waskita | Editor: Yudie Thirzano
sumber: http://www.tribunnews.com/2011/08/10/pemerintah-hentikan-penempatan-prt-ke-suriah

Jumat, 29 Juli 2011

Di Sulsel, Gaji PRT Bakal Disesuaikan dengan UMR

Jumat, 29 Juli 2011 14:26 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR - Majikan yang melakukan perbuatan sewenang-wenang terhadap pekerja rumah tangga (PRT) di Sulawesi Selatan, terancam mendapat sanksi denda dan tuntutan pidana.

Anggota DPRD Sulsel Adnan Purichta Ichsan di Makassar, Jumat, mengatakan, regulasi itu tetuang dalam Rancangan Peraturan Daerah PRT yang saat ini sementara digodok legislatif setempat.
"Komisi E sementara mendorong pembahasan ranperda itu. Kalau nanti sudah diberlakukan, diharapkan tidak ada lagi cerita kesewenang-wenangan terhadap pembantu di Sulsel," katanya.
Dia menjelaskan, ranperda juga akan mengatur hari libur PRT. Dalam satu minggu, para PRT berhak mendapat satu hari libur kerja.

Sementara jam kerja tidak akan diatur sebab dalam kenyataannya, PRT efektif bekerja saat majikannya berada di rumah. PRT juga berhak mendapat gaji minimal sesuai ketentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sulsel sebesar Rp 1.000.080 per bulan. "Mereka kan bekerja 12 sampai 18 jam. Tapi biasanya kalau majikannya berangkat bekerja, pekerjaan mereka juga sudah selesai. Nanti dilanjutkan setelah majikan pulang. Karena itu kami tak mengusulkan regulasu jam kerja," katanya.

Terkait dengan itu, tambah Adnan, pihak Komisi DPRD Sulsel akan memberdayakan satu lembaga penyalur PRT di Jalan Sembilan Makassar. Lembaga tersebut didorong meningkatkan keterampilan pekerja yang akan disalurkan.

"Selama ini yang dilembagakan hanya tenaga baby sitter. Kami berdayakan lembaga itu agar memberikan keterampilan pada PRT. Ada kontraknya, mereka memberi gaji minimal sesuai UMP," ujarnya.
Redaktur: Siwi Tri Puji B
Sumber: Antara
http://www.republika.co.id/berita/regional/nusantara/11/07/29/lp33cb-di-sulsel-gaji-prt-bakal-disesuaikan-dengan-umr

Minggu, 26 Juni 2011

Aksi Solidaritas Rakyat untuk Buruh Migran Indonesia

sumber : http://www.rakyatpekerja.org/2011/06/aksi-solidaritas-rakyat-untuk-buruh.html#.Tgf81VSBKDs.facebook

Puluhan massa dari Solidaritas Rakyat untuk Buruh Yogyakarta, mengadakan aksi solidaritas terhadap Buruh Migran yang mengalami penyiksaan di luar negeri. Solidaritas Rakyat untuk Buruh ini terdiri dari berbagai elemen gerakan di Yogyakarta yang didominasi oleh kaum perempuan. Organisasi yang bergabung antara lain, Komite Penyelamat Organisasi Perhimpunan Rakyat Pekerja (KPO - PRP), Kolektif Perempuan Pekerja (KPP), Simpul Taruni Rakyat (STARA), Lingkar Permata, Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Wilayah Yogyakarta, Resista, Rumpun Cut Nyak Dien (RTND), dll.



Aksi ini berlangsung sejak pukul 09.00 dimulai didepan Kantor Gubernur Propinsi DI. Yogyakarta. Selanjutnya massa longmarch menuju Gedung Agung atau Istana Kepresidenan Yogyakarta. Disepanjang jalan, massa dari Solidaritas Rakyat untuk Buruh tersebut, menampilkan aksi teatrikal dengan adegan penyiksaan dan pemancungan yang dilakukan oleh SBY (Presiden RI), Muhaimin Iskandar (Menakertrans), Marti Natalegawa (Menlu) dan Jumhur Hidayat (Keala BNP2TKI). Menurut Koordinator Aksi, Maria Ulfa, keempat orang inilah yang bertanggung jawab atas kematian Ruyati dan nasib Buruh Migran Indonesia lainnya. Merekalah yang sesungguhnya memancung dan menyiksa Kaum Buruh, khusunya Buruh migran Indonesia.

Suharsih, Humas Solidaritas Rakyat untuk Buruh, yang juga sekaligus sekretaris KPO - PRP Yogyakarta, menjelaskan bahwa tema utama yang diusung dalam aksi solidarita ini adalah, "Rezim SBY - Boediono Anti Kaum Buruh, Gagal Melindungi Buruh Migran Indonesia". Adapun tuntutan yang diajukan oleh Solidaritas Rakyat Buruh, Yogyakarta, antara lain : Hentikan pengiriman PRT keluar negeri, sediakan lapangan kerja dan upah yang layak, jaminan perlindungan terhadap Buruh Migran Indonesia, Bubarkan BNP2TKI dan PJTKI, serta seruan untuk Buruh Migran Indonesia diluar negeri agar membangun serikat dan organisasi sehingga mampu melakukan advokasi dan membangun persatuan serta solidaritas sesama buruh migran.

Buruh Demo untuk Perlindungan TKI

26 Juni 2011


YOGYAKARTA - Solidaritas Rakyat untuk Buruh, Jumat (24/6), menggelar demonstrasi. Mereka menuding pemerintah gagal melindungi warganya yang berada di luar negeri.

Hal itu berkait dengan kecaman terhadap ketidaktegasan pemerintah atas kasus hukuman pancung yang dialami Ruyati di Arab Saudi, baru-baru ini.

Demonstran melintasi Jalan Malioboro, berhenti sejenak di DPRD, kemudian menuju kompleks kantor gubernur. Sepanjang jalan mereka meneriakkan yel-yel kritik terhadap pemerintah. Begitu pula sejumlah spanduk dan poster dibentangkan. ’’Hukuman pancung yang menimpa Ruyati menjadi bukti kegagalan pemerintahan SBY-Boediono. Mereka tak mampu melindungi warga negaranya yang susah payah mencari nafkah di negeri orang,’’ tandas koordinator aksi, Ulfa Mariya.

Menurut dia, masih banyak kasus-kasus buruh migran yang tidak tertangani. ’’Pemerintah terus-menerus mengekspor TKI, tapi tidak dibarengi dengan perlindungan. Kebijakan neokapitalisme dan neoliberalisme telah membawa pemerintah mengorbankan rakyatnya,’’ tegasnya.

Sapi Perah

Di sela-sela aksi di depan Gedung Agung, demonstran menampilkan teatrikal yang menggambarkan kekejaman neokapitalisme. Buruh hanya menjadi sapi perah yang tak pernah terurus kesejahteraannya. Digambarkan pula hukuman pancung bagi buruh Indonesia yang berada di Arab Saudi.

Pada akhir aksi, Ulfa meminta pemerintah menghentikan ekspor PRT ke seluruh dunia, sedangkan TKI lain perlu perlindungan negara. Bagi pejabat yang tak mampu melindungi warga negaranya, demonstran mendesak untuk segera mundur. (D19-69)

Sabtu, 25 Juni 2011

Mahasiswa dan LSM Gelar Aksi Peduli TKI

Aksi keprihatinan untuk Ruyati, TKI yang dihukum pancung di Arab Saudi terus berlanjut, sejumlah eleman aktivis HAM dan mahasiswa di Yogyakarta, berdemo menuntut pemerintah bertanggung jawab.

sumber: http://tv.liputan6.com/main/read/6/1058289/0/mahasiswa_dan_lsm_gelar_aksi_peduli_tki_

Jumat, 24 Juni 2011

Kasus Ruyati Bukti Pemerintah Gagal Beri Perlindungan

Laporan Wartawan Tribun Jogja / Sigit Widya

TRIBUNJATENG.COM YOGYA – Gelombang aksi mengecam lemahnya tindakan pemerintahan SBY – Boediono semakin besar. Kali ini giliran Solidaritas Rakyat Untuk Buruh yang menggelar unjuk rasa. Aksi dilakukan di depan Kantor Gubernur DIY, Kepatihan, Yogyakarta, Jumat (24/6/2011) siang.

Koordinator aksi, Ulva Mariya, berujar, kasus Ruyati merupakan bukti gagalnya pemerintahan SBY – Boediono dalam melindungi pekerja kelas bawah. “SBY – Boediono telah gagal memberikan perlindungan kepada para buruh,” tegasnya.

Dalam aksi tersebut, massa Solidaritas Rakyat Untuk Buruh menilai SBY – Boediono tunduk kepada sistem neoliberalisme. Rakyat harus berjuang sendiri untuk mencari hak-hak sebagai warga Negara.

“Membangun pemerintahan berbasis rakyat hanya dapat diwujudkan melalui persatuan rakyat. Pemerintah sudah menutup mata terhadap kaum jelata,” ujar Ulva.

Massa Solidaritas Rakyat Untuk Buruh menuntut pemerintah menghentikan ekspor tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Hal tersebut harus dilakukan selama pemerintah belum bisa menjamin perlindungan terhadap buruh migrant.

“Pemerintah juga wajib memberikan pendidikan serta akses ekonomi. Bubarkan saja PJTKI dan BNP2TKI,” seru massa.

Tuntutan agar menteri luar negeri dan menteri tenaga kerja mundur dari jabatan juga digaungkan. Kasus Ruyati mengungkap kebobrokan pemerintah, termasuk kinerja kedua menteri tersebut.

“Kedua menteri tersebut berandil besar serta bertanggung jawab atas kasus yang menimpa para TKI,” kata Ulva.

Dalam menggelar aksi, massa Solidaritas Rakyat Untuk Buruh menggelar teatrikal penyiksaan yang dialami para TKI di luar negeri.

Editor : budi_pras

sumber: http://jateng.tribunnews.com/2011/06/24/kasus-ruyati-bukti-pemerintah-gagal-beri-perlindungan

Solidaritas Buruh Tuntut Pemerintah Lindungi TKI

YOGYA (KRjogja.com) - Puluhan massa yang mengatasnamakan Solidaritas Rakyat Untuk Buruh, melakukan aksi demo di depan kantor Gubernur DIY, Komplek Kepatihan Yogyakarta, Jumat (24/6). Pengunjukrasa menuding pemerintahan yang dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono telah gagal dalam memberikan perlindungan pada kaum buruh.

Koordinator aksi, Ulva Mariya mengungkapkan, kasus yang menimpa buruh migran Indonesia, Ruyati yang harus menerima hukuman pancung di Arab Saudi, membuktikan ketidakpedulian rezim SBY - Boediono dalam melindungi buruh. Termasuk juga kasus yang menimpa Darsem serta kasus lain yang mungkin belum terungkap.

"Pemerintah kita telah terbukti gagal dalam melindungi buruh khususnya yang berada di luar negeri. Kegagalan ini disebabkan ketertundukan pemerintah dan seluruh elit politik termasuk DPR pada kebijakan neoliberalisme atas perintah modal internasional," katanya.

Menurutnya, terbebasnya rakyat dari penindasan hanya dapat terjadi dengan persatuan rakyat dalam membangun alat perjuangan politiknya untuk membangun pemerintahan rakyat, pemerintahan yang berdiri di atas keringat dan upaya sendiri.

"Oleh karena itu, kami menuntut kepada pemerintah untuk menghentikan ekspor Pembantu Rumah Tangga, berikan perlindungan terhadap buruh migran, berikan pendidikan serta akses ekonomi serta bubarkan PJTKI maupun BNP2TKI," tegasnya.

Dalam aksi tersebut, massa aksi juga menuntut mundur menteri luar negeri maupun menteri tenaga kerja yang dianggap memiliki andil dan tanggung jawab dalam kasus yang menimpa TKI. Massa juga menggelar aksi teatrikal yang menggambarkan penyiksaan terhadap TKI di luar negeri. (Ran)


sumber: http://www.krjogja.com/news/detail/89293/Solidaritas.Buruh.Tuntut.Pemerintah.Lindungi.TKI.html

TKI Dipancung SBY-Boediono Gagal Lindungi Buruh Migran

YOGYAKARTA--MICOM: Dipancungnya TKI, Ruyati, dinilai sebagai ketidakpedulian rezim SBY-Boediono dalam melindungi buruh migran Indonesia.

Massa yang tergabung dalam Solidaritas Rakyat untuk Buruh, yang terdiri dari berbagai elemen, Jumat (24/6), melakukan aksi
demonstrasi di depan Gedung Agung, Kota Yogyakarta sebagai respon atas pemancunan tersebut.

Mereka berjalan kaki dari depan Kompleks Kantor Gubernur, DIY, menuju depan Gedung Agung. Di depan Gedung Agung, beberapa dari mereka melakukan aksi teatrikal yang memperlihatkan aksi pemancungan dua orang oleh dua orang algojo.

Kedua algojo tersebut masing-masing memakai topeng SBY dan Marty Natalegawa. Mereka seolah ingin menggambarkan aksi pemancungan yang dialami oleh Ruyati.

"Ini bukan soal kecolongan semata, namun hukuman pacung yang diterima oleh Ruyati sekali lagi membuktikan ketidakpedulian rezim SBY-Boediono dalam melindungi buruh migran," terang Suharsi, koordinator aksi.

Nasib Ruyati, terangnya, bisa jadi tak sendiri lantaran masih ada puluhan buruh migran Indonesia lain yang menanti hukuman mati di sana.

Menurutnya, nasib buruh migran Indonesia ironis dengan ucapan SBY di dunia internasional. "Ketika berkoar-koar di hadapan sidang konferensi ILO menyatakan bahwa pemerintah Indonesia telah melindungi buruh Migrannya, namun ironisnya, empat hari setelah itu seroang buruh migran Indonesia, Ruyati, dihukum pancung di Arab Saudi," ucapnya.

Atas kejaditan tersebut, Solidaritas Rakyat untuk Buruh menuntut agar pemerintah menghentikan ekspor PRT, memberikan perlindungan terhadap buruh migran, dan memberikan pendidikan dan akses ekonomi kepada perempuan.

Selain itu, mereka juga meminta PJTKI dan BNP2TJKI dibubarkan dan membangun solidaritas buruh migran dengan cara berserikat. (AT/OL-3)

sumber: http://www.mediaindonesia.com/read/2011/06/06/237028/284/1/_SBY-Boediono_Gagal_Lindungi_Buruh_Migran

Rabu, 22 Juni 2011

Pemerintah Terapkan Moratorium (Sementara) PRT ke Saudi Arabia

Rabu, 22 Juni 2011 18:10 WIB

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menghentikan sementara pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) untuk pekerja domestik atau PLRT (Penata Laksana Rumah Tangga) atau memberlakukan moratorium penempatan ke Arab Saudi sejak 1 Agustus.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan di Jakarta, Rabu bahwa keputusan itu dibuat untuk melakukan perbaikan terhadap perlindungan nasib TKI yang dikirim ke negara tersebut, terlebih lagi setelah banyaknya kasus yang menimpa TKI, seperti Ruyati yang mengalami hukuman mati beberapa waktu lalu.

"Setelah mempertimbangkan dan mempelajari berbagai dampak dari langkah pengetatan total selama 3 bulan terakhir ini, pemerintah Indonesia memutuskan moratorium penempatan TKI ke Arab Saudi," kata Menakertrans Muhaimin Iskandar dalam jumpa pers di Kantor Kemenakertrans, Kalibata.

Moratorium itu disebut Muhaimin merupakan langkah terakhir dari pengetatan total yang dilakukan sejak awal Januari dan baru akan dicabut jika telah dilakukan penandatanganan MoU antara Indonesia- Arab Saudi untuk Perlindungan TKI dan terbentuknya satuan Tugas Bersama antar kedua negara.

"Regulasi dilakukan dengan membuat kebijakan terkait sistem rekrutmen dan melakukan pengawasan dalam proses rektutmen didalam negeri dan titik-titik keberangkatan TKI," kata Muhaimin.
Penurunan

Sebelumnya, selama masa pengetatan, telah terjadi penurunan drastis "job order" (permintaan pekerja) dari Arab Saudi dari 1.000 permintaan setiap hari menjadi hanya lima permintaan sejak Januari-Juni.

"Selama pengetatan total terjadi kelangkaan TKI karena terjadi penurunan drastis keberangkatan ke Arab Saudi dari 30 ribuan per bulan menjadi 12-15 ribuan per bulan," kata Muhaimin.

Namun dengan adanya pengetatan itu, Menakertrans menyebut Pemerintah Arab Saudi yang selama 40 tahun tidak pernah mau melakukan diplomasi perundingan untuk perlindungan TKI akhirnya bersedia duduk melakukan perundingan.

Dua pertemuan penting dilakukan yaitu pertemuan tingkat menteri dan senior official Meeting (SOM) putaran I di Arab Saudi yang menghasilkan penandatangan Nota Awal Kesepahaman Menuju MoU oleh Menteri Perburuhan Arab Saudi dan Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat pada Akhir Mei lalu.

Sementara dilakukan perundingan, dilakukan pengetatan dengan pengendalian job order secara ekstra ketat dengan menambah syarat-syarat agara majikan yang mempekerjakan TKI terseleksi dengan lebih baik.

Beberapa persyaratan yang ditambahkan antara lain calon majikan harus melengkapi diri dengan surat kelakuan baik, gaji minimum 11 ribu riyal, peta rumah, jumlah dan foto keluarga dan pernyataan kesediaan membuka akses komunikasi.

"Selama ini, Pemerintah juga secara terus-menerus melakukan sosialisasi kepada para calon TKI untuk tidak berangkat ke Arab Saudi hingga betul-betul siap untuk berangkat," kata Muhaimin.

Selama pengetatan, Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) diminta untuk memperketat proses rekrutmen dan mengalihkan penempatan TKI ke negara penempatan selain Arab Saudi.

Menakertrans berharap pemberlakukan moratorium ini dapat dimanfaatkan semua pihak untuk bekerja sama membenahi sistem penempatan dan perlindungan TKI dan kejadian-kejadian yang merugikan TKI tidak terulang lagi.
Redaktur: taufik rachman
Sumber: antara
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/06/22/ln6v0u-pemerintah-terapkan-moratorium-sementara-prt-ke-saudi-arabia

Rabu, 25 Mei 2011

Demi Lindungi PRT, ASEAN Didesak Adopsi Konvensi ILO

Kamis, 05 Mei 2011 18:26 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Negara-negara ASEAN didesak mengadopsi konvensi International Labour Organization (ILO) tentang pekerjaan yang layak bagi pekerja rumah tangga (PRT).

"Kami mendesak anggota ASEAN mengadopsi konvensi ILO yang hendak disidangkan di Jenewa pada Juni 2011 ini. Tidak ada alasan untuk menolak," kata Ari Sunarjati dari Jaringan Advokasi Nasional (JALA) Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Jakarta, Kamis (5/5).

Ari yang ditemui di Konferensi Masyarakat Sipil ASEAN (ACSC)/Forum Rakyat ASEAN (APF) 2011, mengatakan, negara seharusnya melindungi warganya, tidak terkecuali yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga. "Kami merasa berkepentingan di sini, karena pekerja migran 83 persen di antaranya adalah PRT," katanya.

Ia mengatakan sudah seharusnya negara-negara di ASEAN ini mengadopsi konvensi ILO. Ia menyebutkan untuk saat ini hanya dua negara di ASEAN yakni Filipina dan Thailand yang setuju terhadap konvensi ILO tersebut.

Ia meminta agar sikap dari Filipina dan Thailand tersebut diikuti oleh negara-negara lain di ASEAN, termasuk Indonesia. "Pemenuhan kerja layak bagi PRT itu adalah bagian dari pemenuhan hak asasi manusia. Negara manapun punya kewajiban untuk pemenuhan HAM ini apalagi anggota PBB," katanya.

Menurut dia, sangat tidak adil apabila hak untuk PRT ini diabaikan begitu saja. Pemerintah Indonesia, selama ini, ujarnya, belum memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masalah ini.

"Masalah PRT ini jangan ditangani secara asal-asalan. Ini tidak adil kalau PRT tidak terpenuhi hak-haknya," katanya.

Ia menuturkan masyarakat sipil telah memiliki rancangan Undang-Undang tentang perlindungan PRT, tetapi pemerintah masih keberatan. Ia mengartikan situasi ini sebagai gambaran masalah tersebut belum menjadi prioritas untuk dipecahkan.

"Untuk itu, kami meminta dengan sangat, dengan tegas untuk mengadopsi konvensi ILO ini. Bagaimana dunia akan melihat Indonesia jika tidak mengadopsi konvensi ini, sementara Indonesia adalah negara pengirim PRT," katanya.
Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: Antara

Jumat, 06 Mei 2011

PRT Minta Disamakan dengan Pekerja Formal

Jumat, 06 Mei 2011 11:00 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Indonesian Migrant Workers Union (IMWU) menginginkan agar draf RUU Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang sedang digodok oleh pemerintah untuk menyamakan PRT dengan pekerjaan formal lainnya agar tidak bersifat eksploitatif.

"Draf RUU PRT harus menghapus segala pandangan (kerja PRT) di luar hubungan kerja formal," kata Wakil Ketua IMWU, Sringatin, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Menurut pimpinan LSM ituu, pandangan yang beranggapan bahwa PRT bukanlah termasuk dalam kerja formal sama sekali mengabaikan prinsip universal bahwa setiap orang yang menjual tenaganya untuk mendapatkan upah merupakan seorang pekerja.

Pandangan yang mengecualikan PRT dari kerja formal, lanjutnya, mencerminkan masih bercokolnya feodalisme dan budaya patriarki. Selain itu, IMWU juga menghendaki agar draf RUU PRT menyebutkan tentang pengaturan jam kerja, kontrak kerja, serta hal berserikat.

"Standar internasional tentang jam kerja adalah delapan jam kerja, di luar itu harus di hitung lembur, demikian pula dengan perjanjian kerja dan pengakuan hak berserikat," karenanya.

Sebelumnya, sebanyak 162 orang, sebagian PRT, melalui LBH Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada April 2011 telah memasukkan gugatan terhadap pemerintah dan DPR yang dinilai mereka gagal memberikan perlindungan dan hak-hak PRT.
Redaktur: Stevy Maradona
Sumber: Antara
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/05/06/lkr7gr-prt-minta-disamakan-dengan-pekerja-formal

Rabu, 30 Maret 2011

PRT Bukan Babu Tapi Pekerja

Tanggapan Terhadap Pernyataan Anton Tabah
Akbar T. Arief
Staf Pengorganisasian Rumpun Tjoet Njak Dien

Pernyataan Anton Tabah di Koran Radar Jogja dan Koran Merapi tanggal 25 Maret 2011 sangat merendahkan martabat, menyinggung dan melukai perasaan PRT. Pertama, Anton Tabah masih memberi label terhadap PRT sebagai babu. Babu dalam terminologi bahasa Jawa berkonotasi pembantu. Padahal, Peraturan Gubernur DIY Nomor 31 Tahun 2010 telah menegaskan bahwa posisi PRT adalah pekerja. Makna sebagai pekerja memberikan pengakuan bahwa pekerjaan sebagai PRT mempunyai nilai secara ekonomis dimana Pekerja Rumah Tangga menghasilkan sebuah ‘nilai’ dalam bentuk jasa. Meskipun pekerjaan kerumahtanggaan masih dalam lingkup domestik namun turut membantu bahkan berperan besar terhadap kerja-kerja publik bagi majikannya. Seorang direktur perusahaan bisa pergi ke kantor dengan pakaian rapi karena bajunya telah dicuci dan disetrika oleh PRTnya. Seorang pejabat publik dapat menikmati sarapan pagi dari masakan yang telah disediakan oleh PRTnya. Intinya pekerjaan seorang direktur, pejabat atau siapun yang mempekerjakan PRT bisa lancar karena dibantu oleh seorang PRT. Kerja yang dihasilkan oleh pekerja rumah tangga dalam mengerjakan kerja-kerja kerumahtanngaan membantu si pemberi kerja dalam melakukan aktifitas publik. Bahkan, tak jarang PRT menggantikan aktifitas publik majikannya seperti arisan, jagong, belanja kebutuhan pokok dan pekerjaan public lainnya.
Kedua, Anton Tabah juga telah melakukan tindakan insinuasi (tuduhan yang tidak beralasan) dengan lontaran bahwa PRT selama ini telah melakukan gangguan kamtibmas. Indikasi yang digunakan oleh Anton adalah PRT sering melakukan kejahatan mencuri atau membawa lari anak bayi majikannya (pemberi kerja). Menjeneralisasi PRT sebagai pembuat “onar” yang mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat sungguh tidak mencerminkan sikap seorang intelektual, pengayom dan pelindung masyarakat. Pernyataan tersebut tidak seyogyanya dilontarkan oleh petinggi kepolisian apalagi seorang akademisi.
Satu kasus tidak dapat dijadikan ukuran untuk menyatakan bahwa sebuah kondisi berlaku sama. Dalam metodologi ilmu sosial, satu fakta tidak bisa digunakan untuk menarik kesimpulan. Ranah hukum pun demikian. Satu bukti belum bisa dijadikan fakta hukum dalam memutuskan suatu perkara. Artinya bahwa kasus-kasus pencurian atau penculikan anak bayi yang dilakukan PRT terhadap majikannya jangan dijadikan tolak ukur PRT sebagai sumber gangguan kamtibmas. Tindak kejahatan yang dilakukan oleh PRT juga harus ditelusuri penyebabnya. Bisa jadi tindakan yang dilakukan seorang PRT karena selama ini mereka dibayar rendah dan dipekerjaakan tidak adil oleh majikannya.
Sterotip yang dilontarkan Anton Tabah terhadap PRT bisa jadi diakibatkan kekurang pahaman terhadap peran, posisi, dan hak PRT. Selama ini pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga masih dipandang sebelah mata. Masyarakat masih belum mengakui PRT sebagai pekerja. Hal ini disebabkan karena pekerjaan rumah tangga dianggap sebagai pekerjaan sampingan. Padahal, banyak masyarakat bermigrasi ke kota bekerja sebagai PRT untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga saat ini telah menjadi sumber penghasilan utama. Pembedaan antara PRT dengan buruh pada sektor yang lain (seperti buruh sektor formal) sering mengakibatkan kebijakan yang tidak adil dan perlakuan yang diskriminatif terhadap PRT.

Perjanjian Kerja Sebagai Alat Kontrol
Salah satu pertimbangan lahirnya Peraturan Gubernur DIY tentang PRT adalah membangun hubungan yang sinergis dan harmonis antara Pekerja Rumah Tangga dengan Pemberi Kerja. Apabila dilihat dari tujuan dari pergub ini (pasal 13 ayat c), dimana isi mengatur hubungan kerja yang harmonis, produktif serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral, kemanusiaan, dan kekeluargaan, memperlihatkan adanya posisi sama dan setara antara kedua belah pihak. Artinya bahwa peraturan tersebut menjadi kerangka kerja bersama antara pekerja dan pemberi kerja. Tidak ada yang merasa dirugikan tetapi saling menguntungkan antara satu dengan yang lainnya. Hubungan kekeluargaan, saling menghargai dan menghoramati serta saling membutuhkan (mutualis-simbiolisme) bisa terwujud dalam bingkai kehidupan bersosial.
Dari semangat kelahiran kebijakan tersebut menggambarkan bahwa tidak ada keberpihakan pada satu orang atau satu kelompok saja tetapi beruhasa mengakomodir semua kepentingan. Dalam artian pergub tidak hanya memberikan pisisi nyaman dan aman bagi Pekerja Rumah Tangga tetapi juga bagi Pemberi Kerja (PK). Dalam peraturan tersebut diatur hak dan kewajiban PRT. Seorang pekerja tidak hanya dilindungi haknya tetapi juga harus menjalankan kewajibannya yang tertuang dalam perjanjian kerja. Perjanjian kerja berisi kesepakatan antara kedua belah pihak antara pekerja dan pemberi kerja. Hak dan kewajiban pekerja yang telah disepakati dalam perjanjian kerja harus dilaksanakan. Apabila pekerja melanggar hasil kesepakatan maka akan ada konsekuensi yang harus diterima, begitu pun sebaliknya.
Di perjanjian kerja disepakati aturan main (rule of game) antara Pekerja Rumah Tangga dengan Pemberi Kerja. Jika salah satu pihak melanngar aturan main tersebut maka ada sanksi yang harus dijalankan baik berupa pemutusan hubungan kerja maupun sanksi pidana tergantung tingkat pelanggarannya. Disamping itu juga, perjanjian kerja dapat dijadikan alat kontrol perilaku PRT dan pemberi kerja supaya tidak terjadi tindakan yang melanggar hukum. Majikan tidak perlu lagi cemas kehilangan barang atau khawatir anaknya diculik jika sudah ada perjanjian kerja antara pemberi kerja dan pekerja rumah tangga.

Jumat, 25 Maret 2011

Antara Kapolda DIY dan “Sunan Kalijaga”

Oleh: Anton Tabah *)

MUNGKIN anda heran kenapa polisi mendata babu? Mungkin anda heran kenapa polisi ikut sibuk ngurusi eceng gondok di danau? Anda mungkin geli ketika polisi melarang sapi atau kerbau hamil untuk menarik pedati atau untuk membajak sawah? Kenapa heran? Tidakkah itu semua jika dibiarkan akan bermuara ke masalah kamtibmas yang menjadi tugas utama Polri.
Kenapa babu (PRT) didata polisi? Karena babu sering menjadi sumber gangguan kamtibmas. Tak jarang babu melakukan kejahatan mencuri atau membawa lari anak bayi majikannya. Polisi akan kesulitan jika tak punya data tentang babu-babu. Lalu kenapa eceng gondok? Tumbuhan eceng gondok jika menutup danau akan menjadi sarang tikus dan akan mematikan reproduksi ikan menyulitkan nelayan. Muaranya pada kerawanan kamtibmas.
Kenapa polisi melarang sapi atau kerbau hamil untuk menarik pedati? Karena perikebinatangan agar tidak mengganggu kesehatan sang sapi atau sang kerbau dalam rangka reproduksi. Tampaknya hal tadi remeh temeh tapi jika dibiarkan akan sangat potensial mengganggu kamtibmas.
Itu yang namanya faktor korelatif kriminogen dan police hazard. Polisi cerdas akan mengantisipasi karena tugas utama Polri adalah melakukan pencegahan (preventif) bukan penindakan (represif) sebagaimana amanat UUD 1945 pasal 30 tugas pokok Polri mengutamakan pelayanan, perlindungan, pengayoman (preventif) baru langkah terakhir penegakan hukum (represif).
Kapolda DIY Brigjen Ondang Sutarsa juga punya inovasi menarik antara lain memberdayakan sarana hiburan/bisnis topeng monyet, menyebar anak buah yang mendalam ilmu agamanya untuk menjadi khatib salat Jumat di berbagai masjid dan musala di pelosok-pelosok desa, membuat group band dan keroncong untuk membaur dengan rakyat, membuat hiburan panggung boneka si Pentul, membuat panggung besar pagelaran wayang kulit dan ikut masuk ke acara rembug desa serta majelis-majelis taklim. Mungkin anda juga heran dengan cara Kapolda DIY ini?

Sunan Kalijaga
Semua tadi adalah inovasi cerdas seorang polisi bagaimana menyampaikan pesan-pesan kamtibmas memanfaatkan budaya (kultur) lokal/kearifan lokal yang terserak ternyata bisa menjadi media komunikatif untuk menyampaikan pesan-pesan kamtibmas. Seperti Sunan Kalijaga dan para Wali Sanga ketika menyebarkan dakwahnya tentang agama Islam di tengah masyarakat Hindu, Budha dan Animisme ketika itu. Sunan Kalijaga menyampaikan pesan-pesan dakwahnya melalui budaya pagelaran wayang kulit dan gamelan yang sangat disukai masyarakat. Hasilnya sangat signifikan monumental. Islam cepat berkembang ke seantero Nusantara menggantikan Hindu, Budha dan Animisme.
Dalam ilmu komunikasi ada teori ”tangkap kuda dengan kuda” secara ilmiah disebut ”autoplastis communication” (manjing ajur ajer) mengetahui dan memahami apa kesukaan komunikasi supaya pesan-pesan komunikator mudah dicerna, difahami dan diterima karena komunikasi adalah pengoperan lambang-lambang bermakna antara komunikator dengan komunikan baik langsung maupun melalui media. Komunikasi yang baik efektif diibaratkan menangkap kuda dengan kuda? Sebinal apapun kuda jika ditangkap dengan kuda akan nurut juga. Sesulit apapun pesan disampaikan jika melalui budaya dan kearifan masyarakat insya Allah akan berhasil juga.

Polisi Memang Harus Cerdas
Metoda Sunan Kalijaga monumental seperti wayang kulit dan gamelan sekaten setiap memperingati Maulud Nabi Muhammad SAW gamelan sekaten selalu merdu bertalu-talu ditingkah hiruk pikuk bazar akbar murah sebulan penuh di Alun-Alun Utara dan Masjid Agung. Para komandan polisi di Jawa biasanya memanfaatkan media wayang kulit merangkul para dalang dan sinden menyampaikan pesan-pesan kamtibmas.
Cermatilah berbagai inovasi Kapolda DIY ini. Membuat grup band dan keroncong sebagai media mengumpulkan massa, membagi suka, berjoget ria di area publik menyisipkan pesan-pesan kamtibmas. Panggung si Pentul dengan boneka dan badut cerdik jenaka, lebih dekat berkomunikasi dengan anak-anak balita sampai usia sekolah dasar (SD) aplikasi membumi program polisi sahabat anak.
Polisi menjadi katib di masjid-masjid sarana silaturahmi dengan rakyat yang efektif sekaligus amar ma’ruf nahi munkar karena pesan-pesan kamtibmas sarat dengan amar ma’ruf. Tapi polri lebih didesain ke nahi munkar karena hukum itu benda mati baru hidup di tangan polisi. Polisi tak boleh cuma berdoa jika melihat kejahatan (munkar). Jika yang lain cuma bisa mengingatkan ”jangan mencuri”. Polisi benar-benar melarang dan menangkap pencuri sehingga hukum benar-benar hidup.
Lalu inovasi topeng monyet? Kita tahu topeng monyet cukup digemari masyarakat karena gerakannya lucu di tingkah bunyi gamelan dan kecerdikan pawangnya. Begitu pula kecerdikan Kapolda merevitalisasi topeng monyet yang sering di lampu-lampu pengatur lalu lintas. Sang monyet meliuk-liuk menari sesekali membuka poster-poster kamtibmas ; Awas narkoba, Say No To Drugs, Disiplin Lalu Lintas dll. Sang monyet jenaka menutup akrobatnya dengan membentang spanduk ; Monyet saja disiplin, bagaimana Anda?
Penonton dan pemakai jalan pun tergelak-gelak setidaknya bertanya dalam hati ; iya ya monyet saja disiplin kog saya tidak?
Inovasi Kapolda DIY bukan hanya komunikatif. Tapi sekaligus membuat polisi simpatik di tengah masyarakat yang haus kelembutan, menjadi polisi memang harus cerdas, jenaka, sabar. Muaranya adalah simpatik dirindukan dan dicintai rakyat Insya Allah!

*) Anton Tabah, seorang Jenderal Polisi (aktif), Dosen Tamu di berbagai Perguruan Tinggi dan Kolumnis Pemimpin Umum HK, Penasehat ESQ dan Pesantren se-Indonesia.

Kamis, 24 Februari 2011

Pemerintah Harus Melindungi PRT

Tribun Jogja - Kamis, 24 Februari 2011 18:15 WIB

Laporan Reporter Tribun Jogja, Hari Susmayanti

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN – Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JPPRT) mendesak agar Pemerintah Sleman segera mengeluarkan peraturan yang melindungi pekerja rumah tangga.

Buyung Ridwan Tanjung, Koordinator Sekretariat JPPRT menjelaskan, dengan terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 31 tahun 2010 tentang Pekerja Rumah Tangga maka pemerintah kabupaten wajib membuat produk hukum positif yang mengatur mengenai PRT.

"Peraturan Gubernur itu mengamanatkan kalau pemda harus membuat peraturan sejak 6 bulan pergub diundangkan," jelasnya , Kamis(24/2/2011).

Buyung juga menjelaskan sudah saatnya pekerja rumah tangga memperoleh payung hukum yang bisa melindungi pekerja dan majikan.

"Kedua belah pihak harus membuat perjanjian kerja sehingga hak dan kewajiban keduanya jelas," katanya.

Sementara itu wakil Bupati Sleman Yuni Satia Rahayu menjelaskan pihak Pemda Sleman akan berkoordinasi dengan dinas terkait untuk segera membuat draft peraturan.

"Sleman merupakan kota tujuan para pekerja rumah tangga untuk mencari pekerjaan sehingga perlu secepatnya dibuat peraturan," katanya.

Menurut data yang diperoleh JPPRT, pada tahun 2002 jumlah pekerja rumah tangga di Yogyakarta mencapai sekitar 37.000 orang. Sleman menempati urutan tertinggi dengan 17.713 pekerja, Bantul 7.858 pekerja, Kota Yogya 7.441 pekerja, Kulonprogo 2.362 pekerja dan Gunungkidul 1.587 pekerja.

Yuni juga menjelaskan kalau Peraturan Gubernur Nomor 31 tahun 2010 tentang Pekerja Rumah Tangga merupakan satu-satunya peraturan yang mengatur PRT di Indonesia sedangkan undang-undangnya belum dibuat oleh DPR pusat. (*)

Editor : taufik_jogja

Perlindungan Hukum Bagi PRT Mendesak Ditegakkan

Kamis, 24 Pebruari 2011 16:54:00
SLEMAN (KRjogja.com) - Perlindungan hukum bagi Pembantu Rumah Tangga (PRT) di Kabupaten Sleman perlu untuk ditegakkan. Pasalnya, jumlah PRT di Sleman merupakan yang terbanyak di antara kabupaten dan kota di DIY.

Dari data yang dimiliki LSM Cut Nyak Dien di tahun 2002, ada 37 ribu PRT di DIY. Sleman terdapat 17.713 orang, disusul Bantul dengan 7.858 orang, Kota dengan 7.441 orang, Kulonprogo dengan 2.362 orang dan Gunung Kidul dengan 1.587 orang.

"Data terbaru memang belum kami miliki, namun tidak akan jauh beda. Nah, Sleman ini paling banyak namun langkah pemerintah setempat masih belum ada untuk melindungi PRT ini," tandas Buyung Ridwan Tanjung, Kepala Divisi Advokasi Cut Nyak Dien di sela audiensi dengan Wakil Bupati Sleman, Yuni Satiya Rahayu di komplek Pemda Sleman, Kamis (24/2).

Buyung menambahkan, di kabupaten dan kota di DIY, draft rumusan mengenai Perbup PRT sudah disiapkan. Namun, di Sleman masih belum ada. "Makanya, dalam audiensi ini, kami harap Sleman segera melakukan inisiasi," imbuhnya.

Sementara itu, Wabup Sleman Yuni Satiya Rahayu mengaku, pihaknya sudah menyiapkan langkah untuk membuat Perbup PRT tersebut. Namun, hal ini belum akan terealisasi di tahun 2011 ini. "Yang penting kita sudah punya gantungan hukum, yakni Pergub No 31/2010 tentang PRT yang akan berlaku pada 1 April mendatang. Ini akan menjadi acuan dalam merumuskan Perbup," jelasnya.

Dalam perbup tersebut, lanjut Yuni, akan mengatur mengenai perlindungan bagi PRT maupun majikan. Yakni menyangkut gaji, jam kerja, fasilitas serta tempat tinggal. "Semua yang menyangkut perlindungan bagi mereka, akan kami atur. Jadi, baik PRT maupun majikan sama-sama mendapatkan perlindungan," akunya.

Oleh karena itu, antara PRT dengan majikan terlebih dulu harus membuat kesepakatan. Materi dalam kesepakatan tersebut akan dituangkan dalam surat perjanjian. "Itu nanti setelah Perbup jadi. Jadi, baik PRT yang sudah lama bekerja maupun yang baru harus membuat kesepakatan itu. Jadi, majikan pun punya hak hukum jika nantinya PRT melarikan diri," terang Yuni. (Dhi)

Kamis, 17 Februari 2011

Jpprt Minta Produk Hukum Perlindungan Prt

17 February 2011 20:10 WIB

Yogyakarta, www.jogjatv.tv - Meski belum adanya standar definisi tentang Pekerja Rumah Tangga atau PRT yang diterima secara resmi dalam regulasi internasional, namun definisi dalam legislasi dunia telah sepakat bahwa pelayanan rumah tangga memiliki sejumlah syarat baik hak dan kewajiban. Agar dalam prakteknya hak dan kewajiban PRT dapat berjalan seimbang, maka jaringan perlindungan pekerja rumah tangga, JPPRT DIY bersama Jala PRT dan TIFA meminta Pemerintah di tingkat Nasional hingga daerah untuk segera menyusun produk hukum tentang perlindungan PRT.

Dalam dialog perwujudan konvensi kerja layak PRT dan Undang-Undang Perlindungan PRT yang berlangsung di Kopma UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, JPPRT DIY bersama Jala PRT dan TIFA, merekomendasikan segera disusunnya peraturan di tingkat Nasional dan lokal terkait memenuhi, memajukan dan melindungi hak-hak PRT. Dalam pemaparannya, Koordinator Advokasi Rumpun Cut Nyak Din, Buyung Ridwan Tanjung mengungkapkan, dari sisi kuantitas PRT di DIY mencapai 1 per 10 dari jumlah PRT di Indonesia yang jumlahnya mencapai 570.000. Dari jumlah tersebut, sudah sewajarnya jika pemerintah ikut memperhatikan kesejahteraan para PRT yang sepertiga bagiannya adalah gadis muda di bawah umur.

Berdasarkan regulasi internasional, sudah ada 58 negara yang menyusun standar tentang PRT dan ketenagakerjaan, termasuk Malaysia. 3 tahun lalu Indonesia pernah memprotes Malaysia tentang tidak adanya perlindungan pekerja informal. Namun demikian hingga kini, Indonesia belum juga memiliki produk hukum bahkan mengecualikan PRT sebagai buruh pekerja. Meski inisiasi perlindungan PRT di Yogyakarta telah dimulai sejak 1998, namun produk hukum yang dimaksud memberikan prlindungan bagi PRT belum juga terealisasi.





Ernyta-Andri Y

sumber:
http://www.jogjatv.tv/berita/17/02/2011/jpprt-minta-produk-hukum-perlindungan-prt

Senin, 14 Februari 2011

Pembantu Rumah Tangga Tuntut Gaji Layak

Tribun Jogja - Senin, 14 Februari 2011 15:42 WIB
Laporan Reporter Tribun Jogja, Adrozen Ahmad

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Sekitar 100 orang perempuan pekerja rumah tangga (PRT) menggelar aksi unjukrasa di perempatan Kantor Pos Besar, Yogyakarta, Senin (14/2/2011). Pada aksi tersebut, mereka menuntut upah dan durasi kerja yang layak.

"Masih banyak PRT yang bergaji di bawah UMP dengan durasi kerja tanpa batas," kata koordinator aksi, Yuli Maheni (35), usai aksi, Senin (14/2/2011).

Aksi unjuk rasa ini, dimulai dari taman parkir Abubakar Ali sekitar pukul 10.00 WIB. Lantas berjalan kaki melintasi Jalan Malioboro menuju perempatan Kantor Pos Besar sejauh sekitar satu kilometer.

Aksi ini menampilkan teatrikal bertema kepedihan nasib PRT dengan membuat lingkaran kecil tepat di tengah-tengah perempatan. Aksi berakhir sekitar pukul 11.30 WIB, ditutup doa bersama dan pemotongan tumpeng.

"Kami akan terus menyuarakan hak-hak PRT hingga pemerintah dan masyarakat sadar bahwa kami juga manusia," katanya. (*)

Editor : syafik

sumber:
http://jogja.tribunnews.com/2011/02/14/pembantu-rumah-tangga-tuntut-gaji-layak

PRT Turun ke Jalan Tuntut Perlindungan dan Upah Layak

Senin, 14 Februari 2011 16:18 Redaksi Seruu.Com Kota - Yogyakarta

Yogyakarta,seruu.com - Puluhan massa yang tergabung dalam Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JPPRT) DIY, Senin (14/02) turun je jalan. Mereka menuntut pemberian upah yang layak dan perlindungan.

Menurut koordinator aksi, Henny mengungkapkan, tuntutan PRT tersebut sangat wajar. Karena dalam realitas masih rentan terhadap kekerasan fisik, psikis, sosial dan ekonomi.

PRT merupakan kelompok pekerja perempuan terbesar, yang secara global berjumlah lebih dari 100 juta di dunia, 4 juta di Indonesia dan lebih dari 6 juta PRT Indonesia lainnya yang bekerja di luar negeri. Di wilayah DIY sendiri mencapai 36.000 orang lebih.

Suasana hidup dan kerja masih belum layak. Sering mengalami pelanggaran hak dengan upah yang sangat rendah, rentan akan eksploitasi, serta tidak memiliki jaminan ketenagakerjaan.

Sejauh ini PRT tidak diakui sebagai bagian dari pekerja. Perlindungan hukum baik di tingkat nasional maupun internasional masih sangat rendah. Kondisi ini semakin memberikan ruang yang luas bagi pelanggaran hak-hak PRT. Pemerintah terkesan hanya menunggu terjadinya kasus beru kemudian mengambil langkah.

"Karena itu kami menuntut agar segera dilakukan perbaikan upah yang layak, segera disahkan undang-undang perlindungan PRT dan segera susun perlindungan hukum bagi PRT di tingkat kota dan kabupaten," kata dia dalam orasinya. [bw]

sumber:
http://www.seruu.com/index.php/2011021440585/kota/yogyakarta-seruu/prt-turun-ke-jalan-tuntut-perlindungan-dan-upah-layak-40585/menu-id-752.html?sms_ss=facebook&at_xt=4d5935fb2ee28b7e%2C0

PRT Unjuk Rasa Tuntut Upah dan Kerja Layak

14 February 2011 | 13:34
Yogyakarta - Sekitar 50 orang massa yang tergabung dalam Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta (JPPRT-DIY), melakukan aksi unjuk rasa di kawasan malioboro, senin (14/02/2011) menuntut diberikannya upah dan kerja yang layak bagi para pekerja rumah tangga di Yogyakarta.

Salah satu peserta unjuk rasa Ririn Sulastri mengatakan hingga saat ini pemerintah belum juga menetapkan besaran gaji yang layak bagi para pekerja rumah tangga, di sisi lain harga kebutuhan pokok terus melonjak, sehingga para pekerja rumah tangga terlalu berat untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

“Upah layak yang kita harapkan tidak ada bahkan tidak dikabulkan oleh pemerintah, padahal presiden SBY saja masih kurang dengan gajinya yang kita tidak tahu berapa jumlahnya”, ungkap Ririn saat melakukan orasi.

Di Yogyakarta kata dia, terdapat lebih dari 36.500 pekerja rumah tangga yang rentan terhadap berbagai kekrasan fisik, psikis, ekonomi, sosial, dimana PRT berada dalam situasi hidup dan kerja yang tidak layak dan tidak jauh berbeda dengan perbudakan, bahkan cenderung dilanggar hak-haknya.

“Tidak ada batasan kerja yang jelas dan layak dalam kerja domestik, jam kerja terlalu panjang, tidak ada hari libur atau cuti, minim akses bersosialisasi, tidak ada jaminan sosial, tidak ada perlindungan ketenagakerjaan”, ungkapnya.

Selain itu menurutnya, belum ada perlindungan hukum bagi PRT baik di tingkat lokal, nasional dan internasional, sehingga kondisi ini memberi ruang yang sistematis bagi pelanggaran terhadap hak-hak mereka.

“Jutaan PRT tidak berdaya menyuarakan berbagai pelanggaran hak yang mereka alami”,terangnya.

Selain berorasi, para pengunjuk rasa juga membawa berbagai poster tuntutan serta peralatan rumah tangga. Aksi para PRT tersebut juga diisi dengan aksi teaterikal pantomim yang menggambarkan potret buramnya persoalan yang dihadapi PRT di Indonesia.

sumber:
http://regional.kompasiana.com/2011/02/14/prt-unjuk-rasa-tuntut-upah-dan-kerja-layak/

Pekerja Rumah Tangga Tuntut Naik Gaji

Senin, 14 Februari 2011 | 22:22 WIB
YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Puluhan orang yang tergabung dalam Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga menggelar aksi damai dari Taman Parkir Abu Bakar Ali ke Titik Nol Kilometer untuk mendesak pemberian upah layak serta perlindungan bagi pekerja rumah tangga.

"PRT (Pekerja Rumah Tangga) sangat membutuhkan perlindungan, karena pada kenyataannya, profesi ini sangat rentan pada sejumlah kekerasan fisik, psikis, sosial dan ekonomi," kata Koordinator Aksi Henny di sela-sela aksi di Kota Yogyakarta, Senin (14/2/2011).

Kondisi kesejahteraan PRT juga masih belum layak, termasuk di dalamnya adalah upah yang masih sangat minim, bahkan rentan eksploitasi dan tidak disertai dengan jaminan kerja.

PRT juga merupakan kelompok pekerja perempuan terbesar yaitu ada lebih dari 100 juta orang di dunia, dan di Indonesia ada sekitar empat juta orang dengan profesi yang sama dan di DIY terdapat sekitar 36.000 orang PRT.

Oleh karena itu, PRT mengajukan tiga tuntutan yaitu upah dan kerja layak bagi PRT, mendesak rancangan UU Perlindungan PRT segera disahkan serta menyusun perlindungan hukum bagi PRT di DIY.

Masalah lain yang juga masih dihadapi PRT, pekerjaan tersebut tidak diakui sebagai pekerjaan profesional karena dianggap sebagai pekerjaan informal, sehingga tidak ada kebijakan dari pemerintah yang benar-benar berpihak pada PRT.

"Selama ini, pemerintah belum berbuat banyak untuk PRT. Mereka cenderung hanya menunggu kasus untuk menyelesaikannya dan bukan melakukan pencegahannya," lanjutnya.

Sejumlah eksploitasi yang masih jamak dialami oleh PRT di antaranya adalah pemotongan upah, jam kerja selama 12-16 jam per hari yang beresiko tinggi pada kesehatan, tidak ada libur atau cuti mingguan.

"Mereka juga sangat bergantung pada kebijakan dari majikan," katanya.

Oleh karenanya, PRT menuntut segera dilakukan perbaikan upah agar layak dan bila diperlukan menyusun perlindungan hukum bagi PRT di tingkat kota dan kabupaten.

Prt Tuntut Upah Dan Kerja Layak

14 February 2011 19:32 WIB
Yogyakarta, www.jogjatv.tv- Puluhan pekerja rumah tangga yang tergabung dalam Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta, JPPRT DIY, Senin siang(14/2), menggelar aksi unjuk rasa di perempatan Kantor Pos Besar Yogyakarta. Dengan mengusung sejumlah poster dan serbet, para PRT ini menuntut diberikannya upah dan kerja layak serta segera disahkannya RUU Perlindungan PRT.

Aksi unjuk rasa yang digelar oleh Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta, JPPRT DIY, dimulai dari Taman Parkir Abu Bakar Ali hingga perempatan Kantor Pos Besar Yogyakarta. Dalam aksinya PRT menyerukan agar diberikan upah dan kerja layak. Hal itu dikarenakan, para PRT menganggap pekerjaan sebagai PRT rentan dengan berbagai kekerasan baik fisik, psikis, ekonomi dan sosial. Selain itu, PRT juga sering mengalami pelanggaran hak, seperti upah rendah bahkan tidak dibayar, pemotongan yang semena-mena serta terkadang memiliki jam kerja di atas rata-rata yakni 12 hingga 16 jam per hari. Melalui aksi ini, PRT juga meminta Pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT dan menyusun perlindungan hukum bagi PRT di tingkat Kota dan Kabupaten di Yogyakarta.

Dalam unjukrasa tersebut, JPPRT juga menggelar aksi teatrikal menjemur pakaian dan membagi-bagikan nasi kuning, sebagai simbol meski di masyarakat profesi PRT sering dianggap rendah namun PRT juga memiliki jiwa sosial.



Ernyta-Arif

sumber:
http://www.jogjatv.tv/berita/14/02/2011/prt-tuntut-upah-dan-kerja-layak

BERIKAN UPAH DAN KERJA LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA, SEKARANG!

Berdasarkan Sakernas BPS 2008, dan estimasi ILO Tahun 2009 dari berbagai sumber data, Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan kelompok pekerja perempuan terbesar secara global: lebih dari 100 juta PRT di dunia, lebih dari 4 juta PRT domestik di Indonesia dan lebih dari 6 juta PRT migran dari Indonesia. Di Yogyakarta sendiri lebih dari 36.500 orang bekerja sebagai PRT.
Namun demikian, dalam realitasnya, Pekerja Rumah Tangga ini rentan berbagai kekerasan dari fisik, psikis, ekonomi, sosial. PRT berada dalam situasi hidup dan kerja yang tidak layak, situasi perbudakan. PRT mengalami pelanggaran hak-haknya: upah yang sangat rendah ataupun tidak dibayar; ditunda pembayarannya; pemotongan semena-mena; tidak ada batasan beban kerja yang jelas dan layak - semua beban kerja domestik bisa ditimpakan kepada PRT, jam kerja yang panjang: rata-rata di atas 12-16 jam kerja yang beresiko tinggi terhadap kesehatan, nasib tergantung pada kebaikan majikan; tidak ada hari libur mingguan, cuti; minim akses bersosialisasi - terisolasi di rumah majikan, rentan akan eksploitasi agen - korban trafficking, tidak ada jaminan sosial, tidak ada perlindungan ketenagakerjaan, dan PRT migran berada dalam situasi kekuasaan negara lain. Pekerja rumah tangga tidak diakui sebagai pekerja, karena pekerjaan rumah tangga tidak dianggap sebagai pekerjaan yang sesungguhnya dan mengalami diskriminasi terhadap mereka sebagai perempuan, migran, pekerja rumah tangga dan anak-anak. Dikotomi antara PRT baik domestik dan migran dengan buruh domestik dan migran pada sektor yang lain sering mengakibatkan kebijakan yang tidak adil dan diskriminatif bagi PRT domestik dan migran.
Sementara di sisi lain perlindungan hukum baik di level lokal, nasional dan internasional tidak melindungi PRT. Kondisi ini yang semakin memberi ruang sistematis bagi pelanggaran hak-hak PRT. Mengambil pelajaran dari situasi tidak layak - perbudakan dan peristiwa penganiayaan terhadap PRT baik domestik, migran, termasuk anak-anak, penting untuk mengingatkan kepada negara: pemerintah, dan wakil rakyat yang selalu berpikir menunggu jumlah kasus, baru kemudian mengambil langkah. Kita tahu bahwa jutaan kawan-kawan PRT mengalami persoalan eksploitasi, kerentanan pelecehan dan kekerasan, dan mereka tak berdaya menyuarakannya. Maka bagaimanapun sistem perlindungan untuk mencegah dan melindungi PRT dari berbagai tindak kekerasan adalah hal yang mendasar dan mendesak. Oleh karena itu, Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta (JPPRT-DIY) menyerukan suara Pekerja Rumah Tangga sebagai berikut:
1. Berikan upah dan kerja layak bagi PRT mulai dari sekarang juga!
2. Segera sah kan Rancangan UU Perlindungan PRT.
3. Segera susun Perlindungan Hukum bagi PRT di tingkat II Kotamadya/Kabupaten di Yogyakarta.
Demikian seruan kami JPPRT DIY yang beranggotakan: Serikat PRT ‘Tunas Mulia” DIY; Konggres Organisasi Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta (KOY); Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND); IHAP; KPI-DIY; LKBH UII; PKBH UMY; Perhimpunan Solidaritas Buruh (PSB); Rifka Annisa; Yayasan Kembang; PKBI DIY; SP KINASIH; Aliansi Buruh Yogyakarta; Sahabat Perempuan; LSPPA; Samin; Mitra Wacana; LOS; LOD; LBH Yogyakarta; Yasanti; Forum LSM DIY dan Individu-Individu.

Yogyakarta, 14 Februari 2011

PRT Turun Jalan Serukan Pemberian Upah Layak

Senin, 14 Pebruari 2011 12:40:00


YOGYA (KRjogja.com) - Puluhan massa yang tergabung dalam Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JPPRT) DIY melakukan aksi dan longmarch dari parkir Abu Bakar Ali Yogyakarta hingga ke kawasan Titik Nol, Senin (14/2). Mereka menuntut adanya pemberian upah yang layak serta perlindungan bagi pembantu rumahtangga (PRT).

Koordinator aksi, Henny mengungkapkan, PRT dalam realitasnya saat ini rentan terhadap kekerasan fisik, psikis, sosial dan ekonomi. Padahal PRT merupakan kelompok pekerja perempuan terbesar secara global yang berjumlah lebih dari 100 juta di dunia, 4 juta di Indonesia dan lebih dari 6 juta PRT Indonesia lainnya yang bekerja di luar negeri. Sementara di wilayah DIY sendiri mencapai 36 ribu orang lebih.

"PRT masih saja berada pada situasi hidup dan kerja yang tidak layak atau layaknya situasi perbudakan. PRT mengalami pelanggaran hak dengan upah yang sangat rendah, rentan akan eksploitasi, serta tidak memiliki jaminan ketenagakerjaan," ujarnya.

Menurutnya, hingga kini bahkan PRT tidak diakui sebagai bagian dari pekerja. Karena pekerjaan rumah tangga tidak dianggap sebagai pekerjaan yang sesungguhnya dan mengalami diskriminasi. Banyak pula kebijakan pemerintah yang tidak adil terhadap PRT.

"Perlindungan hukum baik di level nasional maupun internasional terhadap PRT masih sangat rendah. Kondisi ini semakin memberikan ruang yang luas bagi pelanggaran hak-hak PRT. Pemerintah terkesan hanya menunggu terjadinya kasus beru kemudian mengambil langkah," katanya.

Pihaknya menegaskan bahwa sistem perlindungan untuk melindungi dan mencegah PRT dari berbagai tindak kekerasan adalah hal yang mendasar dan mendesak. "Karena itu kami menuntut agar segera dilakukan perbaikan upah yang layak, segera sahkan undang-undang perlindungan PRT dan segera susun perlindungan hukum bagi PRT di tingkat kota dan kabupaten," tandasnya. (Ran)

Rabu, 09 Februari 2011

Jemek suarakan hati PRT lewat pantomim

Rabu, 09 Februari 2011 09:33:19


JOGJA: Prihatin akan nasib pekerja rumah tangga (PRT) yang terus menjadi korban kekejaman majikan, Jemek Supardi telah menyiapkan pertunjukan pantomim di Bundaran HI Jakarta dan Titik Nol Kilometer Jogja, 15 Februari 2011 mendatang.

Rencananya, pentas pantomim bertajuk Tiada Hari Tanpa Kerja itu akan berlangsung serentak di dua kota. Diperankan 22 orang perempuan PRT, 16 yang berada di Jakarta yakni kumpulan PRT yang tergabung dalam beberapa komunitas, sementara enam lainnya adalah PRT dari LSM Tjoet Nyak Dien Jogja.

Jemek hadir sebagai pelatih sekaligus sutradara. Dia ingin menunjukan bahwa para PRT juga mampu melakukan demonstrasi dengan cara halus melalui pertunjukan pantomim.

Mulanya, Jemek terinspirasi atas ketidakadilan hak kaum pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia dan luar negeri. "Rasanya sama saja, mereka tergiur iming-iming majikan dan ternyata tidak diberikan waktu senggang demi kepentingannya sendiri," ungkap Jemek yang ditemui Harian Jogja di Taman Budaya Yogyakarta, Selasa (8/2).

Menurut Jemek, kondisi ini sudah sejak lama dialami para PRT. Bukan mencari siapa yang salah, namun lelaki kelahiran Sleman, 1953 itu, mencoba menggambarkan situasi nyata di depan khalayak umum.

Seperti janji-janji manis para majikan yang tidak pernah ditepati, PRT yang wajib meninggalkan izasah sebagai jaminan dan akhirnya dia tidak bisa melarikan diri, atau mereka tidak tahu kemana harus mengadu.

Kesadaran dan kecerdasan PRT dinilai penting sebagai hal yang utama ketika mereka memutuskan bekerja di lingkungan rumah tangga orang lain. Jemek juga menuding, jika pemerintah kurang cakap menguatkan sumber daya para calon PRT.

Tak hanya itu, kerumitan biro jasa penyalur PRT pun menyulitkan. Lantaran prosedur yang memakan waktu lama dan rumit itulah, biasanya para calon PRT atau TKW tidak sabar lantas memilih biro tidak resmi.

Belum lagi, tawaran yang muluk-muluk dari teman sesama PRT membuat calon PRT tergiur. Itulah yang disebut Jemek sebagai jebakan yang tidak disadari. “Saya hanya menuangkan semua ide itu, mereka mengekspresikan gerakannya secara bebas,” ungkap Jemek.

Dilematis
Jemek menyadari, apalah arti sebuah pantomim bagi para petinggi negara dan masyarakat yang sibuk mengurus kehidupannya. "Demonstrasi anarkis saja tidak digubris, apalagi dengan demonstrasi budaya? Dilematis sih, tapi saya merasa punya kepedulian, itu saja," tukasnya kalem.

Kepeduliannya itulah yang menuntun Jemek untuk tetap berangkat ke Jakarta, 11 Februari 2011 mendatang. Dia akan melatih para PRT di sana selama tiga hari berturut-turut. Penggemar pantomimer Prancis Marcel Marceau itu yakin, paling tidak siapapun yang menontonnya, terutama para majikan akan segera bercermin diri.

Jemek sendiri telah belajar pantomim secara otodidak sejak tamat SMP. Dia adalah pamtomimer yang sedikit aneh, karena sering berpentas di tempat tak lazim seperti di jalan, kuburan, kerata api dan rumah sakit jiwa.

Jemek juga pernah menggelar aksi diam sepanjang Jogja-Jakarta saat aksi mahasiswa menuntut mundur Soeharto. Yang sempat menjadi buah bibir, tahun 1998 Jemek mementaskan dirinya mati dan dikubur di Makam Kintelan, tempat para pahlawan dikuburkan.

Karyanya seakan menggelitik pemerintah dan rakyat, misalnya Nguntal Jagad 2001 di Jakarta. Lewat pantomim itu, dia berteriak keras bahwa bumi ini tidak layak lagi untuk dihuni.(Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)

HARJO CETAK

Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)