Rabu, 09 Februari 2011

Jemek suarakan hati PRT lewat pantomim

Rabu, 09 Februari 2011 09:33:19


JOGJA: Prihatin akan nasib pekerja rumah tangga (PRT) yang terus menjadi korban kekejaman majikan, Jemek Supardi telah menyiapkan pertunjukan pantomim di Bundaran HI Jakarta dan Titik Nol Kilometer Jogja, 15 Februari 2011 mendatang.

Rencananya, pentas pantomim bertajuk Tiada Hari Tanpa Kerja itu akan berlangsung serentak di dua kota. Diperankan 22 orang perempuan PRT, 16 yang berada di Jakarta yakni kumpulan PRT yang tergabung dalam beberapa komunitas, sementara enam lainnya adalah PRT dari LSM Tjoet Nyak Dien Jogja.

Jemek hadir sebagai pelatih sekaligus sutradara. Dia ingin menunjukan bahwa para PRT juga mampu melakukan demonstrasi dengan cara halus melalui pertunjukan pantomim.

Mulanya, Jemek terinspirasi atas ketidakadilan hak kaum pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia dan luar negeri. "Rasanya sama saja, mereka tergiur iming-iming majikan dan ternyata tidak diberikan waktu senggang demi kepentingannya sendiri," ungkap Jemek yang ditemui Harian Jogja di Taman Budaya Yogyakarta, Selasa (8/2).

Menurut Jemek, kondisi ini sudah sejak lama dialami para PRT. Bukan mencari siapa yang salah, namun lelaki kelahiran Sleman, 1953 itu, mencoba menggambarkan situasi nyata di depan khalayak umum.

Seperti janji-janji manis para majikan yang tidak pernah ditepati, PRT yang wajib meninggalkan izasah sebagai jaminan dan akhirnya dia tidak bisa melarikan diri, atau mereka tidak tahu kemana harus mengadu.

Kesadaran dan kecerdasan PRT dinilai penting sebagai hal yang utama ketika mereka memutuskan bekerja di lingkungan rumah tangga orang lain. Jemek juga menuding, jika pemerintah kurang cakap menguatkan sumber daya para calon PRT.

Tak hanya itu, kerumitan biro jasa penyalur PRT pun menyulitkan. Lantaran prosedur yang memakan waktu lama dan rumit itulah, biasanya para calon PRT atau TKW tidak sabar lantas memilih biro tidak resmi.

Belum lagi, tawaran yang muluk-muluk dari teman sesama PRT membuat calon PRT tergiur. Itulah yang disebut Jemek sebagai jebakan yang tidak disadari. “Saya hanya menuangkan semua ide itu, mereka mengekspresikan gerakannya secara bebas,” ungkap Jemek.

Dilematis
Jemek menyadari, apalah arti sebuah pantomim bagi para petinggi negara dan masyarakat yang sibuk mengurus kehidupannya. "Demonstrasi anarkis saja tidak digubris, apalagi dengan demonstrasi budaya? Dilematis sih, tapi saya merasa punya kepedulian, itu saja," tukasnya kalem.

Kepeduliannya itulah yang menuntun Jemek untuk tetap berangkat ke Jakarta, 11 Februari 2011 mendatang. Dia akan melatih para PRT di sana selama tiga hari berturut-turut. Penggemar pantomimer Prancis Marcel Marceau itu yakin, paling tidak siapapun yang menontonnya, terutama para majikan akan segera bercermin diri.

Jemek sendiri telah belajar pantomim secara otodidak sejak tamat SMP. Dia adalah pamtomimer yang sedikit aneh, karena sering berpentas di tempat tak lazim seperti di jalan, kuburan, kerata api dan rumah sakit jiwa.

Jemek juga pernah menggelar aksi diam sepanjang Jogja-Jakarta saat aksi mahasiswa menuntut mundur Soeharto. Yang sempat menjadi buah bibir, tahun 1998 Jemek mementaskan dirinya mati dan dikubur di Makam Kintelan, tempat para pahlawan dikuburkan.

Karyanya seakan menggelitik pemerintah dan rakyat, misalnya Nguntal Jagad 2001 di Jakarta. Lewat pantomim itu, dia berteriak keras bahwa bumi ini tidak layak lagi untuk dihuni.(Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)

HARJO CETAK

Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)

Tidak ada komentar: