Kamis, 24 Februari 2011

Pemerintah Harus Melindungi PRT

Tribun Jogja - Kamis, 24 Februari 2011 18:15 WIB

Laporan Reporter Tribun Jogja, Hari Susmayanti

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN – Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JPPRT) mendesak agar Pemerintah Sleman segera mengeluarkan peraturan yang melindungi pekerja rumah tangga.

Buyung Ridwan Tanjung, Koordinator Sekretariat JPPRT menjelaskan, dengan terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 31 tahun 2010 tentang Pekerja Rumah Tangga maka pemerintah kabupaten wajib membuat produk hukum positif yang mengatur mengenai PRT.

"Peraturan Gubernur itu mengamanatkan kalau pemda harus membuat peraturan sejak 6 bulan pergub diundangkan," jelasnya , Kamis(24/2/2011).

Buyung juga menjelaskan sudah saatnya pekerja rumah tangga memperoleh payung hukum yang bisa melindungi pekerja dan majikan.

"Kedua belah pihak harus membuat perjanjian kerja sehingga hak dan kewajiban keduanya jelas," katanya.

Sementara itu wakil Bupati Sleman Yuni Satia Rahayu menjelaskan pihak Pemda Sleman akan berkoordinasi dengan dinas terkait untuk segera membuat draft peraturan.

"Sleman merupakan kota tujuan para pekerja rumah tangga untuk mencari pekerjaan sehingga perlu secepatnya dibuat peraturan," katanya.

Menurut data yang diperoleh JPPRT, pada tahun 2002 jumlah pekerja rumah tangga di Yogyakarta mencapai sekitar 37.000 orang. Sleman menempati urutan tertinggi dengan 17.713 pekerja, Bantul 7.858 pekerja, Kota Yogya 7.441 pekerja, Kulonprogo 2.362 pekerja dan Gunungkidul 1.587 pekerja.

Yuni juga menjelaskan kalau Peraturan Gubernur Nomor 31 tahun 2010 tentang Pekerja Rumah Tangga merupakan satu-satunya peraturan yang mengatur PRT di Indonesia sedangkan undang-undangnya belum dibuat oleh DPR pusat. (*)

Editor : taufik_jogja

Perlindungan Hukum Bagi PRT Mendesak Ditegakkan

Kamis, 24 Pebruari 2011 16:54:00
SLEMAN (KRjogja.com) - Perlindungan hukum bagi Pembantu Rumah Tangga (PRT) di Kabupaten Sleman perlu untuk ditegakkan. Pasalnya, jumlah PRT di Sleman merupakan yang terbanyak di antara kabupaten dan kota di DIY.

Dari data yang dimiliki LSM Cut Nyak Dien di tahun 2002, ada 37 ribu PRT di DIY. Sleman terdapat 17.713 orang, disusul Bantul dengan 7.858 orang, Kota dengan 7.441 orang, Kulonprogo dengan 2.362 orang dan Gunung Kidul dengan 1.587 orang.

"Data terbaru memang belum kami miliki, namun tidak akan jauh beda. Nah, Sleman ini paling banyak namun langkah pemerintah setempat masih belum ada untuk melindungi PRT ini," tandas Buyung Ridwan Tanjung, Kepala Divisi Advokasi Cut Nyak Dien di sela audiensi dengan Wakil Bupati Sleman, Yuni Satiya Rahayu di komplek Pemda Sleman, Kamis (24/2).

Buyung menambahkan, di kabupaten dan kota di DIY, draft rumusan mengenai Perbup PRT sudah disiapkan. Namun, di Sleman masih belum ada. "Makanya, dalam audiensi ini, kami harap Sleman segera melakukan inisiasi," imbuhnya.

Sementara itu, Wabup Sleman Yuni Satiya Rahayu mengaku, pihaknya sudah menyiapkan langkah untuk membuat Perbup PRT tersebut. Namun, hal ini belum akan terealisasi di tahun 2011 ini. "Yang penting kita sudah punya gantungan hukum, yakni Pergub No 31/2010 tentang PRT yang akan berlaku pada 1 April mendatang. Ini akan menjadi acuan dalam merumuskan Perbup," jelasnya.

Dalam perbup tersebut, lanjut Yuni, akan mengatur mengenai perlindungan bagi PRT maupun majikan. Yakni menyangkut gaji, jam kerja, fasilitas serta tempat tinggal. "Semua yang menyangkut perlindungan bagi mereka, akan kami atur. Jadi, baik PRT maupun majikan sama-sama mendapatkan perlindungan," akunya.

Oleh karena itu, antara PRT dengan majikan terlebih dulu harus membuat kesepakatan. Materi dalam kesepakatan tersebut akan dituangkan dalam surat perjanjian. "Itu nanti setelah Perbup jadi. Jadi, baik PRT yang sudah lama bekerja maupun yang baru harus membuat kesepakatan itu. Jadi, majikan pun punya hak hukum jika nantinya PRT melarikan diri," terang Yuni. (Dhi)

Kamis, 17 Februari 2011

Jpprt Minta Produk Hukum Perlindungan Prt

17 February 2011 20:10 WIB

Yogyakarta, www.jogjatv.tv - Meski belum adanya standar definisi tentang Pekerja Rumah Tangga atau PRT yang diterima secara resmi dalam regulasi internasional, namun definisi dalam legislasi dunia telah sepakat bahwa pelayanan rumah tangga memiliki sejumlah syarat baik hak dan kewajiban. Agar dalam prakteknya hak dan kewajiban PRT dapat berjalan seimbang, maka jaringan perlindungan pekerja rumah tangga, JPPRT DIY bersama Jala PRT dan TIFA meminta Pemerintah di tingkat Nasional hingga daerah untuk segera menyusun produk hukum tentang perlindungan PRT.

Dalam dialog perwujudan konvensi kerja layak PRT dan Undang-Undang Perlindungan PRT yang berlangsung di Kopma UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, JPPRT DIY bersama Jala PRT dan TIFA, merekomendasikan segera disusunnya peraturan di tingkat Nasional dan lokal terkait memenuhi, memajukan dan melindungi hak-hak PRT. Dalam pemaparannya, Koordinator Advokasi Rumpun Cut Nyak Din, Buyung Ridwan Tanjung mengungkapkan, dari sisi kuantitas PRT di DIY mencapai 1 per 10 dari jumlah PRT di Indonesia yang jumlahnya mencapai 570.000. Dari jumlah tersebut, sudah sewajarnya jika pemerintah ikut memperhatikan kesejahteraan para PRT yang sepertiga bagiannya adalah gadis muda di bawah umur.

Berdasarkan regulasi internasional, sudah ada 58 negara yang menyusun standar tentang PRT dan ketenagakerjaan, termasuk Malaysia. 3 tahun lalu Indonesia pernah memprotes Malaysia tentang tidak adanya perlindungan pekerja informal. Namun demikian hingga kini, Indonesia belum juga memiliki produk hukum bahkan mengecualikan PRT sebagai buruh pekerja. Meski inisiasi perlindungan PRT di Yogyakarta telah dimulai sejak 1998, namun produk hukum yang dimaksud memberikan prlindungan bagi PRT belum juga terealisasi.





Ernyta-Andri Y

sumber:
http://www.jogjatv.tv/berita/17/02/2011/jpprt-minta-produk-hukum-perlindungan-prt

Senin, 14 Februari 2011

Pembantu Rumah Tangga Tuntut Gaji Layak

Tribun Jogja - Senin, 14 Februari 2011 15:42 WIB
Laporan Reporter Tribun Jogja, Adrozen Ahmad

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Sekitar 100 orang perempuan pekerja rumah tangga (PRT) menggelar aksi unjukrasa di perempatan Kantor Pos Besar, Yogyakarta, Senin (14/2/2011). Pada aksi tersebut, mereka menuntut upah dan durasi kerja yang layak.

"Masih banyak PRT yang bergaji di bawah UMP dengan durasi kerja tanpa batas," kata koordinator aksi, Yuli Maheni (35), usai aksi, Senin (14/2/2011).

Aksi unjuk rasa ini, dimulai dari taman parkir Abubakar Ali sekitar pukul 10.00 WIB. Lantas berjalan kaki melintasi Jalan Malioboro menuju perempatan Kantor Pos Besar sejauh sekitar satu kilometer.

Aksi ini menampilkan teatrikal bertema kepedihan nasib PRT dengan membuat lingkaran kecil tepat di tengah-tengah perempatan. Aksi berakhir sekitar pukul 11.30 WIB, ditutup doa bersama dan pemotongan tumpeng.

"Kami akan terus menyuarakan hak-hak PRT hingga pemerintah dan masyarakat sadar bahwa kami juga manusia," katanya. (*)

Editor : syafik

sumber:
http://jogja.tribunnews.com/2011/02/14/pembantu-rumah-tangga-tuntut-gaji-layak

PRT Turun ke Jalan Tuntut Perlindungan dan Upah Layak

Senin, 14 Februari 2011 16:18 Redaksi Seruu.Com Kota - Yogyakarta

Yogyakarta,seruu.com - Puluhan massa yang tergabung dalam Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JPPRT) DIY, Senin (14/02) turun je jalan. Mereka menuntut pemberian upah yang layak dan perlindungan.

Menurut koordinator aksi, Henny mengungkapkan, tuntutan PRT tersebut sangat wajar. Karena dalam realitas masih rentan terhadap kekerasan fisik, psikis, sosial dan ekonomi.

PRT merupakan kelompok pekerja perempuan terbesar, yang secara global berjumlah lebih dari 100 juta di dunia, 4 juta di Indonesia dan lebih dari 6 juta PRT Indonesia lainnya yang bekerja di luar negeri. Di wilayah DIY sendiri mencapai 36.000 orang lebih.

Suasana hidup dan kerja masih belum layak. Sering mengalami pelanggaran hak dengan upah yang sangat rendah, rentan akan eksploitasi, serta tidak memiliki jaminan ketenagakerjaan.

Sejauh ini PRT tidak diakui sebagai bagian dari pekerja. Perlindungan hukum baik di tingkat nasional maupun internasional masih sangat rendah. Kondisi ini semakin memberikan ruang yang luas bagi pelanggaran hak-hak PRT. Pemerintah terkesan hanya menunggu terjadinya kasus beru kemudian mengambil langkah.

"Karena itu kami menuntut agar segera dilakukan perbaikan upah yang layak, segera disahkan undang-undang perlindungan PRT dan segera susun perlindungan hukum bagi PRT di tingkat kota dan kabupaten," kata dia dalam orasinya. [bw]

sumber:
http://www.seruu.com/index.php/2011021440585/kota/yogyakarta-seruu/prt-turun-ke-jalan-tuntut-perlindungan-dan-upah-layak-40585/menu-id-752.html?sms_ss=facebook&at_xt=4d5935fb2ee28b7e%2C0

PRT Unjuk Rasa Tuntut Upah dan Kerja Layak

14 February 2011 | 13:34
Yogyakarta - Sekitar 50 orang massa yang tergabung dalam Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta (JPPRT-DIY), melakukan aksi unjuk rasa di kawasan malioboro, senin (14/02/2011) menuntut diberikannya upah dan kerja yang layak bagi para pekerja rumah tangga di Yogyakarta.

Salah satu peserta unjuk rasa Ririn Sulastri mengatakan hingga saat ini pemerintah belum juga menetapkan besaran gaji yang layak bagi para pekerja rumah tangga, di sisi lain harga kebutuhan pokok terus melonjak, sehingga para pekerja rumah tangga terlalu berat untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

“Upah layak yang kita harapkan tidak ada bahkan tidak dikabulkan oleh pemerintah, padahal presiden SBY saja masih kurang dengan gajinya yang kita tidak tahu berapa jumlahnya”, ungkap Ririn saat melakukan orasi.

Di Yogyakarta kata dia, terdapat lebih dari 36.500 pekerja rumah tangga yang rentan terhadap berbagai kekrasan fisik, psikis, ekonomi, sosial, dimana PRT berada dalam situasi hidup dan kerja yang tidak layak dan tidak jauh berbeda dengan perbudakan, bahkan cenderung dilanggar hak-haknya.

“Tidak ada batasan kerja yang jelas dan layak dalam kerja domestik, jam kerja terlalu panjang, tidak ada hari libur atau cuti, minim akses bersosialisasi, tidak ada jaminan sosial, tidak ada perlindungan ketenagakerjaan”, ungkapnya.

Selain itu menurutnya, belum ada perlindungan hukum bagi PRT baik di tingkat lokal, nasional dan internasional, sehingga kondisi ini memberi ruang yang sistematis bagi pelanggaran terhadap hak-hak mereka.

“Jutaan PRT tidak berdaya menyuarakan berbagai pelanggaran hak yang mereka alami”,terangnya.

Selain berorasi, para pengunjuk rasa juga membawa berbagai poster tuntutan serta peralatan rumah tangga. Aksi para PRT tersebut juga diisi dengan aksi teaterikal pantomim yang menggambarkan potret buramnya persoalan yang dihadapi PRT di Indonesia.

sumber:
http://regional.kompasiana.com/2011/02/14/prt-unjuk-rasa-tuntut-upah-dan-kerja-layak/

Pekerja Rumah Tangga Tuntut Naik Gaji

Senin, 14 Februari 2011 | 22:22 WIB
YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Puluhan orang yang tergabung dalam Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga menggelar aksi damai dari Taman Parkir Abu Bakar Ali ke Titik Nol Kilometer untuk mendesak pemberian upah layak serta perlindungan bagi pekerja rumah tangga.

"PRT (Pekerja Rumah Tangga) sangat membutuhkan perlindungan, karena pada kenyataannya, profesi ini sangat rentan pada sejumlah kekerasan fisik, psikis, sosial dan ekonomi," kata Koordinator Aksi Henny di sela-sela aksi di Kota Yogyakarta, Senin (14/2/2011).

Kondisi kesejahteraan PRT juga masih belum layak, termasuk di dalamnya adalah upah yang masih sangat minim, bahkan rentan eksploitasi dan tidak disertai dengan jaminan kerja.

PRT juga merupakan kelompok pekerja perempuan terbesar yaitu ada lebih dari 100 juta orang di dunia, dan di Indonesia ada sekitar empat juta orang dengan profesi yang sama dan di DIY terdapat sekitar 36.000 orang PRT.

Oleh karena itu, PRT mengajukan tiga tuntutan yaitu upah dan kerja layak bagi PRT, mendesak rancangan UU Perlindungan PRT segera disahkan serta menyusun perlindungan hukum bagi PRT di DIY.

Masalah lain yang juga masih dihadapi PRT, pekerjaan tersebut tidak diakui sebagai pekerjaan profesional karena dianggap sebagai pekerjaan informal, sehingga tidak ada kebijakan dari pemerintah yang benar-benar berpihak pada PRT.

"Selama ini, pemerintah belum berbuat banyak untuk PRT. Mereka cenderung hanya menunggu kasus untuk menyelesaikannya dan bukan melakukan pencegahannya," lanjutnya.

Sejumlah eksploitasi yang masih jamak dialami oleh PRT di antaranya adalah pemotongan upah, jam kerja selama 12-16 jam per hari yang beresiko tinggi pada kesehatan, tidak ada libur atau cuti mingguan.

"Mereka juga sangat bergantung pada kebijakan dari majikan," katanya.

Oleh karenanya, PRT menuntut segera dilakukan perbaikan upah agar layak dan bila diperlukan menyusun perlindungan hukum bagi PRT di tingkat kota dan kabupaten.

Prt Tuntut Upah Dan Kerja Layak

14 February 2011 19:32 WIB
Yogyakarta, www.jogjatv.tv- Puluhan pekerja rumah tangga yang tergabung dalam Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta, JPPRT DIY, Senin siang(14/2), menggelar aksi unjuk rasa di perempatan Kantor Pos Besar Yogyakarta. Dengan mengusung sejumlah poster dan serbet, para PRT ini menuntut diberikannya upah dan kerja layak serta segera disahkannya RUU Perlindungan PRT.

Aksi unjuk rasa yang digelar oleh Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta, JPPRT DIY, dimulai dari Taman Parkir Abu Bakar Ali hingga perempatan Kantor Pos Besar Yogyakarta. Dalam aksinya PRT menyerukan agar diberikan upah dan kerja layak. Hal itu dikarenakan, para PRT menganggap pekerjaan sebagai PRT rentan dengan berbagai kekerasan baik fisik, psikis, ekonomi dan sosial. Selain itu, PRT juga sering mengalami pelanggaran hak, seperti upah rendah bahkan tidak dibayar, pemotongan yang semena-mena serta terkadang memiliki jam kerja di atas rata-rata yakni 12 hingga 16 jam per hari. Melalui aksi ini, PRT juga meminta Pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT dan menyusun perlindungan hukum bagi PRT di tingkat Kota dan Kabupaten di Yogyakarta.

Dalam unjukrasa tersebut, JPPRT juga menggelar aksi teatrikal menjemur pakaian dan membagi-bagikan nasi kuning, sebagai simbol meski di masyarakat profesi PRT sering dianggap rendah namun PRT juga memiliki jiwa sosial.



Ernyta-Arif

sumber:
http://www.jogjatv.tv/berita/14/02/2011/prt-tuntut-upah-dan-kerja-layak

BERIKAN UPAH DAN KERJA LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA, SEKARANG!

Berdasarkan Sakernas BPS 2008, dan estimasi ILO Tahun 2009 dari berbagai sumber data, Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan kelompok pekerja perempuan terbesar secara global: lebih dari 100 juta PRT di dunia, lebih dari 4 juta PRT domestik di Indonesia dan lebih dari 6 juta PRT migran dari Indonesia. Di Yogyakarta sendiri lebih dari 36.500 orang bekerja sebagai PRT.
Namun demikian, dalam realitasnya, Pekerja Rumah Tangga ini rentan berbagai kekerasan dari fisik, psikis, ekonomi, sosial. PRT berada dalam situasi hidup dan kerja yang tidak layak, situasi perbudakan. PRT mengalami pelanggaran hak-haknya: upah yang sangat rendah ataupun tidak dibayar; ditunda pembayarannya; pemotongan semena-mena; tidak ada batasan beban kerja yang jelas dan layak - semua beban kerja domestik bisa ditimpakan kepada PRT, jam kerja yang panjang: rata-rata di atas 12-16 jam kerja yang beresiko tinggi terhadap kesehatan, nasib tergantung pada kebaikan majikan; tidak ada hari libur mingguan, cuti; minim akses bersosialisasi - terisolasi di rumah majikan, rentan akan eksploitasi agen - korban trafficking, tidak ada jaminan sosial, tidak ada perlindungan ketenagakerjaan, dan PRT migran berada dalam situasi kekuasaan negara lain. Pekerja rumah tangga tidak diakui sebagai pekerja, karena pekerjaan rumah tangga tidak dianggap sebagai pekerjaan yang sesungguhnya dan mengalami diskriminasi terhadap mereka sebagai perempuan, migran, pekerja rumah tangga dan anak-anak. Dikotomi antara PRT baik domestik dan migran dengan buruh domestik dan migran pada sektor yang lain sering mengakibatkan kebijakan yang tidak adil dan diskriminatif bagi PRT domestik dan migran.
Sementara di sisi lain perlindungan hukum baik di level lokal, nasional dan internasional tidak melindungi PRT. Kondisi ini yang semakin memberi ruang sistematis bagi pelanggaran hak-hak PRT. Mengambil pelajaran dari situasi tidak layak - perbudakan dan peristiwa penganiayaan terhadap PRT baik domestik, migran, termasuk anak-anak, penting untuk mengingatkan kepada negara: pemerintah, dan wakil rakyat yang selalu berpikir menunggu jumlah kasus, baru kemudian mengambil langkah. Kita tahu bahwa jutaan kawan-kawan PRT mengalami persoalan eksploitasi, kerentanan pelecehan dan kekerasan, dan mereka tak berdaya menyuarakannya. Maka bagaimanapun sistem perlindungan untuk mencegah dan melindungi PRT dari berbagai tindak kekerasan adalah hal yang mendasar dan mendesak. Oleh karena itu, Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta (JPPRT-DIY) menyerukan suara Pekerja Rumah Tangga sebagai berikut:
1. Berikan upah dan kerja layak bagi PRT mulai dari sekarang juga!
2. Segera sah kan Rancangan UU Perlindungan PRT.
3. Segera susun Perlindungan Hukum bagi PRT di tingkat II Kotamadya/Kabupaten di Yogyakarta.
Demikian seruan kami JPPRT DIY yang beranggotakan: Serikat PRT ‘Tunas Mulia” DIY; Konggres Organisasi Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta (KOY); Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND); IHAP; KPI-DIY; LKBH UII; PKBH UMY; Perhimpunan Solidaritas Buruh (PSB); Rifka Annisa; Yayasan Kembang; PKBI DIY; SP KINASIH; Aliansi Buruh Yogyakarta; Sahabat Perempuan; LSPPA; Samin; Mitra Wacana; LOS; LOD; LBH Yogyakarta; Yasanti; Forum LSM DIY dan Individu-Individu.

Yogyakarta, 14 Februari 2011

PRT Turun Jalan Serukan Pemberian Upah Layak

Senin, 14 Pebruari 2011 12:40:00


YOGYA (KRjogja.com) - Puluhan massa yang tergabung dalam Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JPPRT) DIY melakukan aksi dan longmarch dari parkir Abu Bakar Ali Yogyakarta hingga ke kawasan Titik Nol, Senin (14/2). Mereka menuntut adanya pemberian upah yang layak serta perlindungan bagi pembantu rumahtangga (PRT).

Koordinator aksi, Henny mengungkapkan, PRT dalam realitasnya saat ini rentan terhadap kekerasan fisik, psikis, sosial dan ekonomi. Padahal PRT merupakan kelompok pekerja perempuan terbesar secara global yang berjumlah lebih dari 100 juta di dunia, 4 juta di Indonesia dan lebih dari 6 juta PRT Indonesia lainnya yang bekerja di luar negeri. Sementara di wilayah DIY sendiri mencapai 36 ribu orang lebih.

"PRT masih saja berada pada situasi hidup dan kerja yang tidak layak atau layaknya situasi perbudakan. PRT mengalami pelanggaran hak dengan upah yang sangat rendah, rentan akan eksploitasi, serta tidak memiliki jaminan ketenagakerjaan," ujarnya.

Menurutnya, hingga kini bahkan PRT tidak diakui sebagai bagian dari pekerja. Karena pekerjaan rumah tangga tidak dianggap sebagai pekerjaan yang sesungguhnya dan mengalami diskriminasi. Banyak pula kebijakan pemerintah yang tidak adil terhadap PRT.

"Perlindungan hukum baik di level nasional maupun internasional terhadap PRT masih sangat rendah. Kondisi ini semakin memberikan ruang yang luas bagi pelanggaran hak-hak PRT. Pemerintah terkesan hanya menunggu terjadinya kasus beru kemudian mengambil langkah," katanya.

Pihaknya menegaskan bahwa sistem perlindungan untuk melindungi dan mencegah PRT dari berbagai tindak kekerasan adalah hal yang mendasar dan mendesak. "Karena itu kami menuntut agar segera dilakukan perbaikan upah yang layak, segera sahkan undang-undang perlindungan PRT dan segera susun perlindungan hukum bagi PRT di tingkat kota dan kabupaten," tandasnya. (Ran)

Rabu, 09 Februari 2011

Jemek suarakan hati PRT lewat pantomim

Rabu, 09 Februari 2011 09:33:19


JOGJA: Prihatin akan nasib pekerja rumah tangga (PRT) yang terus menjadi korban kekejaman majikan, Jemek Supardi telah menyiapkan pertunjukan pantomim di Bundaran HI Jakarta dan Titik Nol Kilometer Jogja, 15 Februari 2011 mendatang.

Rencananya, pentas pantomim bertajuk Tiada Hari Tanpa Kerja itu akan berlangsung serentak di dua kota. Diperankan 22 orang perempuan PRT, 16 yang berada di Jakarta yakni kumpulan PRT yang tergabung dalam beberapa komunitas, sementara enam lainnya adalah PRT dari LSM Tjoet Nyak Dien Jogja.

Jemek hadir sebagai pelatih sekaligus sutradara. Dia ingin menunjukan bahwa para PRT juga mampu melakukan demonstrasi dengan cara halus melalui pertunjukan pantomim.

Mulanya, Jemek terinspirasi atas ketidakadilan hak kaum pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia dan luar negeri. "Rasanya sama saja, mereka tergiur iming-iming majikan dan ternyata tidak diberikan waktu senggang demi kepentingannya sendiri," ungkap Jemek yang ditemui Harian Jogja di Taman Budaya Yogyakarta, Selasa (8/2).

Menurut Jemek, kondisi ini sudah sejak lama dialami para PRT. Bukan mencari siapa yang salah, namun lelaki kelahiran Sleman, 1953 itu, mencoba menggambarkan situasi nyata di depan khalayak umum.

Seperti janji-janji manis para majikan yang tidak pernah ditepati, PRT yang wajib meninggalkan izasah sebagai jaminan dan akhirnya dia tidak bisa melarikan diri, atau mereka tidak tahu kemana harus mengadu.

Kesadaran dan kecerdasan PRT dinilai penting sebagai hal yang utama ketika mereka memutuskan bekerja di lingkungan rumah tangga orang lain. Jemek juga menuding, jika pemerintah kurang cakap menguatkan sumber daya para calon PRT.

Tak hanya itu, kerumitan biro jasa penyalur PRT pun menyulitkan. Lantaran prosedur yang memakan waktu lama dan rumit itulah, biasanya para calon PRT atau TKW tidak sabar lantas memilih biro tidak resmi.

Belum lagi, tawaran yang muluk-muluk dari teman sesama PRT membuat calon PRT tergiur. Itulah yang disebut Jemek sebagai jebakan yang tidak disadari. “Saya hanya menuangkan semua ide itu, mereka mengekspresikan gerakannya secara bebas,” ungkap Jemek.

Dilematis
Jemek menyadari, apalah arti sebuah pantomim bagi para petinggi negara dan masyarakat yang sibuk mengurus kehidupannya. "Demonstrasi anarkis saja tidak digubris, apalagi dengan demonstrasi budaya? Dilematis sih, tapi saya merasa punya kepedulian, itu saja," tukasnya kalem.

Kepeduliannya itulah yang menuntun Jemek untuk tetap berangkat ke Jakarta, 11 Februari 2011 mendatang. Dia akan melatih para PRT di sana selama tiga hari berturut-turut. Penggemar pantomimer Prancis Marcel Marceau itu yakin, paling tidak siapapun yang menontonnya, terutama para majikan akan segera bercermin diri.

Jemek sendiri telah belajar pantomim secara otodidak sejak tamat SMP. Dia adalah pamtomimer yang sedikit aneh, karena sering berpentas di tempat tak lazim seperti di jalan, kuburan, kerata api dan rumah sakit jiwa.

Jemek juga pernah menggelar aksi diam sepanjang Jogja-Jakarta saat aksi mahasiswa menuntut mundur Soeharto. Yang sempat menjadi buah bibir, tahun 1998 Jemek mementaskan dirinya mati dan dikubur di Makam Kintelan, tempat para pahlawan dikuburkan.

Karyanya seakan menggelitik pemerintah dan rakyat, misalnya Nguntal Jagad 2001 di Jakarta. Lewat pantomim itu, dia berteriak keras bahwa bumi ini tidak layak lagi untuk dihuni.(Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)

HARJO CETAK

Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)