Sabtu, 31 Maret 2012

PRT Dalam Revisi UU No. 39 Tahun 2004

Perkumpulan Panca Karsa bekerja sama dengan Yayasan Tifa dan Jala – PRT Jakarta menggelar Workshop Sosialisasi dan Konsultasi Publik Perlindungan Hak-hak Pekerja Rumah Tangga (PRT) dalam Revisi Undang-undang No. 39 Tahun 2004 (29/3/2012).

Acara tersebut dilaksanakan di Aula Pertemuan Lesehan Bumi Gora Mataram dan diikuti oleh 50 orang peserta yang terdiri Kepala SKPD Provinsi dan Kabupaten, Kepala Puskesmas, Camat, Kepala Desa, mantan buruh migrant, LSM dan lain-lain.

Pada acara tersebut juga diberikan kesempatan kepada dua orang mantan Tenaga Kerja Wanita (TKW) untuk menceritakan kisah terkait kekerasan yang mereka alami selama menjadi TKW.

Baiq Halwati (45), Direktur Perkumpulan Panca Karsa mengungkapkan Undang-undang No. 39 tahun 2004 tidak mampu melindungi hak-hak buruh migran secara nyata, karena undang-undang tersebut lebih banyak berbicara mengenai penempatan, bukan perlindungan.

Undang-undang No. 39 tahun 2004 tentang PPTKILN ini juga tidak memberikan perlindungan khusus bagi TKW yang bekerja pada sektor rumah tangga. Oleh karena itu perlu adanya banyak revisi terhadap UU No. 39 tahun 2004 ini.

“Kegiatan ini bertujuan untuk membangun dukungan publik terhadap proses advokasi hak-hak PRT dalam revisi UU No. 39 tahun 2004 serta mendorong partisipasi PRT migran dalam proses advokasi hak-hak PRT dalam revisi UU No. 39 tahun 2004”, ujarnya.

Melalui kegiatan ini diharapkan tercipta kerja advokasi yang sistematis dan berkelanjutan sehingga terpenuhinya hak-hak PRT migran dalam revisi UU No. 39 tahun 2004

sumber:
http://buruhmigran.or.id/2012/03/31/ppk-pancakarsa-tki-lombok-prt-dalam-revisi-uu-no-39-tahun-2004/

Rabu, 28 Maret 2012

Ratusan Ribu PRT di Indonesia Masih di Bawah Umur

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Diperkirakan sekitar 688.000 anak yang berusia 18 tahun menjadi pekerja rumah tangga (PRT) wanita di Indonesia dan 25 persen di antaranya berusia di bawah 15 tahun. Hal tersebut dikatakan Koordinator Program International Labour Organization (ILO) Untuk pekerja Migran, Muhammad Nour dalam diskusi di Medan, Sumatra Utara, Rabu (21/3).

Dia mengatakan, masih adanya anak berusia di bawah 15 tahun menjadi pekerja di rumah tangga, membuktikan masih banyaknya terdapat kemiskinan di negeri ini. "Angka kemiskinan masih banyak terdapat di Indonesia, hal ini perlu mendapat perhatian serius bagi Pemerintah untuk menanggulanginya," kata Nour.

Menurut dia, wanita berusia di bawah 15 tahun itu masih tergolong kecil dan tidak pantas bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Seharusnya, seorang wanita dalam usia yang masih tergolong muda itu adalah masa-masa mereka perlu mendapat pembinaan dan kasih sayang dari kedua orang tuanya serta menimba ilmu di sekolah.

Namun, kenyataannya wanita kecil itu, justru bekerja di rumah orang lain menjadi pembantu rumah tangga. "Kapan lagi waktunya wanita muda itu mengecap pendidikan seperti yang dirasakan teman-teman si usianya. Kehidupan seperti ini benar-benar menyedihkan dan memprihatinkan di era globalisasi ini," katanya.

Selanjutnya, dia menjelaskan, meskipun wanita yang jadi pembantu rumah tangga itu diberikan kesempatan untuk bersekolah. Namun kegiatan sekolah yang dilakukannya tidak tenang dan konsentrasi antara menimba ilmu dan bekerja.
"Cara belajar di sekolah juga tidak bisa fokus dan masih terbayang pekerjaan yang akan mereka lakukan di rumah majikan. Inilah kendala yang dihadapi pekerja rumah tangga anak yang sambil bersekolah," ujarnya.

Namun begitulah kenyataaan yang sering mereka hadapi karena wanita kecil itu terpaksa menjadi pembantu rumah tangga akibat kemiskinan. "Permasalahan kemiskinan dan pekerja rumah tangga anak yang seperti ini, saya rasa bukan hanya terjadi di Sumatra Utara, melainkan juga daerah-daerah lainnya di Indonesia," kata Nour.

sumber:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/03/21/m18sjo-ratusan-ribu-prt-di-indonesia-masih-di-bawah-umur

Hongkong Batalkan Aturan Status Penduduk bagi PRT Asing

HONGKONG, KOMPAS.com — Pengadilan banding Hongkong, Rabu (28/3/2012), membatalkan sebuah peraturan yang membuka pintu bagi ribuan pembantu rumah tangga asing untuk mengklaim sebagai penduduk di kota di China selatan tersebut.

"Harus sampai ke otoritas kedaulatan untuk memutuskan sejauh mana status penduduk bagi warna negara asing," kata Hakim Andrew Cheung yang menerima banding pemerintah, seperti dikutip Channel NewsAsia.

Pengadilan Tinggi Hongkong pada 30 September 2011 memutuskan pekerja asal Filipina, Evangeline Banao Vallejos, memiliki hak untuk meminta status tinggal permanen, sesuatu yang telah ditolak bagi PRT asing sampai saat itu.

Namun, pemerintah berpendapat bahwa pihak berwenang memiliki kekuasaan diskresi untuk memutuskan siapa yang berhak untuk tinggal di Hongkong, dan menolak argumen bahwa pembatasan terhadap PRT merupakan inskontitusional dan diskriminatif.

Panel tiga hakim di pengadilan banding diterima dengan suara bulat dengan argumen yang menyebutkan bahwa Pengadilan Tinggi tidak dapat mengesampingkan kewenangan pemerintah untuk memutuskan siapa yang bisa hidup di kota dan siapa yang tidak bisa.

Keputusan pengadilan banding ini menjadi pukulan besar bagi puluhan ribu pembantu rumah tangga yang memenuhi syarat mendapatkan status tinggal jika kasus Vallejos ditetapkan secara hukum.

"Ini merupakan prinsip dasar dalam hukum internasional bahwa negara berdaulat memiliki kekuasaan untuk mengakui, mengecualikan, dan mengusir orang asing," tulis Cheung.

Pengacara Vallejos tidak hadir di pengadilan, tetapi mereka sebelumnya mengindikasikan bahwa mereka akan membawa kasus ini ke pengadilan tertinggi Hongkong, bahkan kalau perlu ke pengadilan tingkat kasasi.

sumber:
http://internasional.kompas.com/read/2012/03/28/10431730/Hongkong.Batalkan.Aturan.Status.Penduduk.bagi.PRT.Asing

Terkait PRT, Pengadilan Menangkan Pemerintah Hong Kong

Metrotvnews.com, Hong Kong: Pemerintah Hong Kong memenangkan banding terkait keputusan soal boleh tidaknya seorang pembantu rumah tangga asing mengajukan diri sebagai penduduk tetap di kota itu. Sebelumnya, September lalu Pengadilan Tinggi Hong Kong memenangkan gugatan yang diajukan seorang pembantu rumah tangga asal Filipina, Evangeline Banao Vallejos.

Saat itu pengadilan menyebutkan aturan yang menyatakan pembantu rumah tangga tidak termasuk dalam kelompok warga asing yang berhak mengajukan permohonan sebagai penduduk tetap di negara itu adalah aturan yang tidak sesuai undang-undang dasar.

Pemerintah Hong Kong keberatan dengan keputusan tersebut. Mereka menilai aturan itu nantinya akan memberikan kesempatan kepada sekitar 300 ribu pembantu rumah tangga yang ada di sana menjadi warga tetap di wilayah yang pernah dikuasai Inggris ini.

Kondisi ini berakibat pada bertambahnya warga dengan status penduduk tetap di Hong Kong dan akan menjadi beban bagi kota itu. Keberatan Pemerintah Hong Kong kemudian dikabulkan pengadilan banding. Pengadilan banding mengatakan keputusan pengajuan jadi penduduk tetap tergantung kepada pemerintah yang berkuasa.

Pemerintah yang berkuasa berhak untuk memutuskan kategori warga asing yang berhak menjadi penduduk tetap Hong Kong. Namun perdebatan soal ini masih belum berakhir. Pengacara Vallejos, Mark Daly mengatakan mereka akan mengajukan banding.

"Ada sejumlah persoalan terkait hukum yang cukup ketat dan juga prinsip. Kami yakin bisa memenanginya," kata Daly kepada BBC News. "Vallejo adalah tipe orang Hong Kong yang patut dibanggakan."

Vallejo merupakan pembantu rumah tangga asal Filipina yang bekerja pada sebuah keluarga yang sama sejak tahun 1986 di Hong Kong. Kasus ini memunculkan perdebatan panjang dan meluas di negara itu terkait soal hak dan kondisi kerja sekitar 300 ribu pembantu rumah tangga yang kebanyakan berasal Filipina dan Indonesia.

Keputusan pengadilan sebelumnya telah memicu protes ribuan warga Hong Kong yang menentang pemberian status penduduk tetap terhadap pembantu rumah tangga asing yang bisa berdampak pada pelayanan publik dan pasar tenaga kerja di negara itu.

Keputusan pengadilan banding Hong Kong yang membatalkan keputusan sebelumnya mendapat reaksi keras dari Organisasi Pekerja Migran Asia. "Keputusan itu melegalkan diskriminasi terhadap pekerja migran," kata Delores Balladares salah satu pengurus organisasi itu. (bbc/DOR)

sumber:
http://www.metrotvnews.com/read/news/2012/03/28/86524/Terkait-PRT-Pengadilan-Menangkan-Pemerintah-Hong-Kong/14

Aniaya PRT Indonesia, WN Singapura Dihukum 13 Bulan

SINGAPURA, KOMPAS.com — Seorang ibu rumah tangga dijatuhi hukuman 13 bulan penjara karena didakwa menganiaya pembantu rumah tangga asal Indonesia selama empat bulan sehingga mengakibatkan cacat telinga.

Ibu rumah tangga itu, Norhanita Sulaiman, dinyatakan bersalah atas tiga dakwaan menyerang pembantunya, yang disebut Wakil Jaksa Penuntut Umum (DPP) Norman Yew karena "alasan sepele".

Channel NewsAsia, Rabu (28/3/2012), menyebutkan, ibu rumah tangga berusia 43 tahun itu menganiaya pembantunya dengan membakar wajah PRT dengan setrika panas, menamparnya, dan mengancamnya dengan pisau.

Pengadilan Singapura menyebutkan, Norhanita tidak senang dengan kinerja pembantunya dalam soal pekerjaan rumah tangga. Penganiayaan dilakukan di apartemennya di Geylang antara Maret dan Juni 2010.

Norhanita mengancam akan membunuh sang pembantu dengan pisau sepanjang 12 cm karena PRT itu lupa mematikan listrik pada termos setelah digunakan.

Pada kesempatan lain, Norhanita menyetrika pipi pembantunya karena dinilai tidak bisa menyetrika pakaian dengan rapi dan benar.

Akibat penganiayaan itu, PRT berusia 44 tahun itu mengalami berbagai luka di beberapa bagian tubuhnya.

Jaksa Yew juga menambahkan, PRT itu juga mengalami kekerasan mental saat ia diperintahkan oleh majikannya untuk berbohong kepada dokter ihwal penyebab luka-lukanya.

Hakim Distrik Liew Thiam Leng mencatat bahwa pekerjaan pembantu rumah tangga dalam posisi yang rentan ketika Norhanita menyalahgunakan wewenangnya.

sumber:
http://internasional.kompas.com/read/2012/03/28/08562753/Aniaya.PRT.Indonesia.WN.Singapura.Dihukum.13.Bulan

PRT Asal Cilacap Disekap di Medan

SERAMBINEWS.COM, MEDAN - Kasus dugaan perdagangan wanita yang melibatkan sindikat antarprovinsi terungkap setelah seorang korban melaporkannya ke Polresta Medan, Rabu (28/3/2012). Kawanan pelaku disinyalir menyamar sebagai yayasan penyalur tenaga kerja wanita untuk dijadikan pembantu rumahtangga.

Dugaan kejahataan itu diungkapkan korban, Sarwi (38) yang mengaku sudah ditipu oleh Yayasan Ibu Sani yang berkedudukan di Jakarta. Wanita asal Cilacap ini awalnya dijanjikan akan dipekerjakan di kawasan Cikampek.

"Saya setuju, karena Cikampek dengan Cilacap tidak begitu jauh. Suami saya pun sudah setuju," kata Sarwi.

Tapi harapan mengais rezeki dengan cara halal itu justru berujung petaka. Korban yang dikawal dua pria nyatanya dibawa ke Medan, dan dikurung di sebuah rumah yang memiliki plang bertuliskan Asrama Kasih. Korban mengaku sudah seminggu di dalam asrama itu, dan tak pernah dijanjikan bekerja.

"Saya frustasi, dikurung sepanjang hari," tukasnya.

Merasa dirinya telah ditipu, korban akhirnya nekat melarikan diri dari asrama itu. Selanjutnya dengan bekal seadanya, korban meminta penarik becak mengantarkannya ke Polresta Medan.

"Saya tak tau alamat asrama itu, karena baru sekali ini ke Medan," tukasnya.

Meski begitu, korban mengaku tak berniat menggiring kasus itu ke ranah hukum. Kedatangannya ke kantor polisi hanya meminta perlindungan, karena ia takut pihak asrama mengejarnya dan menangkapnya kembali. Sejauh ini belum keterangan polisi terkait kasus yang dialami wanita asal Jawa itu. (rw)

Editor : arif

sumber:
http://aceh.tribunnews.com/2012/03/28/prt-asal-cilacap-disekap-di-medan#.T4ZY5UeTHGg.twitter

Senin, 26 Maret 2012

Ada 2,5 juta PRT di Indonesia

Kupang (ANTARA News) - Organisasi Buruh Internasional (ILO) memperkirakan jumlah pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia saat ini mencapai 2,5 juta orang lebih, 1,4 juta di antaranya bekerja di Pulau Jawa.

Koordinator Program ILO untuk Pekerja Migran Albert Y Bonasahat dalam seminar tentang masalah pekerja rumah tangga anak di Nusa Tenggara Timur, Senin, mengatakan jumlah pekerja rumah tangga tersebut merupakan hasil pendataan Badan PBB urusan Buruh Internasional di Indonesia pada 2004.

Ia mengatakan, mayoritas pekerja rumah tangga tersebut adalah perempuan dengan tingkat pendidikan yang rendah, karena terhadang ekonomi keluarga sehingga tidak mampu melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi.

Menurut dia, meski pekerja rumah tangga itu memiliki peran penting namun hingga kini pekerjaan tersebut belum diakui sebagai sebuah profesi layak untuk mendapatkan perlindungan memadai seperti peraturan perundangan ketenagakerjaan.

"Hal itulah yang membuat para PRT tidak dapat menikmati perlindungan ketenagakerjaan yang layak, sebagaimana para pekerja di sektor lainnya," kata Bonasahat.

Secara internasional, katanya, ILO telah mengeluarkan sejumlah batasan peraturan yang bisa digunakan sebagai acuan bagi negara-negara anggota ILO termasuk Indonesia untuk meratifikasinya agar dijadikan acuan dalam perlindungan terhadap pekerja rumah tangga.

"Dalam konvensinya nomor 189, ILO berharap bisa segera diratifikasi oleh negara-negara anggotanya, namun sayangnya hingga saat ini belum juga diratifikasi, termasuk Indonesia," kata Bonasahat.

Sementara itu, Koordinator Program ILO untuk Program Internasional Penghapusan Pekerja Anak (ILO-IPEC) Dede Sudono memperkirakan ada sekitar 688.000 anak di bawah usia 18 tahun adalah pekerja rumah tangga di Indonesia, dengan 25 persen di antaranya berusia di bawah 15 tahun.
(L003)

Editor: Aditia Maruli

COPYRIGHT © 2012

sumber:
http://www.antaranews.com/berita/303166/ada-25-juta-prt-di-indonesia

Kamis, 22 Maret 2012

Kemiskinan Membuat anak Jadi PRT

Liputan6.com, Medan: Diperkirakan sekitar 688.000 anak yang berusia 18 tahun menjadi pekerja rumah tangga (PRT) wanita di Indonesia dan 25 persen di antaranya berusia di bawah 15 tahun. Hal tersebut dikatakan Koordinator Program International Labour Organization (ILO) Untuk pekerja Migran, Muhammad Nour dalam diskusi interaktif dengan tema "Problematika dan Solusi tentang Pekerja Rumah Tangga dan Pekerja Rumah Tangga Anak di Sumatera Utara" yang digelar di Medan, Rabu (21/3).

Menurutnya, masih adanya anak berusia di bawah 15 tahun menjadi pekerja di rumah tangga, membuktikan masih banyaknya terdapat kemiskinan di negeri ini. "Angka kemiskinan masih banyak terdapat di Indonesia, hal ini perlu mendapat perhatian serius bagi Pemerintah untuk menanggulanginya," kata Nour.

Menurut dia, wanita berusia di bawah 15 tahun itu masih tergolong kecil dan tidak pantas bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Seharusnya, seorang wanita dalam usia yang masih tergolong muda itu adalah masa-masa mereka perlu mendapat pembinaan dan kasih sayang dari kedua orang tuanya serta menimba ilmu di sekolah.

Nour menambahkan, meskipun wanita yang jadi pembantu rumah tangga itu diberikan kesempatan untuk bersekolah. Namun kegiatan sekolah yang dilakukannya tidak tenang dan konsentrasi antara menimba ilmu dan bekerja.

"Cara belajar di sekolah juga tidak bisa fokus dan masih terbayang pekerjaan yang akan mereka lakukan di rumah majikan. Inilah kendala yang dihadapi pekerja rumah tangga anak yang sambil bersekolah," ujarnya.
Namun begitulah kenyataaan yang sering mereka hadapi karena wanita kecil itu terpaksa menjadi pembantu rumah tangga akibat kemiskinan.

"Permasalahan kemiskinan dan pekerja rumah tangga anak yang seperti ini, saya rasa bukan hanya terjadi di Sumatera Utara, melainkan juga daerah-daerah lainnya di Indonesia," kata Nour. Menurut hasil studi yang diperoleh ILO pada 2004 disebutkan, diperkirakan terdapat 2.593.399 pekerja rumah tangga di Indonesia dan sekitar 1,4 milion juta di antaranya adalah pekerja rumah tangga yang bekerja di Pulau Jawa.

Mayoritas pekerja rumah tangga adalah perempuan dengan tingkat pendidikan yang rendah.Mereka umumnya datang dari keluarga miskin di masyarakat pedesaan. Selain pekerja rumah tangga dewasa, salah satu bentuk umum dari pekerja anak yang ditemukan di Indonesia adalah pekerja rumah tangga anak. (Ant/ARI)

sumber: http://berita.liputan6.com/read/383188/kemiskinan-membuat-anak-jadi-prt

Minggu, 18 Maret 2012

Aturan Baru PRT Indonesia di Malaysia Sesuai Standar Universal

Jakarta, Aturan baru yang mengatur bahwa pembantu rumah tangga (PRT) asal Indonesia hanya boleh mengerjakan satu macam tugas saja bagi majikannya menuai kritikan publik Malaysia. Kritikan tersebut dinilai berlebihan karena aturan tersebut sebenarnya merupakan pemenuhan hak PRT sesuai standar universal.

"Ini adalah pemenuhan hak-hak sesuai dengan standar universial," ujar Direktur Migrant Care, Anis Hidayah, saat berbincang dengan detikcom, Minggu (18/3/2012).

Dituturkan Anis, rata-rata PRT Indonesia di Malaysia memiliki beban kerja yang sangat berat. Seorang PRT bisa merangkap berbagai macam tugas rumah tangga, bahkan tanpa jam kerja yang jelas.

"Meski lingkupnya hanya di dalam rumah, tapi beban kerjanya sangat berat karena tidak ada aturan tentang jam kerja. Banyak dari mereka yang bekerja 20 jam sehari, ini sangat tidak layak," jelasnya.

Lalu mengenai upah minimal 700 ringgit bagi PRT Indonesia di Malaysia dinilai tidak logis, Anis justru menyebut upah tersebut yang paling rendah di antara PRT asing lainnya. "Upah 700 ringgit itu paling rendah, karena PRT dari Filipina saja gajinya sampai 1200 ringgit. Sri Lanka saja dapat 1000 ringgit," ucapnya.

Menurut Anis, berbagai protes dan kritikan publik Malaysia terhadap aturan tersebut wajar terjadi. Sebab selama ini majikan di sana cenderung mendapat keuntungan yang cukup mumpuni dengan mempekerjakan PRT Indonesia.

"Wajar saja. Majikan di sana sudah nyaman, mereka membayar PRT kita dengan murah dan bisa diperintah-perintah semau-maunya. Selama ini tidak ada batasan apa-apa. Kalau ada perubahan, mereka pasti protes," tutur Anis.

Jika memang mereka menyerukan agar tidak lagi mempekerjakan PRT Indonesia, hal tersebut justru disambut baik. "Tidak apa-apa, cari saja yang lain. Tidak bisa mempekerjakan PRT dengan majikan yang tidak bisa menghormati hak-hak PRT-nya," tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, banyak warga Malaysia yang geram mendengar keputusan baru terkait perekrutan PRT Indonesia. Media negeri jiran itu pun ramai memberitakannya. Bahkan harian The Star menulis berita tersebut dengan judul: "Employers: Let’s forget Indonesia and look for maids elsewhere".

Keputusan baru tersebut mengatur bahwa PRT Indonesia hanya akan menjalankan satu macam tugas saja untuk majikan-majikan mereka. Padahal selama ini tugas PRT di Malaysia adalah mencakup semua jenis pekerjaan, baik itu memasak, mengasuh anak, membersihkan rumah atau mengurus orang lanjut usia.

Keputusan ini dicapai dalam pertemuan satgas gabungan Malaysia-Indonesia untuk pengerahan, penempatan dan perlindungan PRT Indonesia. Pertemuan tersebut berlangsung di Jakarta pada Kamis, 15 Maret lalu.

(nvc/trq)


sumber:
http://news.detik.com/read/2012/03/18/072801/1870115/10/aturan-baru-prt-indonesia-di-malaysia-sesuai-standar-universal?nd992203605

Rabu, 14 Maret 2012

PRT Diperbudak Selama 25 Tahun

MEDAN - Sri Purwati alias Purowati alias Butet (30), warga Jalan Brigjen Katamso Gang Datuk, yang berprofesi sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) mengalami perbudakan selama lebih kurang sekitar setelah 25 tahun oleh majikannya. Karena tidak tahan lagi mengalami siksaan sejak usia 9 tahun, akhir membuat Sri mengadukan perbuatan yang diterimanya itu ke Mapolsekta Medan Kota.

Pengaduan itu dilakukannya, seusai dirinya berhasil menyelamatkan diri dari kediaman majikannya yang berinisial PRS, sekira pukul 19.00 WIB dengan didampingi Kepala Lingkungan(Kepling) setempat pada 8 Februari 2012 lalu.

Menurut Sri, selama dirinya bekerja dengan majikannya itu tidak pernah sekalipun mendapatkan upah kerja. Selain itu, Sri juga sering mendapat perlakuan kasar dan penganiayaan. Untuk makan saja, Sri diberi jatah, serta dilarang bergaul.

Tidak hanya sampai di situ saja, perilaku yang juga tidak terpuji dilakukan oleh majikannya, dengan cara mengubah identitas Sri secara keseluruhan. Ini dibuktikan dari Kartu Keluarga (KK) yang dibuat oleh keluarga majikannya.

Keinginannya saat ini, ketika ditemui temui wartawan di Penang Corner, Jalan Dr Mansyur Medan, Selasa (13/3), hanyalah kerinduannya pada keluarganya. "Saya mau ketemu keluarga. Ayah dan adik. Saya tidak marah (majikannya-red) dan mau dia dihukum ringan tapi saya minta ganti rugi," ungkap Sri.

Sedangkan itu, Koordinator Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sumut, Rina Sitompul SH yang mendampingi Sri mengemukakan, kasus Sri Purwati alias Purowati alias Butet merupakan kasus perbuadakan pertama kalinya yang terjadi di Sumatera Utara (Sumut) yang ditangani oleh pihaknya.

"Tidak menutup kemungkinan masih ada dan banyak Sri-Sri lainnya di luar sana. Kita minta, agar aparat penegak hukum segera memproses kasus dengan tegas dan tuntas," ucap Rina.

Ia menjelaskan, Sri menjadi dampingan P2TP2A sejak 10 Februari 2012 lalu, diantar oleh Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPID) Sumut. Sekarang, untuk sementara waktu Sri tinggal di Rumah Aman milik lembaga di bawah naungan Biro Pemberdayaan Perempuan Sumut.

Dalam konteks UU Perlindungan Anak bisa berlaku surut, maka majikan Sri sudah melakukan pelanggaran UU tersebut. "Kita berharap, agar aparat penagak hukum untuk tidak kecolongan dalam menentukan dan mengenakan pasal berlapis bagi pelaku. Selain KUHP, pelaku juga dikenakan UU KDRT karena kekerasan fisik, psikis, dan kekerasan ekonomi yang dialami korban selama ini," terangnya.

Apa yang dialami Sri tersebut, Menurut Rina Sitompul, merupakan kekerasan dalam rumah tangga dan melanggar undang-undang tenaga kerja yang mengarah ke perbudakan. "Ini pelanggaran HAM dan tidak berprikemanusiaan. Hak-hak Sri telah dirampas," tegas Rina.(ari)

sumber:
http://www.jpnn.com/berita.detail-120599

Senin, 05 Maret 2012

Singapura Wajibkan Majikan Beri Libur PRT-nya

TEMPO.CO , Singapura - Seluruh majikan di Singapura bakal diwajibkan memberi libur pekerja rumah tangganya sepekan sekali. Hal itu diatur dalam undang-undang terbaru yang bakal segera disahkan parlemen negeri itu.

Pengaturan hari libur, kata Menteri Sumber Daya Manusia Tan Chuan-Jin, efektif berlaku mulai 1 Januari 2013. Pihaknya akan mensosialisasikan peraturan itu.

Aturan tersebut berlaku bagi para majikan yang merekrut PRT mulai Januari 2013. Adapun untuk PRT yang telah bekerja bersama mereka, peraturan baru tidak akan berlaku untuk sisa izin kerja mereka. "Para pelayan memerlukan istirahat secara emosional dan mental yang sangat mereka butuhkan dengan bebas bekerja dan terpisah dari majikan mereka," katanya.

Tan mengatakan akan ada fleksibilitas soal aturan itu jika kedua belah pihak menyetujui kesepakatan yang mereka buat bersama. Misalnya, pengusaha dapat membayar pembantu mereka untuk bekerja pada hari libur sebagai bentuk kompensasi atau memutuskan hari lain untuk berlibur.

Para aktivis telah lama menuntut pemerintah membuat aturan hari libur bagi PRT. Tapi banyak yang khawatir hal ini akan disalahgunakan sang PRT.


sumber:
http://www.tempo.co/read/news/2012/03/05/118388159/Singapura-Wajibkan-Majikan-Beri-Libur--PRT-nya

Jumat, 02 Maret 2012

Pekerja Rumah Tangga (PRT) adalah Profesi

Kita sering mendengar atau melihat dalam berita baik cetak maupun elektronik bahwa berbagai kasus kekerasan menimpa PRT, Pekerja Rumah Tangga, bukan Pembantu Rumah Tangga. Tamu kita hari ini adalah seorang perempuan tangguh yang membantu ratusan buruh wanita di Jakarta untuk mengembangkan ketrampilan kepemimpinan. Ibu ini juga berencana untuk mendidik banyak pekerja di seluruh Indonesia, lebih pada hak-hak mereka yang bertujuan untuk menumbuhkan serikat pekerja sejati yang dipimpin, dikelola, dan ditangani oleh para pekerja yang dapat mewakili kebutuhan dan kepentingan buruh. Selamat pagi Ibu Ari Sunaryati. Ibu Ari ini adalah anggota Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga atau JALA PRT dari FSPSI Reformasi.

Iya betul, Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Reformasi.

Dan ibu juga penerima fellowship dari Ashoka ya Bu?

Iya betul, dari tahun 1991 hingga 1994.

Wow luar biasa sekali. Bu, seperti yang tadi saya sampaikan bahwa banyak kasus kekerasan Pekerja Rumah Tangga. Bagaimana dengan RUU PRT terkait kekerasan Pekerja Rumah Tangga?

Tahapan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga di DPR hingga saat ini adalah DPR telah membentuk Panja, dan punya draft Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT itu sendiri, serta naskah akademik. Kalau JALA PRT itu advokasinya sudah sejak tahun 2004. Pada 2004 hingga tahun 2009 sudah sempat masuk pada Prolegnas (Program Legislasi Nasional), tetapi tidak menjadi prioritas pembahasan. Kemudian tahun 2009 hingga tahun 2014 juga masuk Prolegnas pembahasan. Tahun 2010 pernah muncul, juga tahun 2011 pernah muncul menjadi Prolegnas tapi tidak dibahas, digantikan dengan RUU lain yang dianggap mungkin lebih seksi oleh para anggota parlemen kita. Lalu kemudian tahun 2012 ini kami mendesak agar RUU PRT segera disahkan menjadi Undang-Undang dengan isi yang standar layak atau kerja layak untuk pekerja, yaitu Pekerja Rumah Tangga.

Berarti RUU PRT ini posisinya maju tapi tidak masuk ke tahap-tahap untuk pengesahan ya Bu?

Iya, masih perlu perjuangan. Artinya, Panja sendiri harus segera merasa ini menjadi sangat penting dan harus disahkan di periode 2012 untuk perlindungan PRT. Karena ini sebenarnya sudah hal yang sangat mendesak. Terlebih PRT sampai hari ini masih disebut pembantu, belum diakui sebagai pekerja. Padahal apa yang mereka kerjakan, apa yang teman-teman kerjakan itu, betul-betul konkrit pekerjaan bukan sekadar membantu.

Pekerja Rumah Tangga Bukan hanya sekedar membantu secara sukarela tetapi itu adalah profesi?

Profesi karena misalnya mereka mencuci pakaian dari katun, pengguna jasa itu harus tahu bagaimana mencuci katun. Pakaian yang terdiri dari sutra bahannya, harus tahu bagaimana sutra itu dicuci. Itu kan perlu ketrampilan khusus dan pengetahuan khusus, tapi masih saja dianggap sebagai pembantu dengan gaji yang tidak standar.

Kebutuhan Pekerja Rumah Tangga sangat dibutuhkan oleh masyarakat banyak, jumlahnya sekitar 25 juta Pekerja Rumah Tangga?

Kalau asumsi kami karena pengguna jasa PRT itu rata-rata kelas menengah, kelas menengah Indonesia adalah 10%, jadi 10% dari penduduk Indonesia yang 250 juta itu artinya 25 juta. Itu juga dengan asumsi bahwa satu keluarga kelas menengah ini hanya punya satu PRT. Padahal seringkali punya pengasuh anak, punya pengasuh ibunya yang sudah sepuh, tukang kebun dan lain sebagainya.

Dengan banyaknya jumlah Pekerja Rumah Tangga ini, mengapa DPR khususnya Komisi IX tidak menjadikan RUU Pekerja Rumah Tangga sebagai prioritas?

Karena mayoritas anggota DPR yang menghadapi masalah ini lupa bahwa dirinya adalah penyelenggara negara dalam hal ini bertugas membuat Undang-Undang melindungi kelompok yang lemah. Karena filosofi Undang-Undang, filosofi perlindungan itu melindungi kelompok yang lemah untuk tidak dieksploitasi kelompok yang kuat. Asumsinya kelompok yang kuat dalam hal ini adalah pengguna jasa. Tetapi, para anggota DPR ini bertindak seakan-akan mereka menghadapi ini sebagai pengguna jasa harus berhadapan dengan kelompok PRT dan rekan-rekan yang memperjuangkan hak-haknya melalui Undang-Undang ini. Jadi, di sini ada yang salah menempatkan diri, memposisikan diri. Kalau memposisikan diri sebagai penyelenggara negara, sudah sepantasnya penyelenggara negara itu harus bertindak melindungi warga negara yang memang butuh perlindungan, bukan bertindak sebagai pengguna jasa.

Dengan tidak adanya UU Pekerja Rumah Tangga ini, bagaimana dengan kasus-kasus kekerasan terhadap Pekerja Rumah Tangga yang selama ini terjadi? Undang-Undang apa yang digunakan?

Kalau kasusnya tadi tindak kriminal atau pidana, ya kami menggunakan pasal Undang-Undang yang ada di hukum pidana. Misalnya kekerasan dalam rumah tangga, kami juga mencoba menggunakan Undang-Undang KDRT. Tetapi hal ini tidak cukup untuk melindungi secara keseluruhan hak rekan-rekan PRT ini. Karena hak rekan-rekan PRT seringkali upahnya pun tidak dibayar setiap bulan. Ada yang setiap tahun, bahkan lebih, dan ketika hari H harus membayar upah itu toh tidak dibayar seluruhnya.

Jadi, kan tetap pelanggaran-pelanggaran itu terjadi dan itu tidak bisa ditagih, tidak bisa digugat. Lantaran perjanjian kerjanya pun tidak tertulis, tidak ada saksi. Kalaupun ada saksi, saksinya adalah anggota keluarga pengguna jasa, yang pada saat harus bersaksi, dia membela ibunya atau membela pengguna jasa itu. Di sini berarti posisi PRT rentan sekali dalam kesendirian untuk memperjuangkan hak-haknya. Tidak ada hukum yang melindunginya.

Jadi, hak-hak PRT, misalnya gaji yang merupakan haknya itu menjadi tidak kuat ya Bu? Tergantung si majikannya memberikan atau tidak. Si PRT tidak bisa meminta itu secara hukum ya.

Betul itu. Sekarang tergantung baik hati majikannya ini. Kalo hatinya lagi baik ya dia akan memperlakukan baik, memberi upah yang juga baik. Tetapi baik ini kan tidak bisa dijadikan standar nasional atau standar keseluruhan. Karena berapa banyak yang baik, berapa banyak yang tidak. Bahkan banyak yang masih berpatokan pada nilai-nilai feodal, memandang PRT ini adalah dari kelas sosial yang rendah maka pengguna jasa ini merasa berhak lah memperlakukan PRT yang dari kelas rendah ini tidak setara dengan dirinya yang berkelas tinggi. Padahal ketika kita mengacu pada hak asasi manusia itu kan tidak ada tinggi rendah.

Betul sekali. Bu, selain hak-hak seperti hak gaji, apalagi hak yang biasanya ditindas oleh pengguna jasa ke Pekerja Rumah Tangga?

Hak-hak jaminan sosial. Selain gaji, jaminan sosial juga. Hak istirahat saja.

Seperti cuti?

Jangankan cuti, libur mingguan yang setelah enam hari kerja berturut-turut harus mendapatkan istirahat 24 jam inipun tidak semua PRT memperoleh. Kebanyakan tidak memperoleh. Jadi kerjanya satu bulan itu tiga puluh hari.

Jadi, bagaimana seharusnya RUU ini bisa didorong untuk bisa menjadi prioritas bagi DPR Komisi XI khusunya untuk merumuskan ini agar segera disahkan?

Kami lobi dengan para anggota DPR RI, apalagi sekarang sudah dibentuk Panja. Kami meyakinkan bahwa perlindungan PRT ini sesuatu kebutuhan yang mendesak. Bahkan kalau saya katakan, kalau diundangkan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang sesuai standar setting ILO misalnya, karena sudah terbit konvensi tahun 2011 kemarin. Pada 16 Juni telah diadopsi di Jenewa di konferensi internasional ILO, berisikan standar-standar setting yang harus diadopsi ke Undang-Undang nasional setiap negara anggota. Dan Indonesia adalah anggota ILO juga. Itu juga sebagai warisan periode mereka. Jadi anggota parlemen ini telah mewariskan sesuatu yang berguna untuk bangsa, untuk PRT, seharusnya jadi kebanggaan. Sebenarnya, ini harga yang prestige banget, tapi kenapa mereka memposisikan dirinya sebagai majikan daripada sebagai negarawan.

Mengenai Rancangan Undang-Undang ini sudah mendapatkan dukungan dari SBY, presiden kita, Susilo Bambang Yudhoyono di konvensi yang diadakan di Jenewa. Secara internasional sudah di-endorse, sudah didukung tetapi mengapa di Indonesia sendiri prosesnya sangat lama, Bu?

Persoalan itu juga membuat kami bertanya-tanya. Ketika tahun 2011 konferensi tahunan ILO di Jenewa, SBY diundang untuk berpidato mengenai dukungannya terhadap konvensi yang hendak diterbitkan ILO di tahun itu. Di dalam pidatonya itu sudah menyetujui adanya konvensi internasional yaitu konvensi ILO tentang kerja layak untuk PRT. Setelah itu kemudian tanggal 16 Juni 2011 ketika pemungutan suara negara mana anggota yang mendukung adanya konvensi untuk kerja layak PRT ini, itu ternyata mendapat suara terbanyak.

Oleh karena itu, konvensi ILO terbit di tanggal 16 Juni 2011. Konsekuensi logisnya karena SBY telah berpidato mendukung terbitnya konvensi kerja layak untuk PRT ini tentunya harus ada Undang-Undang nasional perlindungan PRT yang isinya tentu kerja layak sesuai konvensi ILO, tidak boleh lebih rendah dari itu standardnya. Diakui sebagai pekerja, diakui hak-haknya, diakui perlindungannya.

Sehingga profesi dari Pekerja Rumah Tangga ini menjadi profesi pekerjaan bukan hanya seperti yang tadi kita sebut pertama kali bahwa ini bukan pekerjaan yang sukarela, tetapi punya masa depan untuk bekerja di bidang ini?

Ya, dan perlu peningkatan kualitas PRT. Kalau saat ini masih dipandang belum terampil, negara kan punya Balai Latihan Kerja (BLK). Pemerintah punya BLK di wilayah-wilayah tersebar di seluruh Indonesia khususnya di mana kantong-kantong PRT itu perlu ditingkatkan. BLK diselenggarakan oleh negara jangan oleh swasta. Kalo swasta itu kan orientasinya mengambil keuntungan, tentu saja dia kurang qualified, itu banyak contohnya. Nah kalau diselenggarakan oleh negara calon-calon PRT ini dilatih sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa, tentunya ketika masuk kerja sudah bisa dia nyetrika katun, pakaian yang sutra, serta pakaian-pakaian lain sesuai dengan aturan-aturan main pemeliharaan pakaian. Misalnya yang juru masak, dia sudah bisa masak seperti masak rendang dan sebagainya.

Jadi dengan adanya BLK ini, meminimalisir kasus tindak kekerasan karena ada miskomunikasi antara pengguna jasa dengan Pekerja Rumah Tangga itu sendiri, Bu?

Selain dilatih keterampilan juga diberikan pengertian mengenai melindungi diri, misalnya menggunakan sarung tangan apabila ngepel karena obat-obat mengandung zat-zat kimia itu berbahaya untuk tangannya. Juga bagaimana cara mengatasi ketika kompornya bermasalah. Kalau jor-joran dan tidak pernah dilatih tapi tahu-tahu salah dikirim langsung, di sana majikan merasa saya sudah bayar mahal tetapi tidak bisa bekerja.

Ujung-ujungnya jadi kekerasan ya, Bu?

Iya. Maka dari itu harus segera sigap, harus peka penyelenggaraan negara ini menyelamatkan warganya. Jadi jangan dianggap komoditi ekspor yang memberi remiten besar tetapi dia tidak dilindungi ketika mengalami kekerasan, mengalami hak-haknya yang tidak dibayar. Ini kan sungguh tidak adil.

Apabila RUU perlindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga ini mulai berlaku, secara dampak sosialnya antara majikan dengan Pekerja Rumah Tangganya sendiri, apakah ini akan berdampak langsung Bu?

Contohnya pengupahan, kami sendiri sudah berpikir bahwa UMR sesuai dengan daerah masing-masing ditetapkan oleh dewan pengupahan tripartit daerah maupun nasional itu tidak langsung. Misalnya tahun 2012 ini diundangkan, lalu tahun 2013 langsung berlaku, itu tidak. Kami berpikir, itu harus bertahap misalnya tahun 2013 itu,hari ini kita anggap upah PRT itu Rp 500 ribu, 2013 nya itu Rp 600 ribu, tahun 2014 Rp 700 ribu. Mungkin kurun waktu 5 tahun atau 6 tahun sudah sejajar. Sehingga kami juga berharap perekonomian Indonesia 6 tahun ke depan juga lebih baik dari hari ini. Koruptornya jadi gak ada, sudah ditindak. Barang-barang koruptor disita untuk kemakmuran bangsa, itu kan juga cara-cara yang terhormat untuk dilakukan oleh para penyelenggara negara ini.

Menyinggung soal koruptor, korupsi, apakah dalam hal ini RUU Pekerja Rumah Tangga ini ada kaitannya dengan kasus-kasus atau tindakan-tindakan korupsi yang dilakukan agar si Undang-Undang ini dihambat atau diundur?

Kalau kami tidak bisa ngomong saklek bahwa ini tidak sexy itu pasti ya. Konon kabarnya, karena kami tidak punya bukti otentik itu kalau ada tawaran RUU yang sexy itu bisa digantikan sewaktu-waktu seperti tahun 2010, 2011. Sexy itu apa sih maksudnya? Kami juga menebak-nebak sexy itu ada tambahan-tambahan per pasal katanya sekian M. Tapi itu kan rumor jadi kami tidak bisa menjustifikasi tertundanya pembahasan RUU PRT karena itu. Kami gak berani ngomong gitu toh karena memang kami tidak ada bukti.

Tapi itu sudah jadi rahasia umum untuk pasal-pasal agar jebol bisa disahkan harus ada proses seperti itu?

Sebenarnya yang semacam itu sudah menjadi perbincangan umum.

Hal-hal apa yang bisa dilakukan oleh masyarakat biasa seperti saya misalnya agar Rancangan Undang-Undang ini bisa disahkan? Bersama dengan JALA PRT bisa kita dorong untuk mulai agar RUU PRT ini menjadi dianggap sexy gitu, Bu?

Itu justru yang kami harapkan dari masyarakat sipil pengguna jasa maupun bukan pengguna jasa. Bila perlu mengumpulkan, membuat petisi mohon kepada parlemen maupun pemerintah untuk segera mengesahkan RUU perlindungan PRT di tahun 2012 ini karena alasan-alasan tertentu, misalnya, karena PRT tidak dilindungi itu tidak manusiawi. Kita besandar kepada ideologi Pancasila, yaitu Sila Kedua yang isinya Kemanusiaan yang adil dan beradab, kemudian Sila Kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Bagaimanapun juga PRT ini rakyat Indonesia. Alasan-alasan itu, lalu juga alasan hak asasi manusia, juga alasan perintah Undang-Undang Dasar 1945: kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Kalau PRT posisinya tidak layak bagi kemanusiaan itu, terus membuat isi suratnya ditandatangani sekelompok elemen masyarakat misalnya dari sini, Perspektif Baru, menggalang rekan-rekan seluruh Indonesia untuk mengirimkan petisi atau tanda-tangannya ke parlemen, ke Kementerian Tenaga Kerja itu mudah-mudahan menjadi gerakan masyarakat secara nasional. Masa sih kalau suara rakyat Indonesia secara nasional seperti itu gak didengar oleh wakil rakyat? Lantas, siapa dong di sana kalo gak mendengarkan suara rakyat ini?

Ya, mudah-mudahan dengan adanya perbincangan pada saat ini membahas mengenai rancangan undang-undang Pekerja Rumah Tangga bisa mendorong masyarakat untuk berpikir, sama-sama bergerak mendukung Rancangan Undang-Undang ini. Dan harapannya kita bersama-sama agar Rancangan Undang-Undang ini mulai dipikirkan kembali untuk mulai disahkan. Dan untuk masyarakat di seluruh Indonesia yang tertarik untuk membantu Rancangan Undang-Undang ini bisa menghubungi ibu Ari Sunarijati di Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga.

Iya, di Seknas, Sekretariat Nasional Jaringan Advokasi Pekerja Rumah Tangga yang koordinatornya adalah Mba Lita Anggraeni.

sumber:
http://www.perspektifbaru.com/wawancara/832