Jumat, 02 Maret 2012

Pekerja Rumah Tangga (PRT) adalah Profesi

Kita sering mendengar atau melihat dalam berita baik cetak maupun elektronik bahwa berbagai kasus kekerasan menimpa PRT, Pekerja Rumah Tangga, bukan Pembantu Rumah Tangga. Tamu kita hari ini adalah seorang perempuan tangguh yang membantu ratusan buruh wanita di Jakarta untuk mengembangkan ketrampilan kepemimpinan. Ibu ini juga berencana untuk mendidik banyak pekerja di seluruh Indonesia, lebih pada hak-hak mereka yang bertujuan untuk menumbuhkan serikat pekerja sejati yang dipimpin, dikelola, dan ditangani oleh para pekerja yang dapat mewakili kebutuhan dan kepentingan buruh. Selamat pagi Ibu Ari Sunaryati. Ibu Ari ini adalah anggota Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga atau JALA PRT dari FSPSI Reformasi.

Iya betul, Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Reformasi.

Dan ibu juga penerima fellowship dari Ashoka ya Bu?

Iya betul, dari tahun 1991 hingga 1994.

Wow luar biasa sekali. Bu, seperti yang tadi saya sampaikan bahwa banyak kasus kekerasan Pekerja Rumah Tangga. Bagaimana dengan RUU PRT terkait kekerasan Pekerja Rumah Tangga?

Tahapan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga di DPR hingga saat ini adalah DPR telah membentuk Panja, dan punya draft Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT itu sendiri, serta naskah akademik. Kalau JALA PRT itu advokasinya sudah sejak tahun 2004. Pada 2004 hingga tahun 2009 sudah sempat masuk pada Prolegnas (Program Legislasi Nasional), tetapi tidak menjadi prioritas pembahasan. Kemudian tahun 2009 hingga tahun 2014 juga masuk Prolegnas pembahasan. Tahun 2010 pernah muncul, juga tahun 2011 pernah muncul menjadi Prolegnas tapi tidak dibahas, digantikan dengan RUU lain yang dianggap mungkin lebih seksi oleh para anggota parlemen kita. Lalu kemudian tahun 2012 ini kami mendesak agar RUU PRT segera disahkan menjadi Undang-Undang dengan isi yang standar layak atau kerja layak untuk pekerja, yaitu Pekerja Rumah Tangga.

Berarti RUU PRT ini posisinya maju tapi tidak masuk ke tahap-tahap untuk pengesahan ya Bu?

Iya, masih perlu perjuangan. Artinya, Panja sendiri harus segera merasa ini menjadi sangat penting dan harus disahkan di periode 2012 untuk perlindungan PRT. Karena ini sebenarnya sudah hal yang sangat mendesak. Terlebih PRT sampai hari ini masih disebut pembantu, belum diakui sebagai pekerja. Padahal apa yang mereka kerjakan, apa yang teman-teman kerjakan itu, betul-betul konkrit pekerjaan bukan sekadar membantu.

Pekerja Rumah Tangga Bukan hanya sekedar membantu secara sukarela tetapi itu adalah profesi?

Profesi karena misalnya mereka mencuci pakaian dari katun, pengguna jasa itu harus tahu bagaimana mencuci katun. Pakaian yang terdiri dari sutra bahannya, harus tahu bagaimana sutra itu dicuci. Itu kan perlu ketrampilan khusus dan pengetahuan khusus, tapi masih saja dianggap sebagai pembantu dengan gaji yang tidak standar.

Kebutuhan Pekerja Rumah Tangga sangat dibutuhkan oleh masyarakat banyak, jumlahnya sekitar 25 juta Pekerja Rumah Tangga?

Kalau asumsi kami karena pengguna jasa PRT itu rata-rata kelas menengah, kelas menengah Indonesia adalah 10%, jadi 10% dari penduduk Indonesia yang 250 juta itu artinya 25 juta. Itu juga dengan asumsi bahwa satu keluarga kelas menengah ini hanya punya satu PRT. Padahal seringkali punya pengasuh anak, punya pengasuh ibunya yang sudah sepuh, tukang kebun dan lain sebagainya.

Dengan banyaknya jumlah Pekerja Rumah Tangga ini, mengapa DPR khususnya Komisi IX tidak menjadikan RUU Pekerja Rumah Tangga sebagai prioritas?

Karena mayoritas anggota DPR yang menghadapi masalah ini lupa bahwa dirinya adalah penyelenggara negara dalam hal ini bertugas membuat Undang-Undang melindungi kelompok yang lemah. Karena filosofi Undang-Undang, filosofi perlindungan itu melindungi kelompok yang lemah untuk tidak dieksploitasi kelompok yang kuat. Asumsinya kelompok yang kuat dalam hal ini adalah pengguna jasa. Tetapi, para anggota DPR ini bertindak seakan-akan mereka menghadapi ini sebagai pengguna jasa harus berhadapan dengan kelompok PRT dan rekan-rekan yang memperjuangkan hak-haknya melalui Undang-Undang ini. Jadi, di sini ada yang salah menempatkan diri, memposisikan diri. Kalau memposisikan diri sebagai penyelenggara negara, sudah sepantasnya penyelenggara negara itu harus bertindak melindungi warga negara yang memang butuh perlindungan, bukan bertindak sebagai pengguna jasa.

Dengan tidak adanya UU Pekerja Rumah Tangga ini, bagaimana dengan kasus-kasus kekerasan terhadap Pekerja Rumah Tangga yang selama ini terjadi? Undang-Undang apa yang digunakan?

Kalau kasusnya tadi tindak kriminal atau pidana, ya kami menggunakan pasal Undang-Undang yang ada di hukum pidana. Misalnya kekerasan dalam rumah tangga, kami juga mencoba menggunakan Undang-Undang KDRT. Tetapi hal ini tidak cukup untuk melindungi secara keseluruhan hak rekan-rekan PRT ini. Karena hak rekan-rekan PRT seringkali upahnya pun tidak dibayar setiap bulan. Ada yang setiap tahun, bahkan lebih, dan ketika hari H harus membayar upah itu toh tidak dibayar seluruhnya.

Jadi, kan tetap pelanggaran-pelanggaran itu terjadi dan itu tidak bisa ditagih, tidak bisa digugat. Lantaran perjanjian kerjanya pun tidak tertulis, tidak ada saksi. Kalaupun ada saksi, saksinya adalah anggota keluarga pengguna jasa, yang pada saat harus bersaksi, dia membela ibunya atau membela pengguna jasa itu. Di sini berarti posisi PRT rentan sekali dalam kesendirian untuk memperjuangkan hak-haknya. Tidak ada hukum yang melindunginya.

Jadi, hak-hak PRT, misalnya gaji yang merupakan haknya itu menjadi tidak kuat ya Bu? Tergantung si majikannya memberikan atau tidak. Si PRT tidak bisa meminta itu secara hukum ya.

Betul itu. Sekarang tergantung baik hati majikannya ini. Kalo hatinya lagi baik ya dia akan memperlakukan baik, memberi upah yang juga baik. Tetapi baik ini kan tidak bisa dijadikan standar nasional atau standar keseluruhan. Karena berapa banyak yang baik, berapa banyak yang tidak. Bahkan banyak yang masih berpatokan pada nilai-nilai feodal, memandang PRT ini adalah dari kelas sosial yang rendah maka pengguna jasa ini merasa berhak lah memperlakukan PRT yang dari kelas rendah ini tidak setara dengan dirinya yang berkelas tinggi. Padahal ketika kita mengacu pada hak asasi manusia itu kan tidak ada tinggi rendah.

Betul sekali. Bu, selain hak-hak seperti hak gaji, apalagi hak yang biasanya ditindas oleh pengguna jasa ke Pekerja Rumah Tangga?

Hak-hak jaminan sosial. Selain gaji, jaminan sosial juga. Hak istirahat saja.

Seperti cuti?

Jangankan cuti, libur mingguan yang setelah enam hari kerja berturut-turut harus mendapatkan istirahat 24 jam inipun tidak semua PRT memperoleh. Kebanyakan tidak memperoleh. Jadi kerjanya satu bulan itu tiga puluh hari.

Jadi, bagaimana seharusnya RUU ini bisa didorong untuk bisa menjadi prioritas bagi DPR Komisi XI khusunya untuk merumuskan ini agar segera disahkan?

Kami lobi dengan para anggota DPR RI, apalagi sekarang sudah dibentuk Panja. Kami meyakinkan bahwa perlindungan PRT ini sesuatu kebutuhan yang mendesak. Bahkan kalau saya katakan, kalau diundangkan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang sesuai standar setting ILO misalnya, karena sudah terbit konvensi tahun 2011 kemarin. Pada 16 Juni telah diadopsi di Jenewa di konferensi internasional ILO, berisikan standar-standar setting yang harus diadopsi ke Undang-Undang nasional setiap negara anggota. Dan Indonesia adalah anggota ILO juga. Itu juga sebagai warisan periode mereka. Jadi anggota parlemen ini telah mewariskan sesuatu yang berguna untuk bangsa, untuk PRT, seharusnya jadi kebanggaan. Sebenarnya, ini harga yang prestige banget, tapi kenapa mereka memposisikan dirinya sebagai majikan daripada sebagai negarawan.

Mengenai Rancangan Undang-Undang ini sudah mendapatkan dukungan dari SBY, presiden kita, Susilo Bambang Yudhoyono di konvensi yang diadakan di Jenewa. Secara internasional sudah di-endorse, sudah didukung tetapi mengapa di Indonesia sendiri prosesnya sangat lama, Bu?

Persoalan itu juga membuat kami bertanya-tanya. Ketika tahun 2011 konferensi tahunan ILO di Jenewa, SBY diundang untuk berpidato mengenai dukungannya terhadap konvensi yang hendak diterbitkan ILO di tahun itu. Di dalam pidatonya itu sudah menyetujui adanya konvensi internasional yaitu konvensi ILO tentang kerja layak untuk PRT. Setelah itu kemudian tanggal 16 Juni 2011 ketika pemungutan suara negara mana anggota yang mendukung adanya konvensi untuk kerja layak PRT ini, itu ternyata mendapat suara terbanyak.

Oleh karena itu, konvensi ILO terbit di tanggal 16 Juni 2011. Konsekuensi logisnya karena SBY telah berpidato mendukung terbitnya konvensi kerja layak untuk PRT ini tentunya harus ada Undang-Undang nasional perlindungan PRT yang isinya tentu kerja layak sesuai konvensi ILO, tidak boleh lebih rendah dari itu standardnya. Diakui sebagai pekerja, diakui hak-haknya, diakui perlindungannya.

Sehingga profesi dari Pekerja Rumah Tangga ini menjadi profesi pekerjaan bukan hanya seperti yang tadi kita sebut pertama kali bahwa ini bukan pekerjaan yang sukarela, tetapi punya masa depan untuk bekerja di bidang ini?

Ya, dan perlu peningkatan kualitas PRT. Kalau saat ini masih dipandang belum terampil, negara kan punya Balai Latihan Kerja (BLK). Pemerintah punya BLK di wilayah-wilayah tersebar di seluruh Indonesia khususnya di mana kantong-kantong PRT itu perlu ditingkatkan. BLK diselenggarakan oleh negara jangan oleh swasta. Kalo swasta itu kan orientasinya mengambil keuntungan, tentu saja dia kurang qualified, itu banyak contohnya. Nah kalau diselenggarakan oleh negara calon-calon PRT ini dilatih sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa, tentunya ketika masuk kerja sudah bisa dia nyetrika katun, pakaian yang sutra, serta pakaian-pakaian lain sesuai dengan aturan-aturan main pemeliharaan pakaian. Misalnya yang juru masak, dia sudah bisa masak seperti masak rendang dan sebagainya.

Jadi dengan adanya BLK ini, meminimalisir kasus tindak kekerasan karena ada miskomunikasi antara pengguna jasa dengan Pekerja Rumah Tangga itu sendiri, Bu?

Selain dilatih keterampilan juga diberikan pengertian mengenai melindungi diri, misalnya menggunakan sarung tangan apabila ngepel karena obat-obat mengandung zat-zat kimia itu berbahaya untuk tangannya. Juga bagaimana cara mengatasi ketika kompornya bermasalah. Kalau jor-joran dan tidak pernah dilatih tapi tahu-tahu salah dikirim langsung, di sana majikan merasa saya sudah bayar mahal tetapi tidak bisa bekerja.

Ujung-ujungnya jadi kekerasan ya, Bu?

Iya. Maka dari itu harus segera sigap, harus peka penyelenggaraan negara ini menyelamatkan warganya. Jadi jangan dianggap komoditi ekspor yang memberi remiten besar tetapi dia tidak dilindungi ketika mengalami kekerasan, mengalami hak-haknya yang tidak dibayar. Ini kan sungguh tidak adil.

Apabila RUU perlindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga ini mulai berlaku, secara dampak sosialnya antara majikan dengan Pekerja Rumah Tangganya sendiri, apakah ini akan berdampak langsung Bu?

Contohnya pengupahan, kami sendiri sudah berpikir bahwa UMR sesuai dengan daerah masing-masing ditetapkan oleh dewan pengupahan tripartit daerah maupun nasional itu tidak langsung. Misalnya tahun 2012 ini diundangkan, lalu tahun 2013 langsung berlaku, itu tidak. Kami berpikir, itu harus bertahap misalnya tahun 2013 itu,hari ini kita anggap upah PRT itu Rp 500 ribu, 2013 nya itu Rp 600 ribu, tahun 2014 Rp 700 ribu. Mungkin kurun waktu 5 tahun atau 6 tahun sudah sejajar. Sehingga kami juga berharap perekonomian Indonesia 6 tahun ke depan juga lebih baik dari hari ini. Koruptornya jadi gak ada, sudah ditindak. Barang-barang koruptor disita untuk kemakmuran bangsa, itu kan juga cara-cara yang terhormat untuk dilakukan oleh para penyelenggara negara ini.

Menyinggung soal koruptor, korupsi, apakah dalam hal ini RUU Pekerja Rumah Tangga ini ada kaitannya dengan kasus-kasus atau tindakan-tindakan korupsi yang dilakukan agar si Undang-Undang ini dihambat atau diundur?

Kalau kami tidak bisa ngomong saklek bahwa ini tidak sexy itu pasti ya. Konon kabarnya, karena kami tidak punya bukti otentik itu kalau ada tawaran RUU yang sexy itu bisa digantikan sewaktu-waktu seperti tahun 2010, 2011. Sexy itu apa sih maksudnya? Kami juga menebak-nebak sexy itu ada tambahan-tambahan per pasal katanya sekian M. Tapi itu kan rumor jadi kami tidak bisa menjustifikasi tertundanya pembahasan RUU PRT karena itu. Kami gak berani ngomong gitu toh karena memang kami tidak ada bukti.

Tapi itu sudah jadi rahasia umum untuk pasal-pasal agar jebol bisa disahkan harus ada proses seperti itu?

Sebenarnya yang semacam itu sudah menjadi perbincangan umum.

Hal-hal apa yang bisa dilakukan oleh masyarakat biasa seperti saya misalnya agar Rancangan Undang-Undang ini bisa disahkan? Bersama dengan JALA PRT bisa kita dorong untuk mulai agar RUU PRT ini menjadi dianggap sexy gitu, Bu?

Itu justru yang kami harapkan dari masyarakat sipil pengguna jasa maupun bukan pengguna jasa. Bila perlu mengumpulkan, membuat petisi mohon kepada parlemen maupun pemerintah untuk segera mengesahkan RUU perlindungan PRT di tahun 2012 ini karena alasan-alasan tertentu, misalnya, karena PRT tidak dilindungi itu tidak manusiawi. Kita besandar kepada ideologi Pancasila, yaitu Sila Kedua yang isinya Kemanusiaan yang adil dan beradab, kemudian Sila Kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Bagaimanapun juga PRT ini rakyat Indonesia. Alasan-alasan itu, lalu juga alasan hak asasi manusia, juga alasan perintah Undang-Undang Dasar 1945: kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Kalau PRT posisinya tidak layak bagi kemanusiaan itu, terus membuat isi suratnya ditandatangani sekelompok elemen masyarakat misalnya dari sini, Perspektif Baru, menggalang rekan-rekan seluruh Indonesia untuk mengirimkan petisi atau tanda-tangannya ke parlemen, ke Kementerian Tenaga Kerja itu mudah-mudahan menjadi gerakan masyarakat secara nasional. Masa sih kalau suara rakyat Indonesia secara nasional seperti itu gak didengar oleh wakil rakyat? Lantas, siapa dong di sana kalo gak mendengarkan suara rakyat ini?

Ya, mudah-mudahan dengan adanya perbincangan pada saat ini membahas mengenai rancangan undang-undang Pekerja Rumah Tangga bisa mendorong masyarakat untuk berpikir, sama-sama bergerak mendukung Rancangan Undang-Undang ini. Dan harapannya kita bersama-sama agar Rancangan Undang-Undang ini mulai dipikirkan kembali untuk mulai disahkan. Dan untuk masyarakat di seluruh Indonesia yang tertarik untuk membantu Rancangan Undang-Undang ini bisa menghubungi ibu Ari Sunarijati di Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga.

Iya, di Seknas, Sekretariat Nasional Jaringan Advokasi Pekerja Rumah Tangga yang koordinatornya adalah Mba Lita Anggraeni.

sumber:
http://www.perspektifbaru.com/wawancara/832

Tidak ada komentar: