Selasa, 16 Februari 2010

Pemprop DIY Takkan Batalkan Perda PRT

Selasa, 16 Pebruari 2010 14:48:00


YOGYA (KRjogja.com) - Pemerintah Propinsi (Pemprop) DIY melalui Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Propinsi DIY, Tavip Agus Rayanto menegaskan, pihaknya tidak pernah membatalkan Perda Kota Yogyakarta No. 13/2009 tentang ketenagakerjaan yang salah satu pasalnya mengatur tentang Pekerja Rumah Tangga (PRT). Dalam hal ini, pemprop hanya bisa melakukan klarifikasi kepada Menteri Dalam Negeri.

"Propinsi itu mempunyai tugas untuk membantu pemerintah pusat dalam melakukan klarifikasi karena kita adalah kepanjangan tangan dari pusat. Yang memutuskan membatalkan atau tidak membatalkan Perda tersebut kewenangannya ada pada Menteri Dalam Negeri," terangnya kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (16/2).

Diterangkannya, klarifikasi tersebut diperlukan karena dalam Pasal 37 Perda tersebut ternyata membahas masalah PRT dimana tidak disebutkan seperti apa (secara formal) dalam UU ketenagakerjaan. "Karena itu maka pemprop DIY melakukan klarifikasi dengan SK Gubernur No 244 Tahun 2009," tuturnya.

Menurut Tavip, jika Menteri Dalam Negeri belum melaksanakan klarifikasi yang disampaikan Pemprop DIY, berarti Perda tersebut dengan kondisi seperti itu bisa tetap jalan. "Tetapi kalau menteri melakukan klarifikasi dengan membatalkan atau mengoreksi Perda tersebut, maka aturannya harus dipatuhi,'' katanya.

Sementara itu, Kepala Bagian Pengawasan Produk Hukum Biro Hukum Setda Propinsi DIY, Samsu Hadi menambahkan, dalam Surat Edaran Gubernur DIY No.568/0807 tanggal 5 Maret 2003 kepada bupati/walikota se-DIY disebutkan bahwa Gubernur mengharapkan agar Pemerintah Kabupaten/Kota menerbitkan peraturan yang mengatur hubungan kerja antara Pramurumahtangga dengan pengguna jasa.

''Gubernur sudah punya semangat bahwa PRT benar-benar harus dilindungi secara hukum. Kita juga bedakan antara PRT dan tenaga kerja. UU tenaga kerja adalah untuk tenaga trampil yang harus mengikuti pelatihan pelatihan, sedangkan PRT lain perlakuannya. Karena itu dalam waktu dekat Pemprop akan menyusun peraturan gubernur tentang PRT,'' imbuhnya.

Pihak Pemprop DIY juga sudah membentuk tim untuk membuat draft Peraturan Gubernur yang mengatur PRT dengan melibatkan beberapa pakar dari Perguruan Tinggi di DIY. Dimana PRT pada konsepnya adalah keluarga dan tidak sekedar hubungan majikan dengan buruh. (Ran)

Minggu, 14 Februari 2010

PRT Yogya Kembali Demo, Tuntut 15 Februari Hari PRT Nasional


Minggu, 14 Pebruari 2010 09:55:00


Massa dari beragam LSM di depan gedung DPRD DIY. Foto: Deny Hermawan

YOGYA (KRjogja.com) - Puluhan PRT dan aktivis Yogya yang tergabung di dalam Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JPPRT) Minggu (14/2) melakukan demo di gedung DPRD DIY. Selain kembali menuntut pencabutan SK Gubernur No.244 tahun 2009, yang menyatakan PRT bukan pekerja sektor informal, massa juga menuntut 15 Februari agar dijadikan
sebagai hari PRT nasional.

Massa JPPRT terdiri dari berbagai elemen, diantaranya Kongres Operata Yogyakarta (KOY), Serikat PRT Tunas Mulia, Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND), Rifka Anisa, PKBI DIY, Sahabat Perempuan, dan lain-lain. Menurut Direktur Yayasan RTND Yuni Satia Rahayu, JPPRT menuntut agar pemerintah provinsi mempertahankan Perda no. 13 tahun 2009 yang memuat satu pasal mengenai PRT. Massa juga menuntut pemberian hari libur (minggu) bagi PRT.

"Harapan PRT Yogya pupus dengan adanya SK Gubernur no 244, yang menyatakan PRT bukan pekerja sentor informal, sehingga tidak perlu diatur dalam Perda penyelenggaraan ketenagakerjaan. kami tidak akan pernah berhenti dan terus melakukan gerakan sampai terwujudnya perlindungan hukum untuk PRT,"tegasnya.

Selain membawa berbagai macam tulisan yang berisi tuutunan perlindungan bagi PRT, massa juga membawa dua buah serbet raksasa sepanjang kurang lebih sepuluh meter. DI serbet tersebut, tertulis berbagai aspirasi PRT, diantaranya ''Tolak SK Gubernur, PRT juga manusia, hentikan kekerasan terhadap PRT'', dan sebagainya. (Den)

Kamis, 11 Februari 2010

Regulasi PRT akan jadi Perda

Kamis, 11 Februari 2010 10:33:23


JOGJA: Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X dengan tegas mengatakan tidak akan mencabut Surat Keputusan (SK) 244/Kep/2009 yang menganulir Peraturan Daerah (Perda) Kota Jogja, No.13 Tahun 200, Pasal 37 tentang Kontrak Kerja dan Perjanjian Kerja Pembantu Rumah Tangga (PRT).

Hal ini disampaikan Sultan menyusul adanya desakan dari Kongres Organisasi PRT Yogyakarta (KOY), dalam aksi demo yang dilaksanakan di Pemkot Jogja, Selasa (9/2). Aksi para pembantu yang didampingi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) merasa kecewa terhadap SK Gubernur yang menganulir aturan perlindungan terhadap profesi pembantu rumah tangga.

Sultan mengatakan, penganuliran terhadap salah satu pasal dalam Perda yang diterbitkan Pemkot Jogja itu dilakukan menyusul adanya pembatasan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Ketentuan yang disyaratkan Mendagri dalam pembuatan Perda ketenagakerjaan adalah hanya mengatur para pekerja informal. Sedangkan, keberadaan PRT masih tergolong pekerja informal.

“Kan dasarnya sebelum Perda itu dikirim ke pusat. Itu (Perda) bisa dievaluasi oleh provinsi. Karena aturan dalam Perda itu ketentuan dalam negeri untuk tenaga kerja, bukan PRT yang sifatnya informal. Saya menolak itu, karena ada ketentuan atasan saya yang membatasi,” kata Sultan di Kepatihan, Rabu (10/2).

Menurut Sultan, SK itu sudah tepat. Namun bukan berarti Pemprov tidak berpihak pada PRT. Untuk masalah PRT, dia berjanji akan membentuk Perda sendiri. “Pemerintah Provinsi akan mengatur sendiri bentuk Perda bagi PRT (yang informal), karena Perda yang dibuat Pemkot itu masalah tenaga kerja. Untuk itu kami akan bentuk tim di tingkat provinsi, tak hanya untuk kota,” ujarnya.

Menanggapi pernyataan gubernur, Koordinator Advokasi PRT Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) Buyung Ridwan Tanjung mengaku tidak bisa mempercayai 100% atas janji gubernur. Alasannya, sejak 10 tahun lalu elemen masyarakat yang bergerak dalam memperjuangkan PRT sudah melakukan inisiasi mengenai Perda PRT agar masuk di tingkat provinsi.

“Tapi apa? Sama sekali tak pernah direspons. Padahal kami sudah memperjuangkan ini ke pihak eksekutif maupun legislatif, lengkap dengan draf Perda yang sudah kami buat. Jangankan direspons, masuk ke Prolegda saja tidak,” ujar dia dihubungi terpisah.

Menurutnya, Perda PRT tersebut sangat penting. Pasalnya, saat PRT diatur dalam perda, berarti PRT mendapat pengakuan sebagai pekerja. Sehingga, secara hukum para PRT telah memiliki perlindungan tersendiri bagi profesinya. Dengan diakuinya PRT sebagai pekerja, kata dia, PRT juga memiliki hak-hak yang sama dengan pekerja lainnya sebagaimana diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Buyung menolak apabila PRT dikatakan sebagai pekerja informal, yang memicu dikeluarkannya SK Gubernur tersebut. Karena, dalam UU Ketenagakerjaan, PRT sudah memenuhi tiga syarat untuk disebut sebagai pekerja, seperti pekerja formal pada umumnya. “Syarat itu adalah pekerjaan, adanya upah, serta adanya hubungan antara atasan dan bawahan,” imbuh dia.

Oleh Andreas Tri Pamungkas
Harian Jogja

Jawaban Sultan atas Aksi KOY dan RTND menolak SK GUB No. 244/Kep/2009


Rabu, 10 Februari 2010

Puluhan Pekerja Rumah Tangga Unjuk Rasa

MEDIA INDONESIA Selasa, 09 Februari 2010

YOGYAKARTA--MI: Puluhan pekerja rumah tangga (PRT) yang tergabung dalam Kongres Organisasi PRT Yogyakarta (KOY) menggelar unjuk rasa di depan kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta, Selasa (9/2).

Mereka menggelar aksi tersebut didampingi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) Yogyakarta dan diakhiri di Kantor DPRD Kota Yogyakarta.

Aksi tersebut merupakan dukungan agar DPRD dan Pemkot Yogyakarta memasukkan PRT dalam aturan ketenagakerjaan melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 tahun 2009.

Koordinator Advokasi KOY dan RTND Yogyakarta Buyung Ridwan Tandjung mengungkapkan aksi tersebut sekaligus sebagai ungkapan kekecewaan terhadap Surat Keputusan (SK) Gubernur yang tidak menyetujui PRT diatur dalam Perda No 13 tahun 2009.

"Melalui SK No 244/Kep/2009 tertanggal 14 Desember 2009, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta agar pasal yang memasukkan PRT ke dalam peraturan daerah tentang ketenagakerjaan dianulir," katanya.

Menurut Buyung, PRT juga membutuhkan perlindungan. Sehingga tekad Pemkot Yogyakarta untuk memasukkan mereka ke dalam perda adalah terobosan bagus dan layak dicontoh oleh daerah lain.

Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Kota Yogyakarta Sujanarko mengungkapkan, kewenangan Pemkot Yogyakarta hanya membuat perda dan menunggu persetujuan gubernur. Dengan demikian, jika gubernur sudah melakukan koreksi, pihaknya sudah tidak bisa berbuat apa-apa.

"DPR RI saat ini tengah menyusun rancangan undang-undang (UU) PRT. Kita tunggu saja," ujarnya. (SO/OL-01)

Aksi KOY dan RTND menolak SK GUB No. 244/Kep/2009







Selasa, 09 Februari 2010

PRT Yogyakarta Kecewa, Keputusan Gubernur Tak Akomodir

Senin, 01 Pebruari 2010 15:12:00

YOGYA (KRjogja.com) - Yayasan Rumpun Tjoet Njaki Dien (RTND), LSM yang bergerak pada bidang perlindungan kepada Pekerja Rumah tangga (PRT) merasa kecewa, karena Perda no 13 tahun 2009 tentang penyelenggaraan ketenagakerjaan diklarifikasi oleh Gubernur DIY. Klarifikasi dilakukan melalui Kepgub no 244 tahun 2009, yang memisahkan PRT dari perda tersebut.

Menurut Direktur Yayasan RTND Yuni Satia Rahayu, selama sepuluh tahun pihaknya berjuang agar PRT di Kota Yogyakarta mendapat perlindungan hukum. Satu pasal di dalam perda tersebut, yakni pasal 37 menyebutkan, PRT termasuk di dalam pekerja.

"Kami ingin tahu, sejauh mana penerapan perda tersebut, setelah disahkan Pemkot Yogyakarta, namun ternyata malah diklarifikasi oleh Gubernur," ujarnya saat rapat bersama Komisi D DPRD Kota Yogayakarta di gedung dewan setempat, Senin (1/2).

Sementara itu, kepala Dinsosnakertrans Kota Yogyakarta, MK Poncosiwi menjelaskan, dirinya pun merasa kecewa dengan adanya Kepgub yang diketahuinya baru-baru ini. namun ia mengaku, mau tidak mau menjalankan Keputusan gubernur ini, yang menurutnya juga mempunyai dasar yang kuat.

"Ada tujuh catatan di dalam Kepgub ini, salah satunya klarifikasi mengenai pasal 37, yang menjelaskan bahwa PRT harus dipisahkan dari eprda ini, karena PRT merupakan pekerja di sektor infirmal, sedangkan yang bisa ditangani oleh dinas adalah mereka yang bekerja di sektor usaha, sementara keluarga bukan merupakan bentuk usaha," jelasnya.

Tak hanya itu, wakil Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Sinarbiyat Nurjanat juga menyatakan sikap yang sama. Sinarbiyat mengaku kecewa, karena perjuangannya bersama eksekutif untuk mewujudkan perda perlindungan bagi PRT urung terwujud. Menurutnya, yang dapat dilakukan pihaknya adalah mendorong pengesahan undang-undang PRT di tingkat nasional.

"Kita bisa bersama-sama mendorong realisasi undang-undang perlindungan PRT, melalui prolegnas (program legislasi nasional) 2010 yang akan segera dibahas," ujarnya. (Den)

PRT Yogyakarta Tolak SK Gubernur


Selasa, 09 Pebruari 2010 10:22:00

Para PRT Yogyakarta turun ke jalan, menolak SK Gubernur DIY. (Foto : Deny Hernawan)

YOGYA (KRjogja.com) - Puluhan massa anggota Kongres Organisasi Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta (KOY) dan Yayasan Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) melakukan demonstrasi di depan rumah dinas Walikota Yogyakarta, Herry Zudianto di Timoho, Umbulharjo, Yogyakarta, Selasa (9/1). Massa menolak Surat Keputusan Gubernur DIY no 244 tahun 2009 yang mementahkan Perda no 13 tahun 2009 tentang ketenagakerjaan, dimana salah satu pasalnya mengatur tentang PRT.

Menurut Koordinator Divisi Advokasi RTND, Buyung Ridwan Tanjung, harapan para Pembantu Rumah Tangga (PRT) untuk mendapatkan perlindungan hukum melalui Perda no 13 tahun 2009 dimentahkan secara sewenang-wenang oleh gubernur melalui klarifikasi pencabutan PRT dari bagian pekerja formal, lewat Kepgub no 244 tahun 2009. Menurutnya, ini membuktikan tidak adanya penghormatan terhadap eksekutif dan legislatif ditingkat II (Kota Yogyakarta).

"Keputusan tersebut tidak hanya mengebiri hak-hak PRT untuk mendapatkan perlindungan secara hukum, namun juga mengebiri hak-hak DPRD Kota dan eksekutif yang telah mengesahkan perda tersebut pada 9 Juni 2009," ujarnya.

Pihaknya mendesak, eksekutif dan legislatif Kota Yogyakarta untuk melakukan uji materiil SK gubernur tersebut dan mempertahankan Perda no 13 tahun 2009. Setelah melakukan demo di samping balaikota, menurutnya massa akan melakukan aksi serupa di DPRD Kota Yogyakarta.

"Eksekutif dan legislatif harus membentuk konsultan ahli, untuk uji materiil SK gubernur tersebut. Kalaupu akhirnya mereka mendukung SK tersebut, kami sendiri yang akan melakukan uji materiil, akan kita lakukan lewat Mahkamah Agung," tegasnya. (Den)

Rumpun Tjut Nyak Dien tolak SK Gubernur


Selasa, 09 Februari 2010 11:05:17

JOGJA: Rumpun Tjut Nyak Dien menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Balekta Jogja, Selasa (9/2) pagi ini. Para demonstran menolak SK Gubernur No 244/2009 yang menganulir salah satu pasal dalam Perda 13/2009 tentang Penyelanggaraan Ketenagakerjaan.

Koordinator aksi, Buyung Ridwan menuturkan Perda tersebut sebenarnya sangat penting karena melindungi pembantu rumah tangga (PRT).

"Dengan munculnya SK Gubernur ini, perlindungan terhadap PRT kembali lemah," ujar Buyung.(Harian Jogja/Budi Cahyana)

FOTO: Harian Jogja/Gigih M Hanafi

Aksi PRT Menyikapi Pembatalan Perda Ketenagakerjaan

YOGYA – sekitar tiga puluh massa yang tergabung dalam Konggres
Organisasi Pekerja Rumah Tangga dan Rumpun Tjoet Njak Dien selasa
(9/2) siang, gelar aksi unjuk rasa di sekitar kawasan Balaikota, yang
dilajutkan ke Gedung DPRD Kota Yogyakarta.

Menurut keterangan Koordinasi Divisi Advokasi Rumpun Tjoet Njak Dien,
Buyung Ridwan, aksi kali digelar untuk menyikapi tentang pembatalan
pasal 37 Perda Ketenagakerjaan tentang PRT oleh surat keputusan
Gubernur.

Dalam aksinya massa berharap para PRT bisa mendapatkan perlindungan
hukum yang selama ini masih dirasa kurang. Keputusan Gubernur tersebut
tidak hanya mengebiri hak-hak PRT untuk mendapatkan perlindungan
secara hukum, namun juga mengebiri hak-hak anggota DPRD Kota dan
Eksekutif Kota yang telah mengesahkan Perda tersebut pada 9 juni 2009
lalu.

Konggres Organisasi Pekerja Buruh Rumah Tangga Yogyakarta dan Rumpun
Tjoet Njak Dien menyatakan menolak keputusan Gubernur 244/kep/2009 dan
mendukung sepenuhnya segenap aksekutif dan legislatif kota untuk
menguji materiil SK Gubernur tersebut dan mempertahankan Perda no 131
2009 tentang ketenagakerjaan dimana salh satunya pasal mengatur
tentang PRT. ( Ln)

sumber: http://globalfmjogja.com/GLOBAL-NEWS/aksi-prt-menyikapi-pembatalan-perda-ketenagakerjaan.html

Rabu, 03 Februari 2010

Kongres Organisasi Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta (KOY) dan Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) menolak Keputusan Gubernur 244/Kep/2009 !

Kongres Organisasi Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta (KOY) dan Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) menolak Keputusan Gubernur 244/Kep/2009 !



Hasil audiensi RTND dan KOY di Gedung DPRD Kota Yogyakarta sungguh menimbulkan pertanyaan besar bagi semua kalangan yang hadir dalam Audiensi tersebut. Bagaimana tidak, Pimpinan DPRD Kota, ketua komisi E DPRD kota, Kepala Dinsosnakertrans Kota (ibu MK Pontjosiwi dan staff), dan pimpinan Kantor pemberdayaan masyarakat dan perempuan mendapatkan SK Gubernur yang mementahkan Perda no.13/2009 tentang Ketenagakerjaan dimana salah satu pasalnya (ps.37) mengatur tentang PRT.



Harapan para pekerja rumah tangga (PRT) untuk mendapatkan perlindungan Hukum melalui Peraturan Daerah No.13 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan telah dimentahkan oleh Keputusan semena-mena dari Gubernur melalui Keputusan Gubernur No.244/Kep/2009 tertanggal 14 Desember 2009.



Keputusan itu tidak hanya mengibiri hak-hak PRT untuk mendapat perlindungan secara hukum, namun juga mengibiri hak-hak anggota DPRD kota dan eksekutif Kota yang telah mengesahkan Perda tersebut pada 9 Juni 2009.



Adapun alasan yang dipakai oleh Keputusan Gubernur tersebut adalah alasan klasik yang menganggap PRT merupakan pekerja sector informal sehingga tidak perlu diatur dalam Perda penyelenggaraan ketenagakerjaan.



Menjadi pertanyaan bagi kami, bagaimana mungkin sebuah SK Gubernur dapat mencabut pasal 37 Perda No.13/2009? Serta dimana itikad Gubernur Yogya untuk melindungi PRT sebagaimana diatur dalam Surat edaran Gubernur tertanggal 5 maret 2003 yang menganjurkan pemerintah kota dan kabupaten untuk menyusun perda perlindungan PRT?



Demikianlah dapat kita lihat corat marut produk hukum kita. Perlindungan PRT di Yogya hanya berumur 6 bulan. Setelah itu, lagi-lagi kekuasaan digunakan untuk merampas hak-hak PRT!



Oleh karena itu, Kongres Organisasi Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta (KOY) dan Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) menyatakan menolak Keputusan Gubernur 244/Kep/2009 dan mendukung sepenuhnya segenap eksekutif dan legislative kota untuk menguji materiil SK Gubernur tersebut dan mempertahankan Perda no.13/2009.



Hormat kami,

Kongres Organisasi Pekerja Rumah Tangga Yogyakarta (KOY)

Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND)