Rabu, 30 Maret 2011

PRT Bukan Babu Tapi Pekerja

Tanggapan Terhadap Pernyataan Anton Tabah
Akbar T. Arief
Staf Pengorganisasian Rumpun Tjoet Njak Dien

Pernyataan Anton Tabah di Koran Radar Jogja dan Koran Merapi tanggal 25 Maret 2011 sangat merendahkan martabat, menyinggung dan melukai perasaan PRT. Pertama, Anton Tabah masih memberi label terhadap PRT sebagai babu. Babu dalam terminologi bahasa Jawa berkonotasi pembantu. Padahal, Peraturan Gubernur DIY Nomor 31 Tahun 2010 telah menegaskan bahwa posisi PRT adalah pekerja. Makna sebagai pekerja memberikan pengakuan bahwa pekerjaan sebagai PRT mempunyai nilai secara ekonomis dimana Pekerja Rumah Tangga menghasilkan sebuah ‘nilai’ dalam bentuk jasa. Meskipun pekerjaan kerumahtanggaan masih dalam lingkup domestik namun turut membantu bahkan berperan besar terhadap kerja-kerja publik bagi majikannya. Seorang direktur perusahaan bisa pergi ke kantor dengan pakaian rapi karena bajunya telah dicuci dan disetrika oleh PRTnya. Seorang pejabat publik dapat menikmati sarapan pagi dari masakan yang telah disediakan oleh PRTnya. Intinya pekerjaan seorang direktur, pejabat atau siapun yang mempekerjakan PRT bisa lancar karena dibantu oleh seorang PRT. Kerja yang dihasilkan oleh pekerja rumah tangga dalam mengerjakan kerja-kerja kerumahtanngaan membantu si pemberi kerja dalam melakukan aktifitas publik. Bahkan, tak jarang PRT menggantikan aktifitas publik majikannya seperti arisan, jagong, belanja kebutuhan pokok dan pekerjaan public lainnya.
Kedua, Anton Tabah juga telah melakukan tindakan insinuasi (tuduhan yang tidak beralasan) dengan lontaran bahwa PRT selama ini telah melakukan gangguan kamtibmas. Indikasi yang digunakan oleh Anton adalah PRT sering melakukan kejahatan mencuri atau membawa lari anak bayi majikannya (pemberi kerja). Menjeneralisasi PRT sebagai pembuat “onar” yang mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat sungguh tidak mencerminkan sikap seorang intelektual, pengayom dan pelindung masyarakat. Pernyataan tersebut tidak seyogyanya dilontarkan oleh petinggi kepolisian apalagi seorang akademisi.
Satu kasus tidak dapat dijadikan ukuran untuk menyatakan bahwa sebuah kondisi berlaku sama. Dalam metodologi ilmu sosial, satu fakta tidak bisa digunakan untuk menarik kesimpulan. Ranah hukum pun demikian. Satu bukti belum bisa dijadikan fakta hukum dalam memutuskan suatu perkara. Artinya bahwa kasus-kasus pencurian atau penculikan anak bayi yang dilakukan PRT terhadap majikannya jangan dijadikan tolak ukur PRT sebagai sumber gangguan kamtibmas. Tindak kejahatan yang dilakukan oleh PRT juga harus ditelusuri penyebabnya. Bisa jadi tindakan yang dilakukan seorang PRT karena selama ini mereka dibayar rendah dan dipekerjaakan tidak adil oleh majikannya.
Sterotip yang dilontarkan Anton Tabah terhadap PRT bisa jadi diakibatkan kekurang pahaman terhadap peran, posisi, dan hak PRT. Selama ini pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga masih dipandang sebelah mata. Masyarakat masih belum mengakui PRT sebagai pekerja. Hal ini disebabkan karena pekerjaan rumah tangga dianggap sebagai pekerjaan sampingan. Padahal, banyak masyarakat bermigrasi ke kota bekerja sebagai PRT untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga saat ini telah menjadi sumber penghasilan utama. Pembedaan antara PRT dengan buruh pada sektor yang lain (seperti buruh sektor formal) sering mengakibatkan kebijakan yang tidak adil dan perlakuan yang diskriminatif terhadap PRT.

Perjanjian Kerja Sebagai Alat Kontrol
Salah satu pertimbangan lahirnya Peraturan Gubernur DIY tentang PRT adalah membangun hubungan yang sinergis dan harmonis antara Pekerja Rumah Tangga dengan Pemberi Kerja. Apabila dilihat dari tujuan dari pergub ini (pasal 13 ayat c), dimana isi mengatur hubungan kerja yang harmonis, produktif serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral, kemanusiaan, dan kekeluargaan, memperlihatkan adanya posisi sama dan setara antara kedua belah pihak. Artinya bahwa peraturan tersebut menjadi kerangka kerja bersama antara pekerja dan pemberi kerja. Tidak ada yang merasa dirugikan tetapi saling menguntungkan antara satu dengan yang lainnya. Hubungan kekeluargaan, saling menghargai dan menghoramati serta saling membutuhkan (mutualis-simbiolisme) bisa terwujud dalam bingkai kehidupan bersosial.
Dari semangat kelahiran kebijakan tersebut menggambarkan bahwa tidak ada keberpihakan pada satu orang atau satu kelompok saja tetapi beruhasa mengakomodir semua kepentingan. Dalam artian pergub tidak hanya memberikan pisisi nyaman dan aman bagi Pekerja Rumah Tangga tetapi juga bagi Pemberi Kerja (PK). Dalam peraturan tersebut diatur hak dan kewajiban PRT. Seorang pekerja tidak hanya dilindungi haknya tetapi juga harus menjalankan kewajibannya yang tertuang dalam perjanjian kerja. Perjanjian kerja berisi kesepakatan antara kedua belah pihak antara pekerja dan pemberi kerja. Hak dan kewajiban pekerja yang telah disepakati dalam perjanjian kerja harus dilaksanakan. Apabila pekerja melanggar hasil kesepakatan maka akan ada konsekuensi yang harus diterima, begitu pun sebaliknya.
Di perjanjian kerja disepakati aturan main (rule of game) antara Pekerja Rumah Tangga dengan Pemberi Kerja. Jika salah satu pihak melanngar aturan main tersebut maka ada sanksi yang harus dijalankan baik berupa pemutusan hubungan kerja maupun sanksi pidana tergantung tingkat pelanggarannya. Disamping itu juga, perjanjian kerja dapat dijadikan alat kontrol perilaku PRT dan pemberi kerja supaya tidak terjadi tindakan yang melanggar hukum. Majikan tidak perlu lagi cemas kehilangan barang atau khawatir anaknya diculik jika sudah ada perjanjian kerja antara pemberi kerja dan pekerja rumah tangga.

Jumat, 25 Maret 2011

Antara Kapolda DIY dan “Sunan Kalijaga”

Oleh: Anton Tabah *)

MUNGKIN anda heran kenapa polisi mendata babu? Mungkin anda heran kenapa polisi ikut sibuk ngurusi eceng gondok di danau? Anda mungkin geli ketika polisi melarang sapi atau kerbau hamil untuk menarik pedati atau untuk membajak sawah? Kenapa heran? Tidakkah itu semua jika dibiarkan akan bermuara ke masalah kamtibmas yang menjadi tugas utama Polri.
Kenapa babu (PRT) didata polisi? Karena babu sering menjadi sumber gangguan kamtibmas. Tak jarang babu melakukan kejahatan mencuri atau membawa lari anak bayi majikannya. Polisi akan kesulitan jika tak punya data tentang babu-babu. Lalu kenapa eceng gondok? Tumbuhan eceng gondok jika menutup danau akan menjadi sarang tikus dan akan mematikan reproduksi ikan menyulitkan nelayan. Muaranya pada kerawanan kamtibmas.
Kenapa polisi melarang sapi atau kerbau hamil untuk menarik pedati? Karena perikebinatangan agar tidak mengganggu kesehatan sang sapi atau sang kerbau dalam rangka reproduksi. Tampaknya hal tadi remeh temeh tapi jika dibiarkan akan sangat potensial mengganggu kamtibmas.
Itu yang namanya faktor korelatif kriminogen dan police hazard. Polisi cerdas akan mengantisipasi karena tugas utama Polri adalah melakukan pencegahan (preventif) bukan penindakan (represif) sebagaimana amanat UUD 1945 pasal 30 tugas pokok Polri mengutamakan pelayanan, perlindungan, pengayoman (preventif) baru langkah terakhir penegakan hukum (represif).
Kapolda DIY Brigjen Ondang Sutarsa juga punya inovasi menarik antara lain memberdayakan sarana hiburan/bisnis topeng monyet, menyebar anak buah yang mendalam ilmu agamanya untuk menjadi khatib salat Jumat di berbagai masjid dan musala di pelosok-pelosok desa, membuat group band dan keroncong untuk membaur dengan rakyat, membuat hiburan panggung boneka si Pentul, membuat panggung besar pagelaran wayang kulit dan ikut masuk ke acara rembug desa serta majelis-majelis taklim. Mungkin anda juga heran dengan cara Kapolda DIY ini?

Sunan Kalijaga
Semua tadi adalah inovasi cerdas seorang polisi bagaimana menyampaikan pesan-pesan kamtibmas memanfaatkan budaya (kultur) lokal/kearifan lokal yang terserak ternyata bisa menjadi media komunikatif untuk menyampaikan pesan-pesan kamtibmas. Seperti Sunan Kalijaga dan para Wali Sanga ketika menyebarkan dakwahnya tentang agama Islam di tengah masyarakat Hindu, Budha dan Animisme ketika itu. Sunan Kalijaga menyampaikan pesan-pesan dakwahnya melalui budaya pagelaran wayang kulit dan gamelan yang sangat disukai masyarakat. Hasilnya sangat signifikan monumental. Islam cepat berkembang ke seantero Nusantara menggantikan Hindu, Budha dan Animisme.
Dalam ilmu komunikasi ada teori ”tangkap kuda dengan kuda” secara ilmiah disebut ”autoplastis communication” (manjing ajur ajer) mengetahui dan memahami apa kesukaan komunikasi supaya pesan-pesan komunikator mudah dicerna, difahami dan diterima karena komunikasi adalah pengoperan lambang-lambang bermakna antara komunikator dengan komunikan baik langsung maupun melalui media. Komunikasi yang baik efektif diibaratkan menangkap kuda dengan kuda? Sebinal apapun kuda jika ditangkap dengan kuda akan nurut juga. Sesulit apapun pesan disampaikan jika melalui budaya dan kearifan masyarakat insya Allah akan berhasil juga.

Polisi Memang Harus Cerdas
Metoda Sunan Kalijaga monumental seperti wayang kulit dan gamelan sekaten setiap memperingati Maulud Nabi Muhammad SAW gamelan sekaten selalu merdu bertalu-talu ditingkah hiruk pikuk bazar akbar murah sebulan penuh di Alun-Alun Utara dan Masjid Agung. Para komandan polisi di Jawa biasanya memanfaatkan media wayang kulit merangkul para dalang dan sinden menyampaikan pesan-pesan kamtibmas.
Cermatilah berbagai inovasi Kapolda DIY ini. Membuat grup band dan keroncong sebagai media mengumpulkan massa, membagi suka, berjoget ria di area publik menyisipkan pesan-pesan kamtibmas. Panggung si Pentul dengan boneka dan badut cerdik jenaka, lebih dekat berkomunikasi dengan anak-anak balita sampai usia sekolah dasar (SD) aplikasi membumi program polisi sahabat anak.
Polisi menjadi katib di masjid-masjid sarana silaturahmi dengan rakyat yang efektif sekaligus amar ma’ruf nahi munkar karena pesan-pesan kamtibmas sarat dengan amar ma’ruf. Tapi polri lebih didesain ke nahi munkar karena hukum itu benda mati baru hidup di tangan polisi. Polisi tak boleh cuma berdoa jika melihat kejahatan (munkar). Jika yang lain cuma bisa mengingatkan ”jangan mencuri”. Polisi benar-benar melarang dan menangkap pencuri sehingga hukum benar-benar hidup.
Lalu inovasi topeng monyet? Kita tahu topeng monyet cukup digemari masyarakat karena gerakannya lucu di tingkah bunyi gamelan dan kecerdikan pawangnya. Begitu pula kecerdikan Kapolda merevitalisasi topeng monyet yang sering di lampu-lampu pengatur lalu lintas. Sang monyet meliuk-liuk menari sesekali membuka poster-poster kamtibmas ; Awas narkoba, Say No To Drugs, Disiplin Lalu Lintas dll. Sang monyet jenaka menutup akrobatnya dengan membentang spanduk ; Monyet saja disiplin, bagaimana Anda?
Penonton dan pemakai jalan pun tergelak-gelak setidaknya bertanya dalam hati ; iya ya monyet saja disiplin kog saya tidak?
Inovasi Kapolda DIY bukan hanya komunikatif. Tapi sekaligus membuat polisi simpatik di tengah masyarakat yang haus kelembutan, menjadi polisi memang harus cerdas, jenaka, sabar. Muaranya adalah simpatik dirindukan dan dicintai rakyat Insya Allah!

*) Anton Tabah, seorang Jenderal Polisi (aktif), Dosen Tamu di berbagai Perguruan Tinggi dan Kolumnis Pemimpin Umum HK, Penasehat ESQ dan Pesantren se-Indonesia.