Minggu, 29 April 2012

Moratorium PRT, Cak Imin Dinilai Langgar Konvensi ILO

Jakarta,Pelitaonline -- MENTERI Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans), Muhaimin Iskandar dinilaicuci tangan terkait rencana pelarangan pengiriman buruh migran dari kalangan pekerja rumah tangga (PRT) ke luar negeri mulai 2017 mendatang. Muhaimin juga dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), karena kebijakan tersebut membatasi warga negara untuk bekerja. Penilaian tersebut datang dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).

"Ironisnya, di saat yang sama pemerintah sendiri tidak bisa menjamin kesehjateraan warga negaranya," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jamaluddin, Selasa (29/5).

Menurut Jamaluddin kebijakan moratorium itu bukanlah solusi. Sebab, ini sama saja menginjak hak konstitusi warga untuk memperoleh pekerjaan yang seharusnya dilakukan negara. Di sisi lain, fakta tak terbantahkan berupa rendahnya tingkat pendidikan pencari kerja di Tanah Air.

"Seharusnya pemerintah justru harus memberikan pengakuan terhadap kawan-kawan PRT. Tidak boleh dibedakan mana formal dan informal," tegas Jamaluddin. Mereka juga adalah pekerja yg mempunyai keahlian yang tidak dimiliki semua orang.

SBMI mengingatkan Muhaimin, sejak Juni 2011 Indonesia sudah meratifikasi konvensi International Labour Organization (ILO) 189 tentang Domestic Worker.

Indonesia juga sudah meratifikasi Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Terhadap Buruh Migran dan Anggota Keluarganya. Konvensi ini baru disahkan DPR pada 12 April 2012. Inti dari ratifikasi itu menjelaskan negara tidak boleh membatasi pengiriman buruh migran.

"Setiap warga negara berhak meninggalkan negaranya dan untuk kembali ke negara asalnya. Pemerintah sama saja melakukan diskriminasi dan bertentangan dengan konvensi-konvensi yang sudah diratifikasi," imbuh Jamaludin mengutif pasal pokok dari ratifikasi itu.



Almak/Esa


sumber:
http://www.pelitaonline.com/read/politik/nasional/16/17369/moratorium-prt-cak-imin-dinilai-langgar-konvensi-ilo/#.T87aALY9WXg.facebook

Senin, 23 April 2012

Serangkaian kasus tragis TKI

Demi mencari sesuap nasi, ribuan TKI mengadu nasib ke negeri orang. Namun bukan rezeki yang menyambut, justru ajal yang menjemput.

Kasus penyiksaan hingga pembunuhan terhadap para pahlawan devisa ini sudah begitu sering terjadi tapi tidak banyak ada upaya perlindungan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia selain sempat menghentikan pengiriman TKI ke Malaysia (2009) dan membentuk Satgas untuk menolong TKI yang terjerat hukuman mati.
Berita terkait

Keluarga TKI minta autopsi ulangDengar03:21
Singapura larang PRT bersihkan jendela apartemen
TKI diduga jadi korban perdagangan organ tubuh

Link terkait
Topik terkait

Pekerja migran,
Malaysia,
Tenaga kerja, migrasi

Pekan ini publik dikejutkan dengan kabar kematian tiga TKI asal Nusa Tenggara Barat di Malaysia yang diduga menjadi korban perdagangan organ tubuh.

Para korban ditemukan tewas dengan luka tembakan di sebuah kolam pemancingan di Seremban, negara bagian Negeri Sembilan.

Meski penyebab kematian tidak wajar, KBRI Kuala Lumpur memperlakukan kasus ini seperti kematian biasa. Dokumen kematian dan pengiriman jenazah ke kampung halaman ditandatangani tanpa ada pengecekan mengenai penyebab kematian.

Namun keluarga di kampung curiga setelah melihat bekas jahitan yang tidak wajar di tubuh jenazah antara lain di perut bagian bawah dan kedua mata.

Bersama kelompok pegiat hak-hak pekerja migran, Migrant CARE, mereka mengadu ke Kementerian Luar Negeri demi meminta keadilan bagi para korban.

Tak banyak yang bisa dilakukan oleh pemerintah selain menunjuk pengacara untuk mempelajari prosedur yang dilakukan polisi Malaysia.

Direktur Eksekutif Migrant CARE Anis Hidayah mengungkapkan pesimismenya.

"Kami mengapresiasi langkah ini tapi kami pesimis akan banyak manfaatnya karena tahun 1992 juga ada kasus seperti ini, ketika diotopsi badannya isinya kantong plastik kresek. Tiga tahun lalu juga ada kasus tiga TKi ditembak polisi Malaysia, sampai saat ini belum ada perkembangannya," kata Anis.
Keselamatan kerja

Lain di Malaysia, lain lagi di Singapura.

Di negara Singa ini, sudah banyak pembantu rumah tangga asal Indonesia yang meregang nyawa karena terjatuh dari ketinggian saat membersihkan jendela atau menjemur pakaian.

Hari Minggu (22/04) Menteri Negara Pembangunan Komunitas, Pemuda dan Olahraga, Halimah Yacob meminta warganya tidak lagi memerintahkan pembantu rumah tangga mereka untuk membersihkan jendela di gedung apartemen tinggi.

Permintaan itu disampaikan dalam acara wisuda 52 PRT Indonesia yang berhasil menyelesaikan pendidikan jenjang SMA dari Sekolah Indonesia Singapura, seperti dilansir harian Straits Times. Para PRT ini bersekolah dua hari dalam sebulan selama tiga tahun.

Tahun ini tujuh PRT asal Indonesia meninggal dunia karena terjatuh dari ketinggian ketika membersihkan jendela atau menjemur pakaian.

Menurut Halimah, kematian itu “sangat menyedihkan dan seharusnya bisa dicegah.”

Kementerian Tenaga Kerja Singapura menyikapi hal itu dengan mengadakan pelatihan keamanan wajib bagi PRT baru dan akan menjatuhkan hukuman bagi majikan yang tidak memberikan lingkungan kerja aman.
Pembangunan tak merata

Meski nasib TKi di kedua jiran itu masih tertatih, paling tidak secara geografis mereka masih lebih dekat dengan kampung halaman. Satu kemewahan yang tidak dimiliki oleh kolega-kolega mereka yang mengadu nasib ke jazirah Arab.

Sudah tidak terhitung kasus kekerasan yang menimpa TKI di Arab Saudi.

Dua tahun silam, publik tersentak mendengar kabar penyiksaan yang dialami pembantu rumah tangga bernama Sumiati Binti Salan Mustapa di Madinah.

Majikan perempuan Sumiati kerap menyiksanya dan membiarkannya kelaparan bahkan tega menggunting mulut perempuan itu.

Meski sudah banyak cerita tragis, tetap saja tidak menyurutkan minat ribuan warga Indonesia untuk mempertaruhkan nyawa mencari sesuap nasi di perantauan.

Minimnya lapangan pekerjaan dan pembangunan yang tidak merata di daerah merupakan salah satu pemicunya.

Beberapa bulan lalu pemerintah mencanangkan proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI ) sebagai upaya pemerintah memeratakan pembangunan ekonomi agar hasil-hasil yang diraih tidak selalu terpusat di ibukota negara, tapi juga menyentuh sampai ke pelosok negeri ini.

MP3EI merupakan proyek jangka panjang sampai 2025, di mana proyek ini dipusatkan pada enam koridor ekonomi, yaitu Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Papua, dan Maluku.

Namun menurut Anis Hidayah, proyek tersebut bukan lantas menjadi solusi tunggal.

"Yang harus dilakukan pemerintah adalah memaksimalkan upaya perlindungan terhadap para pekerja migran di luar negeri dan membuat kesepakatan dengan negara-negara penerima TKI agar komitmen menjamin kesejahteraan dan keselamatan mereka, seperti yang dilakukan pemerintah Filipina," kata Anis.

"Itulah kenapa jarang terdengar ada kasus penyiksaan yang menimpa warga Filipina karena pemerintah mereka serius dan peduli melindungi warganya," kata dia.

sumber: http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2012/04/120423_nasibtki.shtml

Jumat, 20 April 2012

PRT Indonesia Tewas Terjatuh dari Lantai 5 Apartemen Singapura

Singapura, Lagi-lagi nasib nahas dialami TKI di luar negeri. Seorang pembantu rumah tangga (PRT) asal Indonesia terjatuh dari lantai 5 apartemen di Singapura. Tragis, PRT berusia 34 tahun ini tewas di lokasi kejadian.

TKI yang tidak disebutkan namanya ini, diduga tengah membersihkan jendela yang ada di lantai 5 apartemen Edgedale Plains blok 174C, pada Kamis (19/4) pagi. Wanita Indonesia ini diperkirakan terjatuh dari lantai 5 sekitar pukul 05.25 waktu setempat.

Seorang penghuni apartemen lainnya menuturkan, dirinya mendengar bunyi gedebuk yang cukup keras pada pagi hari. Ibu rumah tangga berumur 50 tahun ini awalnya mengira suara tersebut berasal dari tumpukan koran yang diantarkan oleh loper koran.

Namun beberapa saat kemudian, dia melihat ada banyak mobil polisi tiba di lokasi apartemennya. Demikian seperti dilansir oleh AsiaOne, Jumat (20/4/2012).

Menurut media Shin Min Daily News, sejumlah penghuni lain di apartemen tersebut menuturkan, si PRT telah bekerja dengan majikannya selama 1 tahun lebih. PRT tersebut membantu untuk merawat ibu majikannya yang sudah lanjut usia.

Majikan si PRT mengatakan, dirinya masih tidur saat kejadian dan tidak menyadari bahwa pembantunya terjatuh. Sang majikan baru mengetahui kejadian tersebut saat polisi datang ke apartemennya dan memberitahunya. Dia mengaku bahwa dirinya sering mengingatkan si PRT untuk selalu berhati-hati ketika sedang melakukan tugas-tugas rumah tangga.

Menurut polisi, kematian PRT ini tergolong tidak wajar. Hingga saat ini, polisi masih menyelidiki kasus ini lebih lanjut.

(nvc/ita)

Kamis, 19 April 2012

DPRD Sumut Turun Tangan Soal PRT

Komisi E DPRD Sumatera Utara segera membentuk tim untuk membantu percepatan penanganan kasus Pembantu Rumah Tangga (PRT), Sri Purwanti (34) yang menjadi korban perbudakan majikannya selama 25 tahun di Medan. Seiring dengan belum juga ditetapkannya tersangka dalam kasus ini.

Anggota Komisi E DPRD Sumatera Utara Nurhasanah mengatakan tim ini segera dibentuk untuk memediasi Sri Purwati dan majikannya agar mendapatkan upah yang layak selama bekerja. Sedangkan untuk kasus hukum yang terjadi, diserahkan sepenuhnya pada kepolisian. Meski pihaknya tetap akan menekan kepolisian agar segera menuntaskan perkara ini, sesuai dengan prosedur hukum berlaku.


Untuk proses hukumnya, Komisi E akan berkoordinasi dengan Komisi A DPRD Sumut yang memang membidangi hukum. Dengan harapan adanya percepatan kejelasan kasus yang mendera Sri Purwati selama ini.


Anggota Komisi E lainnya, Datuk Muda Abdul Hasan Maturidi menegaskan pengalihan agama Sri Purwanti yang dilakukan majikannya juga harus segera disikapi. Sebab ini merupakan pelanggaran HAM berat yang seharusnya menjadi perhatian kepolisian. Komisi E juga meminta seluruh data lengkap mengenai bukti, Sri diperlakukan sebagai pembantu selama 25 tahun tanpa upah serta bukti soal pengalihan agamanya.


Seri Purwati merupakan PRT bernasib malang yang dipekerjakan selama 25 tahun oleh majikannya yang merupakan seorang pengacara. Selama bekerja pada majikannya ini, Sri Purwati bekerja selama hampir 24 jam tanpa pernah diberi kesempatan untuk bersosialisasi dengan masyarakat. Sri juga pernah menjadi korban pelecehan seksual. Hingga kini pula korban yang berada dalam perlindungan Mawaddah – LSM Wanita Sumatera Utara – itu buta huruf. fika rahma

sumber: http://medan.radiosmartfm.com/jurnal-medan/3150-dprd-sumut-turun-tangan-soal-prt.html

Jumat, 13 April 2012

RUU PRT HARUS DISAHKAN



MEDAN- Rancangan Undang-undang (RUU) Pekerja Rumah Tangga (PRT) harus segera disahkan. Hal ini terkait tingginya kasus kekerasan fisik, psikis dan ekonomi yang dialami PRT. Demikian dikatakan Anggota DPD-RI Prof Damayanti, Selasa (10/4), usai mengunjungi dua PRT asal Indramayu Jawa Barat, Khuraini (16) dan Munisa (17) yang mendapat perawatan di lantai 4 ruang 9 RSUD dr Pirngadi Medan.

“RUU PRT harga mati, Kita mendesak agar DPR RI harus segera mensahkan RUU ini. Kalau belum disahkan, kita tidak bisa berbuat lain. Seperti kasus kekerasan yang dialami dua PRT ini, majikan mereka hanya bisa dikenakan pasal mengenai kasus trafiking, itu juga UU nya tidak begitu kuat,” ujarnya.
Menurut Damayanti, setiap tahunnya ada sekitar 70 RUU yang menjadi pembahasan di DPR RI. Namun, pada 2011, hanya 13 RUU saja yang disahkan.
“Sayangnya dalam 13 RUU yang sudah disahkan itu, RUU PRT tidak termasuk yang disahkan. Padahal konsep yang kita buat sudah selesai, ini yang membuat kita kecewa,” terangnya.

Dalam RUU PRT tersebut, katanya, berisi beberapa point diantaranya, PRT tidak boleh bekerja lebih dari 12 jam, harus ada kontrak kerja antara majikan dengan PRT, selain itu, PRT harus mengetahui haknya.

“PRT itu mempunyai hak seperti pekerja biasa. Dengan adanya RUU ini, undang-undang pekerja bisa masuk kedalam rumah tangga, dengan begitu, PRT bisa lebih terlindungi,” urainya.

Pihaknya juga mengharapkan agar aparat penegak hukum dapat lebih sensitif dalam menyelesaikan kasus kekerasan yang dialami PRT. “Bukan itu saja, bahkan kebanyakan masyarakat belum memahami soal RUU PRT ini. Akibatnya kasus kekerasan yang dialami banyak yang mengambang. Harapan kita ke depannya, agar RUU PRT ini segera disahkan karena didalamnya juga terdapat beberapa sanksi,” tambahnya.

Sementara, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Sumut, Zahrin Piliang didampingi Ketua Pokja Pengaduan dan Fasilitas Pelayanan, Muslim Harahap mengatakan pihaknya sendiri telah mengkoordinaksikan kasus tersebut dengan jajaran biro PP Pemprovsu. Selain itu, advokasi dan pendampingan akan terus dilakukan hingga kasus itu dapat diselesaikan.

“Kita juga terus bekerjasama dengan Poldasu serta Polresta Medan, selain itu kita sudah mengontak Polres Indramayu. Kita dengar majikan korban telah kabur, kita harap mereka ini menjadi DPO dan pihak kepolisian segera mengusutnya. Bahkan MOU antara Pemprovsu dan Jawa Barat telah ditetapkan agar penanganannya bisa diimplementasikan,” ungkapnya.

Menurutnya, pihak yayasan yang menjadi penyalur tenaga kerja juga harus bertanggungjawab. “Keterangan dari kedua korban, mereka dijanjikan bekerja oleh penyalur tenaga kerja yang mengaku dari Yayasan Sari Bhakti Mandiri. Kita ingin mengetahui keberadaan pihak yayasan agar mereka bertanggungjawab dan dikenai sanksi,” ujarnya.

Kondisi kedua korban sendiri mulai membaik. “Mereka sudah ditangani dengan baik, tapi masih perlu penanganan khusus karena ada luka atau penyakit dalam yang dialami. Soal biaya, akan ditangani oleh Dinas Kesehatan Sumut. Kita juga berharap, agar di Sumut segera dibuat RSPA yaitu Rumah Sosial Perlindungan Anak untuk menampung anak-anak yang menjadi korban kekerasan dan mereka dalam perlindungan yang aman,” terangnya.

Ditambahkannya, kasus yang dialami kedua korban jelas mengandung unsur trafficking dan eksploitasi anak. Pelaku terancam dikenakan Undang-Undang (UU) Nomor 21/2007 tentang Tindakan Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman hukuman 15 tahun dan denda Rp500 Juta. “Mereka dianiaya dan tidak digaji selama setahun tiga bulan oleh majikannya. Lalu pada Rabu (5/4) lalu membuat pengaduan ke KPAID Sumut dan langsung kita bawa ke RSUD dr Pirngadi Medan untuk divisum dan menjalani perawatan,” bebernya. (mag-11)
sumber: http://www.hariansumutpos.com

http://www.sinabungjaya.com/?p=41893

RUU PRT HARUS DISAHKAN



MEDAN- Rancangan Undang-undang (RUU) Pekerja Rumah Tangga (PRT) harus segera disahkan. Hal ini terkait tingginya kasus kekerasan fisik, psikis dan ekonomi yang dialami PRT. Demikian dikatakan Anggota DPD-RI Prof Damayanti, Selasa (10/4), usai mengunjungi dua PRT asal Indramayu Jawa Barat, Khuraini (16) dan Munisa (17) yang mendapat perawatan di lantai 4 ruang 9 RSUD dr Pirngadi Medan.

“RUU PRT harga mati, Kita mendesak agar DPR RI harus segera mensahkan RUU ini. Kalau belum disahkan, kita tidak bisa berbuat lain. Seperti kasus kekerasan yang dialami dua PRT ini, majikan mereka hanya bisa dikenakan pasal mengenai kasus trafiking, itu juga UU nya tidak begitu kuat,” ujarnya.
Menurut Damayanti, setiap tahunnya ada sekitar 70 RUU yang menjadi pembahasan di DPR RI. Namun, pada 2011, hanya 13 RUU saja yang disahkan.
“Sayangnya dalam 13 RUU yang sudah disahkan itu, RUU PRT tidak termasuk yang disahkan. Padahal konsep yang kita buat sudah selesai, ini yang membuat kita kecewa,” terangnya.

Dalam RUU PRT tersebut, katanya, berisi beberapa point diantaranya, PRT tidak boleh bekerja lebih dari 12 jam, harus ada kontrak kerja antara majikan dengan PRT, selain itu, PRT harus mengetahui haknya.

“PRT itu mempunyai hak seperti pekerja biasa. Dengan adanya RUU ini, undang-undang pekerja bisa masuk kedalam rumah tangga, dengan begitu, PRT bisa lebih terlindungi,” urainya.

Pihaknya juga mengharapkan agar aparat penegak hukum dapat lebih sensitif dalam menyelesaikan kasus kekerasan yang dialami PRT. “Bukan itu saja, bahkan kebanyakan masyarakat belum memahami soal RUU PRT ini. Akibatnya kasus kekerasan yang dialami banyak yang mengambang. Harapan kita ke depannya, agar RUU PRT ini segera disahkan karena didalamnya juga terdapat beberapa sanksi,” tambahnya.

Sementara, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Sumut, Zahrin Piliang didampingi Ketua Pokja Pengaduan dan Fasilitas Pelayanan, Muslim Harahap mengatakan pihaknya sendiri telah mengkoordinaksikan kasus tersebut dengan jajaran biro PP Pemprovsu. Selain itu, advokasi dan pendampingan akan terus dilakukan hingga kasus itu dapat diselesaikan.

“Kita juga terus bekerjasama dengan Poldasu serta Polresta Medan, selain itu kita sudah mengontak Polres Indramayu. Kita dengar majikan korban telah kabur, kita harap mereka ini menjadi DPO dan pihak kepolisian segera mengusutnya. Bahkan MOU antara Pemprovsu dan Jawa Barat telah ditetapkan agar penanganannya bisa diimplementasikan,” ungkapnya.

Menurutnya, pihak yayasan yang menjadi penyalur tenaga kerja juga harus bertanggungjawab. “Keterangan dari kedua korban, mereka dijanjikan bekerja oleh penyalur tenaga kerja yang mengaku dari Yayasan Sari Bhakti Mandiri. Kita ingin mengetahui keberadaan pihak yayasan agar mereka bertanggungjawab dan dikenai sanksi,” ujarnya.

Kondisi kedua korban sendiri mulai membaik. “Mereka sudah ditangani dengan baik, tapi masih perlu penanganan khusus karena ada luka atau penyakit dalam yang dialami. Soal biaya, akan ditangani oleh Dinas Kesehatan Sumut. Kita juga berharap, agar di Sumut segera dibuat RSPA yaitu Rumah Sosial Perlindungan Anak untuk menampung anak-anak yang menjadi korban kekerasan dan mereka dalam perlindungan yang aman,” terangnya.

Ditambahkannya, kasus yang dialami kedua korban jelas mengandung unsur trafficking dan eksploitasi anak. Pelaku terancam dikenakan Undang-Undang (UU) Nomor 21/2007 tentang Tindakan Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman hukuman 15 tahun dan denda Rp500 Juta. “Mereka dianiaya dan tidak digaji selama setahun tiga bulan oleh majikannya. Lalu pada Rabu (5/4) lalu membuat pengaduan ke KPAID Sumut dan langsung kita bawa ke RSUD dr Pirngadi Medan untuk divisum dan menjalani perawatan,” bebernya. (mag-11)
sumber: http://www.hariansumutpos.com

http://www.sinabungjaya.com/?p=41893

Rabu, 11 April 2012

DPD-RI Desak RUU PRT Segera Disahkan

Medan-ORBIT : RUU (Rancangan undang-undang)untuk PRT (Pekerja Rumah Tangga) harus segera disahkan. Hal ini disebabkan oleh semakin tingginya kasus kekerasan fisik, psikis dan ekonomi yang dialami PRT. Hal ini disebutkan Anggota DPD-RI Prof Damayanti, saat mengunjungi dua PRT asal Indramayu Jawa Barat.

Kedua gadis malang Munisa(17) dan Khuraini (16) menjalani perawatan di lantai IV RSUD dr. Pirngadi Medan, Selasa (10/4).

“Kalau belum disahkan, kita tidak bisa berbuat lain. Seperti kasus kekerasan yang dialami dua PRT ini, majikan mereka hanya bisa dikenakan pasal mengenai kasus trafiking, itu juga UU nya tidak begitu kuat. RUU PRT harga mati, Kita mendesak agar DPR RI harus segera mensahkan RUU ini,”bilangnya.

Damayanti juga menyebutkan, setiap tahunnya ada sekitar 70 RUU yang menjadi pembahasan di DPR RI. Namun, pada 2011, hanya 13 RUU saja yang disahkan.

“Padahal konsep yang kita buat sudah selesai, ini yang membuat kita kecewa. Sayangnya dalam 13 RUU yang sudah disahkan itu, RUU PRT tidak termasuk yang disahkan,”ujarnya.

Bilangnya, dalam RUU PRT tersebut, berisi beberapa point diantaranya, PRT tidak boleh bekerja lebih dari 12 jam, harus ada kontrak kerja antara majikan dengan PRT, selain itu, PRT harus mengetahui haknya.

“Dengan adanya RUU ini, undang-undang pekerja bisa masuk kedalam rumah tangga, dengan begitu, PRT bisa lebih terlindungi. PRT itu mempunyai hak seperti pekerja biasa,”bebernya.

Pihaknya juga mengharapkan agar aparat penegak hukum dapat lebih sensitif dalam menyelesaikan kasus kekerasan yang dialami PRT. “Harapan kita kedepannya, agar RUU PRT ini segera disahkan karena didalamnya juga terdapat beberapa sanksi. Bukan itu saja, bahkan kebanyakan masyarakat belum memahami soal RUU PRT ini. Akibatnya kasus kekerasan yang dialami banyak yang mengambang,”ungkapnya.

Sementara, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Sumut Zahrin Piliang didampingi Ketua Pokja Pengaduan dan Fasilitas Pelayanan Muslim Harahap mengatakan pihaknya sendiri telah mengkoordinaksikan kasus tersebut dengan jajaran biro PP Pemprovsu. Selain itu, advokasi dan pendampingan akan terus dilakukan hingga kasus itu dapat diselesaikan.

“Kita dengar majikan korban telah kabur, kita harap mereka ini menjadi DPO dan pihak kepolisian segera mengusutnya. Bahkan MOU antara Pemprovsu dan Jawa Barat telah ditetapkan agar penanganannya bisa diimplementasikan. Kita juga terus bekerjasama dengan Poldasu serta Polresta Medan, selain itu kita sudah mengontak Polres Indramayu,”katanya.

Sambung Darma Yanti, pihak yayasan yang menjadi penyalur tenaga kerja juga harus bertanggungjawab. “Kita ingin mengetahui keberadaan pihak yayasan agar mereka bertanggungjawab dan dikenai sanksi. Keterangan dari kedua korban, mereka dijanjikan bekerja oleh penyalur tenaga kerja yang mengaku dari Yayasan Sari Bhakti Mandiri,” sebutnya.

Kondisi kedua korban sendiri mulai membaik. “Soal biaya, akan ditangani oleh Dinas Kesehatan Sumut. Kita juga berharap, agar di Sumut segera dibuat RSPA yaitu Rumah Sosial Perlindungan Anak untuk menampung anak-anak yang menjadi korban kekerasan dan mereka dalam perlindungan yang aman.Mereka sudah ditangani dengan baik, tapi masih perlu penanganan khusus karena ada luka atau penyakit dalam yang dialami.

Kasus yang dialami kedua korban, sambungnya, jelas mengandung unsur trafficking dan eksploitasi anak. Pelaku terancam dikenakan Undang-Undang (UU) Nomor 21/2007 tentang Tindakan Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman hukuman 15 tahun dan denda Rp500 Juta. “Pada Rabu (5/4) lalu membuat pengaduan ke KPAID Sumut dan langsung kita bawa ke RSUD dr Pirngadi Medan untuk divisum dan menjalani perawatan. Mereka dianiaya dan tidak digaji selama setahun tiga bulan oleh majikannya,”pungkasnya. Om-29

sumber:
http://www.harianorbit.com/dpd-ri-desak-ruu-prt-segera-disahkan/

Selasa, 10 April 2012

Tidak Penting, Ranperda PRT Terancam Batal

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ranperda inisiatif dewan tentang Pembantu Rumah Tangga (PRT) yang tengah dibahas di DPRD Sulsel terancam gagal diwujudkan.

Perwakilan organisasi buruh sedunia untuk Indonesia menganggap masalah PRT belum penting untuk dituangkan dalam peraturan daerah (perda).

Konsultan International Labour Organization (ILO) Indonesia, Imelda Amelia mengatakan, untuk membicarakan upah PRT harus lebih berhati-hati karena hal tersebut masih menjadi agenda pembahasana nasional dan rancangan undang-undangnya belum final.

Menurutnya, di tingkat pusat saja masih terjadi diskusi panjang tentang hal ini. Yang menjadi pertimbangan bukan hanya sisi PRT semata tetapi juga mempertimbangkan kepentingan pemberi kerja bagi calon PRT.

"Untuk membuat perda tentang PRT sebenarnya itu baik, tapi harus diperhatikan betul prosesnya tidak hanya mempertimbangkan kondisi PRT tapi juga memperhitungkan kondisi lain," kata Imelda di Kantor Gubernur Sulsel, Selasa (10/4/2012).

"Meski saya tenaga konsultan ILO, tapi Saya tidak dalam kapasitas mendahuli pemerintah bahwa upah PRT harus sekian. Harus ada pendekatan dan instrumen-instrumen yang tepat," katanya.(*)

Penulis : Syaekhuddin
Editor : Ridwan Putra

sumber:
http://makassar.tribunnews.com/2012/04/10/tidak-penting-ranperda-prt-terancam-batal#.T4uQK6YIz2A.twitter

Loncat dari Ruko, PRT Luka Serius & Depresi

MEDAN - Seorang korban selamat dalam kebakaran di Medan, Sumatera Utara, mengalami luka serius dan trauma.

Evrin Tumanggor (sebelumnya ditulis Erin), pembantu rumah tangga (PRT) yang bekerja di ruko yang menjual barang elektronik itu, masih menjalani perawatan di RS Imelda.

Kiki, kepala perawat RS Imelda, menuturkan Evrin depresi karena kebakaran itu menewaskan tujuh anggota keluarga majikannya.

“Dia masih depresi. Begitu sadar menjerit-jerit dan kembali pingsan,” ujar Kiki, Selasa (10/4/2012).

Evrin berhasil selamat setelah melompat dari atas saat kebakaran terjadi. Tetangga korban beserta petugas pemadam langsung menolong Evrin dan membawanya ke rumah sakit.

Sementara itu, tujuh anggota keluarga majikannya ditemukan tewas terpanggang di lantai satu dan dua. Petugas pemadam kebakaran sulit menolong karena pintu ruko berlantai tiga itu berlapis dan digembok. Jendela juga terkunci dari dalam.

Sedikitnya 10 mobil pemadam kebakaran diturunkan ke lokasi. Api baru dapat dipadamkan sekira pukul 06.00 WIB atau satu jam setelah api muncul.

sumber:
http://news.okezone.com/read/2012/04/10/340/608701/loncat-dari-ruko-prt-luka-serius-depresi

Minggu, 08 April 2012

DPRD Rancang Gaji PRT 1,2 Juta

Makassar, KM – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulsel tengah merancang peraturan daerah yang mengatur upah PRT minimal Rp1,2 juta per bulan atau sesuai standar upah minimum provinsi.

Rancangan perda perlindungan PRT tersebut tengah dikaji. Anggota DPRD Sulsel yang juga Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Perlindungan PRT, Paulus Tandiongan, mengatakan bahwa penghargaan terhadap profesi pembantu sudah diterapkan di Provinsi Yogyakarta. Mereka memberlakukan gaji PRT yang mengacu pada standar UMP.

“Raperda ini mengatur kesejahteraan pekerja rumah tangga. Gajinya akan mengacu pada UMP Sulsel sebesar Rp1,2 juta. Di Yogyakarta seperti itu, kami akan ke sana untuk mempelajari lebih dalam,” katanya Perda perlindungan PRT digagas Komisi E DPRD Sulsel awal 2011 dan sudah di studibandingkan tim inisiator (Komisi E) ke Pulau Batam, Kepulauan Riau.

Hanya, pada masa sidang II DPRD, Raperda ini tergeser oleh Raperda perubahan Perda kelembagaan daerah yang mendesak direvisi.[KM02]

sumber:
http://kabarmakassar.com/?p=5770

25 PRT Indonesia di Arab Saudi Terancam Hukuman Mati

TRIBUNNEWS.COM - Sebanyak 25 orang pembantu rumah tangga asal Indonesia di Arab Saudi, dikabarkan akan menghadapi hukuman mati dalam jangka waktu dekat, atas beberapa tuduhan melakukan kejahatan.

Demikian diberitakan surat kabar lokal Arab Saudi, Arab News. Selain memberitakan kabar mengerikan itu, mereka juga mengatakan sebanyak 22 orang pembantu rumah tangga asal Indonesia yang sebelumnya terancam hukuman mati, telah diampuni kesalahannya, dan telah dalam perjalanan pulang ke Indonesia.

"Dua puluh dua narapidana Indonesia yang terancam hukuman mati di Kerajaan telah dibebaskan dan dipulangkan kembali ke Indonesia. Sementara 25 pembantu rumah tangga masih menghadapi hukuman mati di Arab Saudi karena melakukan berbagai pelanggaran," lapor kantor berita berbahasa Inggris Arab itu, Sabtu (7/4/2012).

Dari ke 25 terhukum mati itu, enam diantaranya menghadapi hukumannya di Riyadh, sementara sisanya, akan menjalani hukumannya di provinsi-provinsi wilayah Barat Arab Saudi.

"Enam pembantu rumah tangga menghadapi hukuman mati di Riyadh, sedangkan sekitar 19 sisanya di wilayah Barat," seperti dikatakan Juru Bicara Kedutaan Besar Indonesia, Hendrar Pramutyo, dikutip dari globalnation.inquirer.net, Minggu (8/4/2012).

Jakarta menurutnya akan mengirimkan 14 anggota satuan tugas Presiden untuk Kerajaan Arab Saudi pada tanggal 7 April, untuk berbicara dengan para pejabat Saudi, guna menyelamatkan ke 25 orang tersebut.

"Kami juga telah meminta izin dari pemerintah tuan rumah untuk memungkinkan delegasi tersebut untuk mengunjungi penjara Saudi, dimana sebanyak 1.700 warga Indonesia menjalani hukuman penjara," katanya.

Namun hingga berita ini diturunkan, kebenaran informasi itu belum dapat dipastikan. (globalnation.inquirer.net/*Samuel Febrianto)

sumber:
http://www.tribunnews.com/2012/04/08/25-prt-indonesia-di-arab-saudi-terancam-hukuman-mati

Selasa, 03 April 2012

ILO: Masih Ada PRT Berusia di Bawah 15 Tahun Bukti Kemiskinan

Diperkirakan sekitar 688.000 anak yang berusia 18 tahun menjadi pekerja rumah tangga wanita di Indonesia dan 25 persen di antaranya berusia di bawah 15 tahun.

Hal tersebut dikatakan Koordinator Program International Labour Organization (ILO) Untuk pekerja Migran, Muhammad Nour dalam diskusi interaktif dengan tema "Problematika dan Solusi tentang Pekerja Rumah Tangga dan Pekerja Rumah Tangga Anak di Sumatera Utara" yang digelar di Medan, Rabu.

Dia mengatakan, masih adanya anak berusia di bawah 15 tahun menjadi pekerja di rumah tangga, membuktikan masih banyaknya terdapat kemiskinan di negeri ini.

"Angka kemiskinan masih banyak terdapat di Indonesia, hal ini perlu mendapat perhatian serius bagi Pemerintah untuk menanggulanginya," kata Nour.

Menurut dia, wanita berusia di bawah 15 tahun itu masih tergolong kecil dan tidak pantas bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

Seharusnya, seorang wanita dalam usia yang masih tergolong muda itu adalah masa-masa mereka perlu mendapat pembinaan dan kasih sayang dari kedua orang tuanya serta menimba ilmu di sekolah.

Namun, kenyataannya wanita kecil itu, justru bekerja di rumah orang lain menjadi pembantu rumah tangga. "Kapan lagi waktunya wanita muda itu mengecap pendidikan seperti yang dirasakan teman-teman seusianya. Kehidupan seperti ini benar-benar menyedihkan dan memprihatinkan di era globalisasi ini," katanya.

Selanjutnya, dia menjelaskan, meskipun wanita yang jadi pembantu rumah tangga itu diberikan kesempatan untuk bersekolah. Namun kegiatan sekolah yang dilakukannya tidak tenang dan konsentrasi antara menimba ilmu dan bekerja.

"Cara belajar di sekolah juga tidak bisa fokus dan masih terbayang pekerjaan yang akan mereka lakukan di rumah majikan. Inilah kendala yang dihadapi pekerja rumah tangga anak yang sambil bersekolah," ujarnya.

Namun begitulah kenyataaan yang sering mereka hadapi karena wanita kecil itu terpaksa menjadi pembantu rumah tangga akibat kemiskinan.

"Permasalahan kemiskinan dan pekerja rumah tangga anak yang seperti ini, saya rasa bukan hanya terjadi di Sumatera Utara, melainkan juga daerah-daerah lainnya di Indonesia," kata Nour.

Tanjung Balai

Sementara itu, pengamat pekerja Migran di Sumatera Utara Edi Sunarwan mengatakan, pekerja rumah tangga anak yang masih berusia kecil di bawah 15 tahun masih terdapat di Kota Tanjung Balai,Sumatera Utara.

Fenomena kehidupan yang memprihatinkan seperti ini, menurut dia, tidak asing lagi dialami sejumlah wanita kecil di kota "kerang" itu.

Hal ini sudah berlangsung cukup lama, bahkan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara sudah sering mengadakan penelitian di Tanjung Balai mengenai kehidupan pekerja rumah tangga anak.

Dia mengatakan, dalam survei yang dilakukan perguruan tinggi negeri tertua di Sumatera itu, membuktikan bahwa Kota Tanjung Balai banyak terdapat pekerja rumah tangga yang masih anak-anak dan tergolong dibawah umur.

"Hal-hal yang seperti ini perlu mendapat kajian yang serius dari Pemerintah Kota Tanjung Balai karena masih banyak anak-anak yang jadi pekerja rumah tangga," kata Sunarwan.

Menurut hasil studi yang diperoleh ILO pada 2004 disebutkan, diperkirakan terdapat 2.593.399 pekerja rumah tangga di Indonesia dan sekitar 1,4 milion juta di antaranya adalah pekerja rumah tangga yang bekerja di Pulau Jawa.

Mayoritas pekerja rumah tangga adalah perempuan dengan tingkat pendidikan yang rendah.Mereka umumnya datang dari keluarga miskin di masyarakat pedesaan.

Selain pekerja rumah tangga dewasa, salah satu bentuk umum dari pekerja anak yang ditemukan di Indonesia adalah pekerja rumah tangga anak.

sumber:
http://www.indonesiango.org/en/ngo-activities/poverty/2946-ilo-masih-ada-prt-berusia-di-bawah-15-tahun-bukti-kemiskinan