Jumat, 13 April 2012

RUU PRT HARUS DISAHKAN



MEDAN- Rancangan Undang-undang (RUU) Pekerja Rumah Tangga (PRT) harus segera disahkan. Hal ini terkait tingginya kasus kekerasan fisik, psikis dan ekonomi yang dialami PRT. Demikian dikatakan Anggota DPD-RI Prof Damayanti, Selasa (10/4), usai mengunjungi dua PRT asal Indramayu Jawa Barat, Khuraini (16) dan Munisa (17) yang mendapat perawatan di lantai 4 ruang 9 RSUD dr Pirngadi Medan.

“RUU PRT harga mati, Kita mendesak agar DPR RI harus segera mensahkan RUU ini. Kalau belum disahkan, kita tidak bisa berbuat lain. Seperti kasus kekerasan yang dialami dua PRT ini, majikan mereka hanya bisa dikenakan pasal mengenai kasus trafiking, itu juga UU nya tidak begitu kuat,” ujarnya.
Menurut Damayanti, setiap tahunnya ada sekitar 70 RUU yang menjadi pembahasan di DPR RI. Namun, pada 2011, hanya 13 RUU saja yang disahkan.
“Sayangnya dalam 13 RUU yang sudah disahkan itu, RUU PRT tidak termasuk yang disahkan. Padahal konsep yang kita buat sudah selesai, ini yang membuat kita kecewa,” terangnya.

Dalam RUU PRT tersebut, katanya, berisi beberapa point diantaranya, PRT tidak boleh bekerja lebih dari 12 jam, harus ada kontrak kerja antara majikan dengan PRT, selain itu, PRT harus mengetahui haknya.

“PRT itu mempunyai hak seperti pekerja biasa. Dengan adanya RUU ini, undang-undang pekerja bisa masuk kedalam rumah tangga, dengan begitu, PRT bisa lebih terlindungi,” urainya.

Pihaknya juga mengharapkan agar aparat penegak hukum dapat lebih sensitif dalam menyelesaikan kasus kekerasan yang dialami PRT. “Bukan itu saja, bahkan kebanyakan masyarakat belum memahami soal RUU PRT ini. Akibatnya kasus kekerasan yang dialami banyak yang mengambang. Harapan kita ke depannya, agar RUU PRT ini segera disahkan karena didalamnya juga terdapat beberapa sanksi,” tambahnya.

Sementara, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Sumut, Zahrin Piliang didampingi Ketua Pokja Pengaduan dan Fasilitas Pelayanan, Muslim Harahap mengatakan pihaknya sendiri telah mengkoordinaksikan kasus tersebut dengan jajaran biro PP Pemprovsu. Selain itu, advokasi dan pendampingan akan terus dilakukan hingga kasus itu dapat diselesaikan.

“Kita juga terus bekerjasama dengan Poldasu serta Polresta Medan, selain itu kita sudah mengontak Polres Indramayu. Kita dengar majikan korban telah kabur, kita harap mereka ini menjadi DPO dan pihak kepolisian segera mengusutnya. Bahkan MOU antara Pemprovsu dan Jawa Barat telah ditetapkan agar penanganannya bisa diimplementasikan,” ungkapnya.

Menurutnya, pihak yayasan yang menjadi penyalur tenaga kerja juga harus bertanggungjawab. “Keterangan dari kedua korban, mereka dijanjikan bekerja oleh penyalur tenaga kerja yang mengaku dari Yayasan Sari Bhakti Mandiri. Kita ingin mengetahui keberadaan pihak yayasan agar mereka bertanggungjawab dan dikenai sanksi,” ujarnya.

Kondisi kedua korban sendiri mulai membaik. “Mereka sudah ditangani dengan baik, tapi masih perlu penanganan khusus karena ada luka atau penyakit dalam yang dialami. Soal biaya, akan ditangani oleh Dinas Kesehatan Sumut. Kita juga berharap, agar di Sumut segera dibuat RSPA yaitu Rumah Sosial Perlindungan Anak untuk menampung anak-anak yang menjadi korban kekerasan dan mereka dalam perlindungan yang aman,” terangnya.

Ditambahkannya, kasus yang dialami kedua korban jelas mengandung unsur trafficking dan eksploitasi anak. Pelaku terancam dikenakan Undang-Undang (UU) Nomor 21/2007 tentang Tindakan Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman hukuman 15 tahun dan denda Rp500 Juta. “Mereka dianiaya dan tidak digaji selama setahun tiga bulan oleh majikannya. Lalu pada Rabu (5/4) lalu membuat pengaduan ke KPAID Sumut dan langsung kita bawa ke RSUD dr Pirngadi Medan untuk divisum dan menjalani perawatan,” bebernya. (mag-11)
sumber: http://www.hariansumutpos.com

http://www.sinabungjaya.com/?p=41893

Tidak ada komentar: