Senin, 14 Februari 2011

Pekerja Rumah Tangga Tuntut Naik Gaji

Senin, 14 Februari 2011 | 22:22 WIB
YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Puluhan orang yang tergabung dalam Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga menggelar aksi damai dari Taman Parkir Abu Bakar Ali ke Titik Nol Kilometer untuk mendesak pemberian upah layak serta perlindungan bagi pekerja rumah tangga.

"PRT (Pekerja Rumah Tangga) sangat membutuhkan perlindungan, karena pada kenyataannya, profesi ini sangat rentan pada sejumlah kekerasan fisik, psikis, sosial dan ekonomi," kata Koordinator Aksi Henny di sela-sela aksi di Kota Yogyakarta, Senin (14/2/2011).

Kondisi kesejahteraan PRT juga masih belum layak, termasuk di dalamnya adalah upah yang masih sangat minim, bahkan rentan eksploitasi dan tidak disertai dengan jaminan kerja.

PRT juga merupakan kelompok pekerja perempuan terbesar yaitu ada lebih dari 100 juta orang di dunia, dan di Indonesia ada sekitar empat juta orang dengan profesi yang sama dan di DIY terdapat sekitar 36.000 orang PRT.

Oleh karena itu, PRT mengajukan tiga tuntutan yaitu upah dan kerja layak bagi PRT, mendesak rancangan UU Perlindungan PRT segera disahkan serta menyusun perlindungan hukum bagi PRT di DIY.

Masalah lain yang juga masih dihadapi PRT, pekerjaan tersebut tidak diakui sebagai pekerjaan profesional karena dianggap sebagai pekerjaan informal, sehingga tidak ada kebijakan dari pemerintah yang benar-benar berpihak pada PRT.

"Selama ini, pemerintah belum berbuat banyak untuk PRT. Mereka cenderung hanya menunggu kasus untuk menyelesaikannya dan bukan melakukan pencegahannya," lanjutnya.

Sejumlah eksploitasi yang masih jamak dialami oleh PRT di antaranya adalah pemotongan upah, jam kerja selama 12-16 jam per hari yang beresiko tinggi pada kesehatan, tidak ada libur atau cuti mingguan.

"Mereka juga sangat bergantung pada kebijakan dari majikan," katanya.

Oleh karenanya, PRT menuntut segera dilakukan perbaikan upah agar layak dan bila diperlukan menyusun perlindungan hukum bagi PRT di tingkat kota dan kabupaten.

Tidak ada komentar: