Sabtu, 02 Mei 2009

SEMILOKA: Mau Kemana (Quo Vadis) Gerakan PRT?


Menyambut hari buruh internasional yang diperingati setiap tanggal 1 Mei, Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND) bersama Kongres Operata Yogyakarta (KOY) yang didukung oleh HIVOS menyelenggarakan seminar dan lokakarya bertema MAU KEMANA (QUO VADIS) GERAKAN PRT?

Bertempat di Hotel Matahari, acara yang sedianya dimulai pukul delapan pagi, molor sampai sejam. Tapi tak mengurangi kesuksesan acara seminar yang dihadiri 80% undangan dan enam nara sumber sekaligus, yaitu:
1. Prof. Dr. Damardjati Supajar. Beliau adalah filosof dan budayawan, sekaligus Guru Besar UGM.
2. Dra. Budi Wahyuni, MA. Pengamat gerakan perempuan dan mantan ketua Lembaga Ombudsman Swasta DIY.
3. Dra. Lusi Margiyani. Pengamat pendidikan alternatif. Pernah juga ambil bagian dalam penyusunan kurikulum sekolah alternatif PRT RTND.
4. Yuli Eko Nugroho dari Perhimpunan Solidaritas Buruh.
5. Murtini selaku Sekretaris Jenderal Kongres Operata Yogyakarta, dan
6. Ibu Niken Setyawati yang menjabat sebagai Perantara Hubungan Industrial Dinsosnakertrans Kota Yogyakarta.
Seminar yang dimoderatori oleh Buyung Ridwan Tanjung, Koordinator Divisi Advokasi RTND berakhir menjelang sholat Jum'at.

Usai seminar, Lokakarya digelar sekitar pukul setengah dua siang dengan membagi peserta ke dalam dua kubu. Kubu satu membahas metode atau strategi advokasi ke depan bagi PRT dimana peserta berasal dari Dinsosnakertrans, LBH Anshor, Koalisi Perempuan Indonesia, Persatuan Serikat Buruh dan pengurus harian KOY dengan dimoderatori oleh Nono Karsono dari divisi Pendidikan dan Pengembangan RTND.
Sedangkan kubu dua menitikberatkan pada jaringan PRT sendiri dengan segala permasalahannya.

Setelah silang pendapat dan adu argumen di tiap-tiap kubu, keduanya lantas mem-pleno-kan hasil yang dicetuskan oleh masing-masing kubu. Dari kubu kelompok advokasi merekomendasikan desakan adanya UU PRT secara nasional. Untuk program jangka pendeknya, strategi advokasi yang dilakukan adalah memperkuat jaringan dan terus mengadvokasi Perda sampai disahkan dan mengawal Perwal agar memuat tentang hak-hak PRT dan kontrak kerja yang lebih detil. Selain itu, kelompok advokasi menyarankan penyelesaian kasus PRT yang tak bisa diselesaikan melalui PHI dan harus berhadapan langsung dengan majikan ketika kasusnya dibawa ke pengadilan negeri, maka diperlukan pendampingan hukum bagi PRT dan perlu adanya lembaga independen seperti LOS yang akan mengakomodir perlindungan hukum terhadap PRT tersebut.

Menjurus pada presentasi Dian Novita, divisi pengorganisasian RTND, dari kelompok yang mendiskusikan soal Jaringan Perlindungan PRT (JPPRT) ditangkap adanya sebuah permasalahan internal dalam JPPRT itu sendiri, yaitu tentang komitmen anggota dan perdebatan minimnya dana. Permasalahan lain mayoritas sama seperti yang dihadapi kelompok advokasi mengenai UU PRT yang masih terkatung-katung, pasal dalam Perda yang belum mengcover perlindungan hukum PRT secara menyeluruh dan masalah strategi JPPRT yang hanya mengadvokasi di tingkat nasional saja. Berdasarkan hasil pleno lokakarya hari ini, maka diambil keputusan bahwa selain wait and see Perda yang sedianya disahkan paling lambat akhir Mei ini, JPPRT juga akan melakukan re-komitmen bagi para anggotanya dan juga mengundang pihak-pihak diluar JPPRT untuk urun rembug dengan mengadakan pertemuan pada tanggal 10 Mei 2009 pukul 10.00 pagi di aula Koalisi Perempuan Indonesia.

Lokakarya diakhiri dengan harapan akan menggairahkan kembali isu-isu PRT setelah sekian lama terpinggirkan oleh kepentingan-kepentingan lain, baik internal maupun eksternal dan juga pencapaian advokasi hukum yang lebih baik untuk perlindungan PRT ke depan.

Tidak ada komentar: