Sabtu, 02 Mei 2009

Dra. Budi Wahyuni, MA: "Saya heran kenapa ibu rumah tangga tidak mau disamakan bajunya dengan PRT?"


*Catatan Nara Sumber Seminar "Mau Kemana Gerakan PRT?" tanggal 01 Mei 2009.

Budi Wahyuni mengawali penyampaian materinya dengan ucapan duka cita atas berita di surat kabar Harian Jogja edisi 1 Mei 2009 yang memberi headline besar-besar bahwa masalah perlindungan PRT tidak akan dimasukkan dalam Perda dengan dalih di Perda akan lebih sulit karena tidak bisa rinci dan dengan Peraturan walikota nanti akan lebih mudah dan lebih individual. Budi Wahyuni menyayangkan kebijakan DPRD tentang hal ini, mengingat kekuatan hukum perwali tak terlalu kuat.

Namun setelah pihak RTND melakukan kroscek dengan wartawan yang menulis berita tersebut didapati fakta bahwa si penulis juga belum terlalu yakin dengan apa yang ia tulis, artinya kebenaran isi berita masih perlu dipertanyakan, mengingat pihak Dinsosnakertrans selaku institusi yang selama ini bermitra dengan RTND dalam memperjuangkan PRT di ranah hukum juga belum mengetahui tentang hal ini. Intinya, masih ada celah bagi perjuangan PRT yang dalam rapat bersama DPRD, Dinsosnakertrans, dan lembaga lain seperti LOS beberapa hari kemarin mencetuskan sebuah kemajuan meski masih teramat minim, yakni memasukkan 1 pasal dengan 3 ayat tentang PRT dalam Raperda Ketenagakerjaan yang deadlocknya akan disahkan akhir bulan Mei 2009.

Kembali pada penjelasan Budi Wahyuni, ia juga menyayangkan bahwa penurunan pemasukan PRT dari Perda ke Perwali itu tak lepas dari keterkaitan kepentingan pengguna jasa PRT yang juga adalah seorang perempuan. Mereka -pengguna jasa yang melekat erat dengan seorang ibu rumah tangga yang notabene adalah perempuan- belum mampu menyamakan langkah dan persepsi ketika hendak konsisten mengarahkan pada gerakan perempuan maka mereka harus bisa membebaskan diri dari konsep kepentingan itu sehingga dalam konteks gerakan tersebut kepentingan-kepentingan itu tak lagi menjadi konflik. Perjuangan PRT akan terasa lebih berarti jikalau mereka sejak dini menyadari untuk kemudian melepaskan diri sebagai salah satu pelaku eksploitasi itu sendiri.

Akan kemana gerakan PRT? Mantan ketua LOS DIY ini menyerukan untuk menyamakan langkah ke depan, meski bukan hal yang mudah mengingat banyak sekali hambatan, salah satunya hambatan kultural yang masih tumbuh kembang di negeri ini. Bahkan, masih menurut Budi Wahyuni, istilah Pekerja terasa masih sulit diucapkan daripada Pembantu, sehingga gerakan PRT ke depan memerlukan proses yang butuh banyak waktu. (alvi)

Tidak ada komentar: