Jumat, 10 Desember 2010

PERGUB DIY NO 31 TAHUN 2010 ttg Pekerja Rumah Tangga

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
NOMOR 31 TAHUN 2010
TENTANG
PEKERJA RUMAH TANGGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Menimbang :

a. bahwa bekerja bagi seseorang tidak hanya mempunyai makna ekonomis sebagai usaha untuk memperoleh kehidupan yang layak, namun juga memiliki makna psikologis untuk mendapatkan peran, pengakuan dan pemaknaan hidup, disamping perwujudan dari keberadaan dan nilai pribadi dalam kehidupan bermasyarakat sekaligus bermakna pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa;


b. bahwa makna yang sangat penting dari pekerjaan bagi manusia sebagaimana dimaksud dalam huruf a menjadikan hak bekerja bagi seseorang harus diakui dan perlu diatur sesuai dengan nilai dan norma dalam hak-hak asasi manusia sehingga pemerintah mempunyai kewajiban untuk memberikan pengakuan terhadap hak bekerja tersebut dan memberikan perlindungan terhadap setiap warga negara untuk dapat menjalankan pekerjaannya dengan layak termasuk juga kepada mereka yang bekerja dalam sektor kerumahtanggaan;

c. bahwa hubungan kerja antara Pekerja Rumah Tangga dengan Pemberi Kerja tidak murni merupakan hubungan hukum tetapi juga hubungan sosial, sehingga perlu dibangun agar terbentuk keterikatan kerja yang saling menghargai, membutuhkan dan melindungi antar kedua belah pihak;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pekerja Rumah Tangga;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogjakarta sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Jo. Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta Presiden Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 827);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3276);

3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 138 Tahun 1973 Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3835);

4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889);

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3941);

6. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989);

7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);

8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419);

9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 2, 3 ,10, dan 11 Tahun 1950 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 58);

11. Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 2001 tentang Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa Atau Sebutan Lain;

12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan;

13. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2007 Nomor 7);

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :
1. Pekerjaan kerumahtanggaan adalah pekerjaan yang dilakukan dalam lingkup rumah tangga.
2. Tempat kerja adalah rumah tangga dimana Pekerja Rumah Tangga bekerja.
3. Pekerja Rumah Tangga adalah orang yang bekerja pada rumah tangga untuk melakukan pekerjaan kerumahtanggaan dengan memperoleh upah.
4. Pemberi Kerja adalah orang yang mempekerjakan Pekerja Rumah Tangga untuk melakukan pekerjaan kerumahtanggaan dengan membayar upah.
5. Upah adalah sejumlah uang yang diberikan oleh pemberi kerja kepada Pekerja Rumah Tangga atas prestasi dan jasa yang telah diberikan oleh Pekerja Rumah Tangga dan diterima oleh Pemberi Kerja.
6. Perjanjian Kerja adalah hubungan hukum antara Pemberi Kerja dengan Pekerja Rumah Tangga baik tertulis maupun tidak tertulis.
7. Agen Penyalur Pekerja Rumah Tangga adalah orang atau beberapa orang atau badan usaha baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum yang memberikan dan/atau menerima informasi mengenai lowongan pekerjaan Pekerja Rumah Tangga dan suplai tenaga kerja Pekerja Rumah Tangga dari atau kepada Pemberi Kerja dan Pekerja Rumah Tangga, serta berkewajiban memfasilitasi pendidikan atau pelatihan untuk Pekerja Rumah Tangga.

Pasal 2
Hubungan kerja antara Pekerja Rumah Tangga dengan Pemberi Kerja berasaskan:
a. penghormatan atas hak asasi manusia;
b. kekeluargaan;
c. ketertiban dan kepastian hukum; dan
d. keadilan dan kesetaraan.

Pasal 3
Penyusunan Peraturan Gubernur ini bertujuan :
a. Memberikan pengakuan secara hukum terhadap jenis pekerjaan kerumahtanggaan.
b. Memberikan pengakuan bahwa pekerjaan kerumahtanggaan mempunyai nilai ekonomis dan sosiologis.
c. Mengatur hubungan kerja yang harmonis, produktif serta menjunjung nilai-nilai moral, kemanusiaan dan kekeluargaan.
d. Mewujudkan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja di bidang kerumahtanggaan.
e. Memberikan perlindungan kepada Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja.

BAB II

KLASIFIKASI DAN JENIS PEKERJAAN KERUMAHTANGGAAN

Pasal 4
(1) Klasifikasi Pekerjaan Kerumahtanggaan berdasarkan waktu/jam kerja serta akomodasi terdiri atas:
a. bekerja penuh waktu;
b. paruh waktu.
(2) Jenis Pekerjaan Kerumahtanggaan terdiri atas pekerjaan pokok dan pekerjaan tambahan.

BAB III

HUBUNGAN KERJA

Pasal 5
(1) Hubungan Kerja antara Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja berupa kesepakatan yang diwujudkan dalam Perjanjian Kerja dengan mengedepankan hubungan yang bersifat kekeluargaan.
(2) Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dituangkan secara tertulis maupun tidak tertulis.
(3) Isi Perjanjian Kerja sekurang-kurangnya memuat :
a. identitas para pihak;
b. jenis dan uraian pekerjaan kerumahtanggaan;
c. upah;
d. jam kerja;
e. jangka waktu; dan
f. fasilitas yang diberikan.
(4) Contoh format Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Lampiran, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubenur ini.

BAB IV

PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA DAN PEMBERI KERJA

Pasal 6
Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja berhak mendapatkan perlindungan yang sama dan terbebas dari intervensi pihak manapun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V

PENGAWASAN PEKERJA RUMAH TANGGA

Pasal 7
(1) Pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan hubungan kerja Pekerja Rumah Tangga dapat dilakukan oleh Serikat Pekerja Rumah Tangga, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan aparatur pemerintahan setempat.
(2) Pemberi Kerja wajib melaporkan tentang Perjanjian Kerja dengan Pekerja Rumah Tangga kepada Ketua Rukun Tetangga setempat, dengan menyertakan identitas Pekerja Rumah Tangga dan/atau salinan Perjanjian Kerja.

BAB VI

HAK DAN KEWAJIBAN PEKERJA RUMAH TANGGA

Pasal 8
(1) Pekerja Rumah Tangga berhak atas:
a. hari libur;
b. upah;
c. kerja yang layak tanpa kekerasan;
d. beban kerja dan jenis kerja yang jelas;
e. waktu istirahat yang cukup;
f. cuti baik karena alasan kesehatan maupun alasan lainnya.
(2) Hak-hak yang diatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai kesepakatan antara Pemberi Kerja dengan Pekerja Rumah Tangga.
(3) Pekerja Rumah Tangga wajib melaksanakan semua isi Perjanjian Kerja antara Pemberi Kerja dengan Pekerja Rumah Tangga.
(4) Dalam hal Pekerja Rumah Tangga masih dibawah umur, Pemberi Kerja wajib memperhatikan hak-hak anak.
(5) Pemberi Kerja wajib memberikan kesempatan Pekerja Rumah Tangga dibawah umur untuk mengikuti wajib belajar.
(6) Pekerja Rumah Tangga masih dibawah umur sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dipekerjakan dengan ketentuan:
a. Mendapat izin dari orang tua/wali.
b. Mendapat pelatihan dan pengenalan terhadap hal-hal yang membahayakan.
c. Jam kerja dengan memperhatikan hak-hak anak.
d. Tetap menjalin komunikasi dengan orang tua/wali.
e. Berhak atas santunan kesehatan, perlindungan dari kekerasan, hak bersosialisasi dan berpartisipasi.

BAB VII

SERIKAT PEKERJA RUMAH TANGGA

Pasal 9
(1) Pekerja Rumah Tangga dapat bergabung dalam Serikat Pekerja Rumah Tangga, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Serikat Pekerja Rumah Tangga dapat memberikan kontribusi pada perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

BAB VIII

PENDIDIKAN KETERAMPILAN

Pasal 10
(1) Setiap Pekerja Rumah Tangga, baik sebelum maupun sesudah memasuki pasar kerja dapat mengikuti pendidikan keterampilan dan etika kerumahtanggaan.
(2) Pelaksana pendidikan keterampilan dan etika kerumahtanggaan dapat dilaksanakan oleh pemerintah maupun swasta.

Pasal 11
(1) Penyelenggara pendidikan keterampilan harus memenuhi persyaratan:
a. adanya kurikulum yang sesuai dengan tingkat pendidikan dan pelatihan;
b. tersedianya sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan kerja; dan
c. memiliki izin dan terdaftar pada instansi terkait.
(2) Tata cara pengajuan pendirian, persyaratan perizinan dan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IX

AGEN PENYALUR PEKERJA RUMAH TANGGA

Pasal 12
(1) Agen Penyalur Pekerja Rumah Tangga dapat melakukan tugas dalam pengelolaan arus informasi, rekrutmen, permintaan dan penempatan Pekerja Rumah Tangga.
(2) Agen Penyalur Pekerja Rumah Tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan standar operasional yang telah ditetapkan oleh Asosiasi Penyalur Pekerja Rumah Tangga.
(3) Agen Penyalur Pekerja Rumah Tangga wajib memfasilitasi pendidikan atau pelatihan bagi calon Pekerja Rumah Tangga dan atau Pekerja Rumah Tangga.
(4) Agen Penyalur Pekerja Rumah Tangga dalam memfasilitasi Pendidikan Pekerja Rumah Tangga harus menggunakan standar kurikulum pendidikan Pekerja Rumah Tangga dan standar operasional sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Asosiasi Penyalur Pekerja Rumah Tangga.
(5) Agen Penyalur Pekerja Rumah Tangga wajib menyediakan perangkat sarana dan bahan pendidikan.
(6) Agen Penyalur Pekerja Rumah Tangga wajib menyediakan perangkat sarana penyediaan informasi, mendokumentasikan semua Pekerja Rumah Tangga yang disalurkan sesuai dengan identitas aslinya.
(7) Agen Penyalur Pekerja Rumah Tangga hanya mendapatkan imbalan jasa dari Pemberi Kerja dan dilarang memungut uang dari Pekerja Rumah Tangga.
(8) Agen Penyalur Pekerja Rumah Tangga harus bertanggungjawab atas jaminan kualitas Pekerja Rumah Tangga sesuai dan selama berlakunya perjanjian kerja.
(9) Agen Penyalur Pekerja Rumah Tangga wajib menyediakan fasilitas istirahat, ibadah, minum dan makan, kebersihan yang layak bagi kesehatan fisik dan psikis Pekerja Rumah Tangga selama penampungan.
(10) Agen Penyalur Pekerja Rumah Tangga wajib menghormati hak-hak Pekerja Rumah Tangga dalam hal kebebasan berkomunikasi dan bersosialisasi.

BAB X

PERSELISIHAN

Pasal 13
(1) Dalam hal terjadi perselisihan antara Pekerja Rumah Tangga dengan Pemberi Kerja dapat dilakukan penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat.
(2) Apabila tidak tercapai mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditempuh melalui jalur mediasi dengan mediator pengurus RT/RW atau sebutan lain yang berlaku di wilayahnya dan/atau didampingi oleh Serikat Pekerja Rumah Tangga.
(3) Penyelesaian melalui mekanisme mediasi RT/RW atau sebutan lain yang berlaku di wilayahnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat mengikat.
(4) Dalam hal terjadi perselisihan antara Agen Penyalur Pekerja Rumah Tangga dengan Pekerja Rumah Tangga maupun Agen Penyalur Pekerja Rumah Tangga dengan Pemberi Kerja, maka penyelesaian perselisihan tersebut merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 14
Pekerja Rumah Tangga dan/atau Pemberi Kerja yang telah melaksanakan kesepakatan sebelum ditetapkannya Peraturan Gubernur ini harus menyesuaikan dengan Peraturan Gubernur ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Peraturan Gubernur ini.

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku 6 (enam) bulan sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ditetapkan di Yogyakarta
pada tanggal 1 Oktober 2010
GUBERNUR
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,


HAMENGKU BUWONO X

Diundangkan di Yogyakarta
pada tanggal 1 Oktober 2010

SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,


TRI HARJUN ISMAJI

BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2010 NOMOR





PENJELASAN
PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
NOMOR 31 TAHUN 2010
TENTANG
PEKERJA RUMAH TANGGA

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Yang dimaksud dengan "asas penghormatan atas hak asasi manusia" adalah bahwa hubungan kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat kemanusiaan secara proporsional.

Yang dimaksud dengan "asas kekeluargaan" adalah bahwa hubungan kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

Yang dimaksud dengan "asas ketertiban dan kepastian hukum" adalah bahwa pengaturan hubungan kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja harus dapat menimbulkan ketertiban bagi hak dan kewajiban masing-masing melalui jaminan adanya kepastian hukum.

Yang dimaksud dengan "asas keadilan dan kesetaraan" adalah bahwa pengaturan hubungan kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja harus dapat mencerminkan adanya rasa keadilan dan kesetaraan yang bisa dinikmati diantara kedua belah pihak tanpa ada salah satu pihak yang merasa lebih diuntungkan maupun mempunyai posisi yang lebih tinggi serta peran yang lebih penting dari yang lain.

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “bekerja penuh waktu” adalah pekerjaan yang dilakukan 7 (tujuh) jam atau lebih per hari, baik menginap maupun tidak.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “paruh waktu” adalah pekerjaan yang dilakukan kurang dari 7 (tujuh) jam per hari dan tidak menginap.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pekerjaan pokok” adalah pekerjaan kerumahtanggaan pada umumnya seperti urusan boga, urusan kebersihan dan lain-lain.
Yang dimaksud dengan “pekerjaan tambahan” adalah ragam pekerjaan kerumahtanggaan tambahan sesuai dengan kesepakatan antara Pemberi Kerja dengan Pekerja Rumah Tangga.

Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “identitas para pihak” adalah pencantuman nama dan alamat pemberi kerja dalam perjanjian kerja dengan tujuan membantu mengidentifikasi pihak-pihak bila terjadi perselisihan dan guna menjamin kepatuhan administratif.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “jenis pekerjaan” adalah pencantuman jenis pekerjaan guna mencegah Pekerja Rumah Tangga diberi tugas yang belum disepakati sebelumnya, memberi kejelasan dan perlindungan baik untuk Pemberi Kerja maupun Pekerja Rumah Tangga dan membantu bila terjadi perselisihan diantara mereka.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “upah” adalah besaran upah minimum bagi Pekerja Rumah Tangga sesuai dengan kemampuan Pemberi Kerja dengan mempertimbangkan pada tingkat upah umum Pekerja Rumah Tangga di lingkungannya, kesepakatan dengan Pekerja Rumah Tangga dan besarnya pekerjaan yang dibebankan kepada Pekerja Rumah Tangga itu sendiri. Ketentuan jangka waktu pembayaran terkait tempat, waktu dan bentuk pembayaran harus juga ditentukan untuk membantu Pekerja Rumah Tangga menata kehidupannya. Upah sebagaimana dimaksud diberikan secara periodik sesuai dengan kesepakatan yang dibuat antara pemberi kerja dan Pekerja Rumah Tangga.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “jam kerja” adalah penataan waktu kerja (misalnya mengusulkan batas tertentu pada jam harian) dan bukan hanya berkenaan dengan jam kerja normal, tetapi juga berkenaan dengan potensi jam tambahan yang sifatnya mendadak, kondisi dan pembayaran lembur, jadwal kerja, jeda dan masa istirahat, cuti (haid, melahirkan, tahunan). Ketentuan ini akan membantu menyelesaikan atau mengurangi jumlah perselisihan dan membantu mencegah jam kerja yang panjang dan permintaan akan pekerjaan tambahan tanpa bayaran.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “jangka waktu” adalah penghentian kerja bagi Pekerja Rumah Tangga dituangkan dalam Perjanjian Kerja untuk durasi tertentu (misalnya: satu tahun, dua tahun dan seterusnya) atau sesuai kesepakatan para pihak untuk memberikan kontribusi pada pemeliharaan stabilitas psikologis, sosial dan ekonomi Pekerja Rumah Tangga dan memberikan asistensi bila terjadi perselisihan.

 Huruf f
Yang dimaksud dengan “fasilitas yang diberikan” adalah adanya upaya bahwa ketentuan kerja harus mencakup mengenai bagaimana makanan dan akomodasi serta santunan kesehatan bagi Pekerja Rumah Tangga harus disediakan sehingga tidak menimbulkan kesan pembedaan perlakuan dengan Pemberi Kerja untuk menghindari terjadinya praktek diskriminasi dalam pelaksanaannya.

Ayat (4)
Contoh format Perjanjian Kerja dalam Lampiran Peraturan Gubernur ini dapat digunakan sebagai panduan dalam membuat Perjanjian Kerja.
Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud wajib belajar adalah program pemerintah untuk mengikuti pendidikan dasar bagi Warga Negara Indonesia yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas.
huruf b
Pekerja Rumah Tangga masih dibawah umur harus diberitahu apa yang harus dikerjakan dan apa yang tidak boleh dikerjakan serta dilatih bagaimana menghindari bahaya, dengan misalnya, tidak boleh bekerja dengan benda-benda tajam, atau bahan-bahan kimia, atau tidak boleh naik ke genting, dan sebagainya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Yang dimaksud dengan hak bersosialisasi adalah hak setiap anak untuk bertemu, berkomunikasi dan menjalin hubungan sosial dengan orang lain di sekitarnya.
Yang dimaksud dengan hak berpartisipasi adalah hak setiap anak untuk mengutarakan pikiran dan pendapat secara bebas, dihormati dan diperhitungkan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut hidup anak tersebut, baik dalam keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pendidikan keterampilan” antara lain:
a. Mengoperasikan mesin cuci, kompor gas, almari pendingin dan batasan-batasannya dan alat-alat listrik modern lainnya.
b. Pengetahuan tentang tata krama rumah tangga, etika pergaulan dan pengetahuan sederhana tentang perkembangan anak.
c. Keterampilan lain yang didesain agar memungkinkan para Pekerja Rumah Tangga mendapatkan/memperoleh nilai tambah dalam hal skill maupun kepribadian mereka.
d. Pendidikan keterampilan yang dilaksanakan pemerintah, dalam hal ini oleh instansi yang membidangi urusan ketenagakerjaan.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.










LAMPIRAN
PERATURAN GUBERNUR
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
NOMOR 31 TAHUN 2010
TANGGAL 1 OKTOBER 2010


CONTOH FORMAT PERJANJIAN KERJA


PERJANJIAN KERJA
ANTARA PEMBERI KERJA DAN PEKERJA RUMAH TANGGA

Yang bertanda tangan di bawah ini:
1. Nama :
Jenis Kelamin :
TTL :
Pekerjaan :
Agama :
Status Perkawinan :
Alamat :
Bertindak atas nama diri sendiri sebagai Pemberi Kerja yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.

2. Nama :
Jenis Kelamin :
TTL :
Agama :
Status Perkawinan :
Alamat :
Bertindak atas nama diri sendiri sebagai Pekerja Rumah Tangga yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.

PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA secara bersama-sama disebut sebagai PARA PIHAK.

PARA PIHAK tersebut di atas telah saling setuju dan sepakat untuk mengadakan Perjanjian Kerja dengan ketentuan sebagai berikut:

Pasal 1
PIHAK PERTAMA memberikan pekerjaan kepada PIHAK KEDUA antara lain:
a. membersihkan seluruh rumah;
b. membersihkan halaman rumah;
c. mencuci baju dan menyetrika;
d. menjaga rumah selama PIHAK PERTAMA tidak berada di rumah;
e. menyiapkan makanan dan minuman; dan
f. pekerjaan lain yang berhubungan dengan kerumahtanggaan.


Pasal 2
Selama masa berlaku Perjanjian Kerja PIHAK KEDUA berhak atas upah sebesar Rp…........ (… ….Rupiah)/Bulan, dibayarkan secara periodik setiap ……… .

Pasal 3
(1) PIHAK KEDUA bekerja selama ………….. hari dalam seminggu, dari jam ……….. sampai jam ……….., termasuk minimal 1 (satu) jam istirahat.*
(2) PIHAK KEDUA harus memberitahukan kepada PIHAK PERTAMA terlebih dahulu jika tidak masuk kerja.

Pasal 4
(1) Perjanjian Kerja ini berlaku untuk masa waktu …………..bulan/tahun, terhitung mulai tanggal ........... sampai dengan ….... .
(2) Jika PIHAK KEDUA ingin mengakhiri Perjanjian Kerja, PIHAK KEDUA memberitahukan pengunduran diri secara tertulis dan/atau lisan terlebih dahulu, setidaknya seminggu sebelum waktu pengunduran diri.
(3) Apabila masa berlaku Perjanjian Kerja telah habis, Perjanjian Kerja dapat diperpanjang sesuai kesepakatan PARA PIHAK.

Pasal 5
Fasilitas yang diberikan oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA mencakup: konsumsi, akomodasi serta santunan kesehatan.**

Pasal 6
(1) PIHAK PERTAMA berhak untuk menghentikan Perjanjian Kerja dengan mengeluarkan PIHAK KEDUA apabila PIHAK KEDUA tidak melaksanakan tugasnya atau menyebabkan kerugian pada PIHAK PERTAMA (sering tidak masuk kerja tanpa ada keterangan, terlambat datang, mencampuri urusan-urusan penting dan aktifitas PIHAK PERTAMA tanpa diminta oleh PIHAK PERTAMA, dan lain-lain).
(2) PARA PIHAK sepakat untuk meminta mediasi kepada pengurus Rukun Tetangga / Rukun Warga apabila terjadi perselisihan yang tidak dapat diselesaikan oleh PARA PIHAK terkait dengan isi Perjanjian Kerja.
(3) PARA PIHAK berhak mendapatkan jaminan keamanan, terbebas dari segala bentuk kekerasan, penindasan dan eksploitasi.

Demikian Perjanjian Kerja ini dibuat dengan sungguh-sungguh dalam keadaan sadar tanpa ada tekanan dan paksaan dari pihak manapun.

Perjanjian Kerja ini disetujui dan ditandatangani
di ………………………..
Tanggal …………………… Tahun …………


PIHAK PERTAMA, PIHAK KEDUA,



………………………….. …………………………..

Saksi
Pengurus RT/RW
…………………



………………………….



Keterangan:
*Mulai dan selesainya jam kerja sesuai dengan izin/kesepakatan.
**Fasilitas yang disediakan tidak membedakan perlakuan untuk menghindari terjadinya praktek diskriminasi. Fasilitas yang diberikan dapat ditambahkan sesuai dengan kesepakatan para pihak.

Tidak ada komentar: