Kamis, 04 Maret 2010

Pergub PRT Harus Penuhi Kultur Masyarakat

Kamis, 4 Mar 2010 13:47:04
Bernas JOGJA Rencana Pemerintah Provinsi DIY menelurkan Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur pekerja rumah tangga (PRT) hendaknya memperhatikan aspek kultur masyarakat Yogyakarta yang guyup, rukun dan gotong royong dalam perumusan isi pergub tersebut.
Direktur Pusat Konsultasi Bantuan Hukum (PKBH) Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Heniy Astiyanto mengusulkan agar konten dalam pergub itu ditekankan pada kesepakatan antara PRT dan majikan. "Pergub tidak usah terlalu detail karena itu nanti malah mematikan ruang musyawarah untuk kebaikan bersama," katanya dalam diskusi Kajian Perlindungan Hukum bagi PRT di Yogyakarta di Kantor Rumpun Tjoet Njak Dien (RTND), Rabu (3/3).
Untuk merumuskan pergub tersebut, lanjutnya, pihak pihak terkait wajib diikut sertakan dalam pembahasannya. Seperti di antaranya perwakilan PRT, perwakilan majikan, organisasi perempuan dan organisasi keagamaan.
Munculnya rencana pergub khusus PRT itu sendiri mencuat seiring diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Gubernur DIY No 244 tahun 2009 yang menganulir pasal 37 yang mengatur PRT dalam Perda Kota Yogyakarta No 13 tahun 2009. Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menilai pasal tersebut tidak sesuai dengan Undang undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sektor formal, sehingga ia menilai perlu diterbitkan pergub khusus untuk mengatur PRT.
Hingga saat ini Pemprov DIY telah membentuk tim yang berisikan
pakar pakar dari perguruan tinggi untuk merumuskan pergub tersebut.
Ditargetkan pergub itu akan selesai dalam tahun ini.
Sementara itu Direktur RTND, Yuni Satya Rahayu masih berharap PRT akan diakui sebagai pekerja formal. Perjuangan ke arah itu sudah dimulai dengan mengubah istilah PRT dari pembantu rumah tangga menjadi pekerja rumah tangga. "Kalau pembantu kan hanya bekerja secara sukarela maka diupahnya juga sukarela," tuturnya.
Selama pembahasan Perda 13/2009, pihaknya berkali kali mendesak Walikota Yogyakarta agar memasukkan PRT dalam perda itu tahun 2008 lalu. Terlebih pada masa itu mereka melihat ada niatan baik dari Walikota untuk melindungi hak hak PRT sebagai pekerja.
Dengan adanya perda yang mengatur PRT tentu akan memberi jaminan
perlindungan hukum bagi mereka. Pasalnya selama ini banyak hak kaum
PRT yang tak terpenuhi mulai dari hak ekonomi, hak berserikat dan hak terbebas dari tindak kekerasan dari majikannya.
Saat ini jumlah PRT terbilang cukup besar, menurut Sakrenas Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008 dan estimasi ILO tahun 2009 PRT di Indonesia mencapai tiga juta orang dan lebih dari 37 ribu PRT berada di DIY, 90 persennya adalah kaum perempuan. Jumlah ini diprediksi akan terus bertambah tiap tahunnya seiring dengan keterpaksaan perempuan perempuan desa yang tidak bisa mencari pekerjaan di desa. (rat)

Tidak ada komentar: