Selasa, 06 April 2010

Draft Raperda

RANCANGAN PERATURAN DAERAH

PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

NOMOR: ...... TAHUN ......
TENTANG
PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA





DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,



Menimbang :
a. Bahwa bekerja bagi seseorang merupakan perwujudan dari keberadaan dan nilai
pribadi dalam kehidupan bermasyarakat, juga sekaligus merupakan pengabdiannya
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Bahwa negara wajib mengatur dan melindungi setiap warga negaranya agar mendapat
perlakuan yang sesuai dengan norma dan nilai dari hak asasi manusia, sehingga
setiap warga negara memperoleh pengakuan dan perlakuan sesuai harkat dan
martabatnya sebagaimana layaknya manusia; terutama bagi perempuan dan anak
didalam melakukan pekerjaan kerumahtanggaan;
c. Bahwa pola hubungan kerja yang harmonis, produkstif serta menjunjung tinggi nilai-
nilai kemanusiaan dalam pekerjaan kerumahtanggaan,menuntut perubahan
pandangan hidup masyarakat dari budaya agraris dan patriarkhis menuju budaya
industri dan demokratis, sehingga hubungan kerja jauh dari perilaku diskriminatif dan
eksploitatif;
d. Bahwa program pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang sistematis dan tyerpadu,
akan memberdayakan setiap tenaga kerja dari berbagai kerentanan, yaitu baik
kerentanan struktural yang disebabkan ketidakmampuan ideologi dan ketrampilan
(kognitif dan motorik), kerentanan ekonomis (kemiskinan) dan kerentanan psikis
(sikap mental);
e. Bahwa hukum akan memberikan kepastian hak dan kewajiban semua pihak; dalam
rangka berusaha memperoleh penghidupan yang layak, perlu didukung penegakan
hukum yang konsisten dan obyektif, akan memberikan perlindungan kepada semua
pihak dari tindakan-tindakan yang merugikan.


Mengingat :
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah istimewa
Yogyakarta;
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten
dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta;
4. Undang-Undang No. 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa
Yogyakarta, jo. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1953 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 3 tahun 1950;
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1953 tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun
1950;
6. Undang-Undang Nomor 80 Tahun 1957 tentang Ratifikasi Konvensi No. 100 Tahun
1951 tentang Pengupahan yang Sama bagi Buruh Laki-laki dan Perempuan (
Lembaran Negara Republik Indonesia No. 171 Tahun 1957)
7. Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang Pokok-pokok Ketenagakerjaan;
8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Mengenai
Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan;
9. Undang-Undang N0. 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 138
Mengenai Usia Minimum Anak Bekerja;
10. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
11. Undang-Undang No. 1 Tahun 2000 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 182 Mengenai
Penghapusan Bentuk Pekerjaan Terburuk Bagi Anak;
12. Werving Ordonansi S b. 208 Tahun 1936 tentang Ordonansi untuk mengatur kegiatan
Mencari Calon Pekerja;
13. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;
14. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor
54; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
15. Keputusan Presiden No. 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan
Perundang-undangan dan bentuk Rancangan Unddang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 No.
90);
16. Keputusan Presiden No. 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan
Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak;
17. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 21` Tahun 2001 Tentang Produk Hukum Daerah
dan Materi Muatannya;
18. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 2001 Tentang Teknik Penyusunan
Produk Hukum Daerah.


Dengan persetujuan antara

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
DAN
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG
PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dengan:
1. Daerah adalah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;
2. Pemerintah Propinsi adalah Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;
3. Gubernur adalah Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;
4. Instansi ketenagakerjaan adalah Dinas di lingkungan Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
yang bertanggung jawah mengenai masalah ketenagakerjaan;
5. Pekerja Rumah Tangga yang selanjutnya disingkat PRT adalah orang yang tidak termasuk anggota
keluarga yang bekerja pada seorang atau beberapa orang dalam rumah tangga untuk melakukan
pekerjaan kerumahtanggaan dengan memperoleh upah;
6. PRT ialah Pekerja Rumah Tangga laki-laki maupun perempuan yang sudah berumur delapan belas tahun;
7. Pengguna Jasa adalah orang atau beberapa orang dalam rumah tangga yang memberi kerja dan tidak
berbentuk badan hukum;
8. Biro Informasi PRT adalah orang atau beberapa orang atau badan usaha yang memberikan dan/atau
menerima Informasi mengenai pekerjaan PRT dari atau kepada pengguna jasa dan PRT;
9. Lembaga Pendidikan Pekerja Rumah Tangga adalah lembaga yang memfasilitasi pendidikan bagi Pekerja
Rumah Tangga dan atau calon PRT;
10. Badan Independen Pekerja Rumah Tangga adalah badan indepnden yang terdiri dari unsur-unsur wakil
PRT; pengguna jasa; lembaga swadaya masyarakat terkait; pemerintah yang memiliki fungsi-fungsi
mediasi; standarisasi; dan pengawasan;
11. Pekerjaan adalah pekerjaan kerumahtanggaan yang berhubungan dengan urusan Rumah Tangga;
12. Waktu istirahat kerja adalah waktu untuk tidak melakukan kerja yang meliputi istirahat antara jam kerja;
13. Libur adalah waktu tidak melakukan kerja yang meliputi libur mingguan dan libur di luar libur mingguan ;
14. Siang hari adalah waktu antara pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00;
15. Malam hari adalah waktu antara pukul 18.00 sampai dengan pukul 06.00;
16. Seminggu adalah waktu selama 7 (tujuh) hari berturut-turut;
17. Hubungan kerja adalah hubungan yang timbul karena adanya perjanjian kerja antara PRT dengan
pengguna jasa guna melakukan pekerjaan kerumahtanggaan dengan mendapatkan upah;
18. Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara PRT dengan pengguna jasa baik untuk paruh waktu atau
waktu penuh yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak;
19. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan putusnya perjanjian kerja;
20. Perselisihan adalah pertentangan antara pengguna jasa dengan PRT dengan tidak adanya persesuaian
paham mengenai pelaksanaan perjanjian kerja dan/atau kondisi kerja PRT;
21. Tinggal di dalam adalah tinggal satu lingkungan rumah dengan pengguna jasa;
22. Tinggal di luar adalah tinggal di luar lingkungan rumah pengguna jasa;
23. Upah adalah sejumlah kompensasi yang diterimakan kepada PRT secara periodik atau berkala sebagai
imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan dan sesuai dengan perjanjian kerja;
24. Cuti adalah tidak masuk kerja dan/atau melakukan kerja yang diijinkan dalam jangka waktu tertentu
dengan tetap memperoleh upah;
25. Lembaga Swadaya Masyarakat adalah lembaga nirlaba yang didirikan oleh masyarakat yang bertujuan
untuk melindungi pekerja dan bukan merupakan bagian dari suatu instansi dan/atau lembaga yang
dibentuk oleh pemerintah.


BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Perlindungan PRT dan pengguna jasa berasaskan kemanusiaan, keadilan, keseimbangan

Pasal 3

Perlindungan PRT dan pengguna jasa bertujuan:
a. Memberikan pengakuan secara hukum atas jenis Pekerja Rumah Tangga ini;
b. Memberikan pengakuan bahwa pekerjaan kerumahtanggaan mempunyai nilai ekonomis;
c. Mengatur hubungan kerja yang harmonis, produktif serta menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.


BAB III
HUBUNGAN KERJA

Bagian Pertama
Perjanjian Kerja

Pasal 4

(1) Hubungan kerja antara PRT dengan pengguna jasa terjadi karena adanya perjanjian kerja guna
melakukan pekerjaan kerumahtanggaan;
(2) Hubungan kerja dimulai sejak disepakati perjanjian kerja antara pengguna jasa dengan PRT.


Pasal 5

(1) Perjanjian kerja dibuat berdasar atas:
a. kesepakatan kedua belah pihak secara bebas;
b. kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak;
c. adanya pekerjaan kerumahtanggaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Perjanjian kerja yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan b
dapat dibatalkan;
(3) Perjanjian kerja yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c dan huruf
d batal demi hukum.

Pasal 6

(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Buku III titel 7 A KUHPerdata,
perjanjian kerja antara PRT dengan pengguna jasa sekurang-kurangnya memuat:
a. identitas para pihak;
b. jenis dan uraian pekerjaan kerumahtanggaan;
c. upah yang diterimakan kepada PRT beserta peninjauannya;
d. waktu kerja;
e. waktu istirahat, cuti dan libur;
f. jaminan sosial, bantuan sosial dan fasilitas;
g. berakhirnya perjanjian.
(2) Perjanjian kerja dibuat untuk jangka waktu tertentu dengan kesepakatan kedua belah pihak;
(3) Perjanjian kerja yang telah berlangsung secara terus menerus dengan para pihak yang sama selama 5
tahun, maka hubungan kerja selanjutnya menjadi hubungan kerja untuk waktu tidak tertentu.

Pasal 7

(1) Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan kedua belah pihak;
(2) Para pihak untuk selanjutnya setelah penandatangan perjanjian kerja terikat dengan semua ketentuan
dalam perjanjian kerja.

Pasal 8

(1) Batas usia minimum PRT adalah 18 (delapan belas) tahun;
(2) Pengguna jasa dilarang mengadakan hubungan kerja dengan anak-anak.

Pasal 9

Hubungan kerja antara PRT dengan pengguna jasa dapat terjadi melalui biro informasi PRT yang bertindak
sebagai perantara.

Bagian Kedua
Kesejahteraan

Pasal 10

(1) Waktu kerja PRT adalah sesuai dengan yang diperjanjikan dan lamanya maksimal 7 jam perhari.
(2) Pekerjaan yang dilakukan selebihnya dari waktu kerja diperhitungkan sebagai waktu kerja lembur dan
PRT menerima upah lembur, dan lamanya waktu maksimal 2 jam per hari.


Pasal 11

(1) Setiap PRT berhak mendapatkan waktu istirahat secukupnya selama melaksanakan pekerjaan.
(2) Waktu istirahat tidak diperhitungkan sebagai jam kerja.
(3) PRT mendapatkan waktu libur mingguan selama 24 jam atau 1 (satu) hari dalam setiap 1 minggu.


Pasal 12

PRT dan Pengguna Jasa selama dalam hubungan kerja berhak atas:
a. Rasa aman dan keselamatan dilingkungan kerja;
b. Perlindungan kepentingan pribadinya;
c. Pelaksanaan ibadah sesuai agama dan atau kepercayaannya;
d. Bantuan hukum;
e. Akses komunikasi dan sosial.

Pasal 13

Besarnya upah minimum PRT disesuaikan dengan Upah Minimum Propinsi

Pasal 14

(1) Upah lembur diberikan kepada PRT yang melakukan pekerjaan pada waktu kerja lembur.
(2) Besarnya upah lembur lebih besar daripada kerja biasa dan ditentukan atas dasar kesepakatan kedua
belah pihak.
(3) Pembayaran upah lembur bersama-sama dengan pembayaran upah secara periodik atau berkala.


Pasal 15
Bantuan-bantuan lain diluar upah dapat diberikan kepada PRT atas dasar kesepakatan kedua belah pihak dan
kemampuan Pengguna Jasa.

Pasal 16

(1) PRT berhak atas cuti haid paling lama 2 (dua) hari.
(2) PRT berhak atas cuti tahunan selama 12 (duabelas) hari kerja setelah bekerja minimal 1 tahun.
(3) Selama cuti PRT berhak mendapatkan upah.

Pasal 17

Bagi PRT yang hamil/bersalin/mengalami keguguran kandungan berhak atas istirahat
hamil/bersalin/keguguran selama 3 (tiga) bulan.

Pasal 18

PRT berhak mendapatkan Tunjangan Hari Raya.

Pasal 19

PRT berhak atas jaminan sosial, kesehatan dan keselamatan kerja.

Pasal 20

PRT berhak atas fasilitas ruang istirahat dan tinggal yang layak untuk kesehatan fisik dan psikis dirinya,
selama PRT bekerja.

Pasal 21

PRT berhak atas fasilitas makanan yang layak selama PRT bekerja.

Pasal 22

Selama hubungan kerja berlangsung PRT wajib melaksanakan pekerjaan kerumahtanggaan sesuai perjanjian,
menjaga dan menghormati hak privasi dan hak milik Pengguna Jasa.

Pasal 23

(1) Pengguna Jasa berhak mendapatkan hasil pekerjaan sesuai yang diperjanjikan.
(2) Pengguna Jasa wajib memberikan:
a. Hak-hak PRT sesuai dengan peraturan perundangan dan perjanjian kerja;
b. Bimbingan dan peluang PRT untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan.


BAB IV
PERSELISIHAN DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Pasal 24

(1) Perselisihan hubungan kerja antara Pekerja Rumah Tangga dan Pengguna Jasa disebabkan adanya
perselisihan antara para pihak yang menyangkut kepentingan dan hak para pihak selama hubungan kerja.
(2) Perselisihan hak antara para pihak menyangkut tindakan salah satu pihak yang melanggar pihak lain yang
menimbulkan kerugian, tindakan tersebut berupa:

a. Mengingkari isi perjanjian kerja;
b. Larangan berorganisasi;
c. Melakukan tindakan kekerasan;
d. Melakukan tindaakan pelecehan seksual;
e. Mengancam dan tindakan kasar
(3) Perselisihan kepentingan antara para pihak menyangkut tindakan yang berupa:
1. Memaksakan kerja lembur;
2. Menghalang-halangi kegiatan pekerja selama hari libur/cuti;
3. Merusakkan barang milik pengguna jasa;
4. Menggunakan fasilitas pengguna jasa tanpa ijin.
(4) Perselisihan dapat juga terjadi antara Pekerja Rumah Tangga dan Badan Informasi Pekerja Rumah Tangga
dan atau Badan Informasi dengan Pengguna Jasa yang disebabkan karena adanya informasi tentang
penempatan dan kondisi kerja yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.

Pasal 25

Kedua belah pihak dalam upaya menyelesaikan perselisihan diberlakukan sama dalam kedudukan dan
martabatnya.

Pasal 26

(1) Bentuk Penyelesaian perselisihan dapat berupa kesepakatan kedua belah pihak untuk mengakhiri
hubungan kerja, paling tidak mengatur tentang:
a. Saat berakhirnya hubungan kerja;
b. Hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak, sebagai syarat-syarat penyelesaian
perselisihan;
c. Pernyataan yang jelas bahwa perselisihan telah selesai secara tuntas.
(2) Kesepakatan tersebut telah mempunyai kekuatan mengikat para pihak setelah ditandatangani oleh pihak-
pihak yang berselisih.

Pasal 27

Pemutusan hubungan kerja pada dasarnya hanya boleh terjadi atas dasar kesepakatan kedua belah pihak.


Pasal 28

Pemutusan hubungan kerja secara pihak harus memenuhi alasan-alasan yang telah diatur dalam peraturan ini.
Penyimpangan dari ketentuan ini pemutusan hubungan kerja dapat dibatalkan.

Pasal 29

Pemutusan hubungan kerja dilarang dengan alasan pekerja rumah tangga menikah, hamil, sakit dan
berkumpul, berorganisasi atau melakukan sesuatu yang menjadi haknya. Penyimpangan dari ketentuan ini,
pemutusan hubungan kerja batal demi hukum.

Pasal 30
(1) Tata cara penyelesaian perselisihan dapat menempuh tuntutan, pengaduan, laporan kepada instansi yang
berwenang
(2) Tata cara penyelesaian perselisihan kepentingan atau lainnya, daapat diselesaikan melalui tahapan-
tahapan berikut:
a. Musyawarah untuk mufakat;
b. Menunjuk mediator;
c. Peradilan umum;
d. Peradilan khusus.
(3) Tata cara lebih lanjut penyelesaian perselisihan ini akan diatur melalui Keputusan Gubernur
Pasal 31

(1) Pemutusan hubungan kerja karena:
a. Pengguna Jasa memutuskan secara sepihak hubungan kerja yang berlangsung sebelum masa kontrak
dalam perjanjian kerja selesai;
b. Pekerja rumah tangga memutuskan secara sepihak hubungan kerja yang berlangsung, sebelum masa
kontrak dalam perjanjian kerja selesai.
(2) Pengakhiran hubungan kerja atas dasar kesepakatan kedua belah pihak bukan pemutusan hubungan kerja


Pasal 32

(1) Pengguna Jasa dapat memutuskan hubungan kerja secara sepihak apabila pekerja rumah tangga
melakukan tindakan:
a. pencurian barang milik Pengguna Jasa dengan bukti awal cukup;
b. mangkir kerja selama 15 (lima belas) hari berturut-turut.
(2) Pengguna Jasa dapat memberikan peringatan tertulis atau lisan apabila pekerja rumah tangga melakukan
tindakan:
a. Mangkir atau meninggalkan pekerjaan tanpa ijin;
b. Menggunakan fasilitasi majikan di luar kesepakatan tanpa ijin;
c. Melakukan kesalahan dalam menjalankan pekerjaannya.

Pasal 33

Pekerja Rumah Tangga dapat memutuskan hubungan kerja secara sepihak apabila pengguna jasa melakukan
tindakan:
a. Kekerasan yang mengancam keselamatan kerja;
b. Pelecehan seksual.

Pasal 34

Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan seperti yang diatur dalam Pasal 28 Ayat 1 dan Pasal 30, kepada
pihak Pengguna Jasa diwajibkan membayarkan upah selama PRT melakukan pekerjaan sampai dengan saat
pemutusan hubungan kerja.

Pasal 35

Pekerja Rumah Tangga yang mangkir kerja selama 15 (lima belas) hari berturut-turut dianggap telah
mengundurkan diri.

Pasal 36
(1) Pemutusan hubungan kerja yang bukan karena kesalahan pekerja, maka Pengguna Jasa wajib untuk:
a. Mengajukan permohonan ijin untuk memutuskan hubungan kerja kepada Komisi Penyelesaian
Perselisihan Badan Independen Pekerja Rumah Tangga;
b. Memberikan pesangon, jasa dan ganti kerugian kepada Pekerja Rumah Tangga.
(2) Prosedur pemutusan hubungan kerja dalam hal ini tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang No. 12 Tahun 1964.
(3) Penyimpangan dari ketentuan ini, maka Pemutusan Hubungan Kerja dianggap batal demi hukum.
Pasal 37

(1) Komisi Penyelesaian Perselisihan merupakan salah satu badan dalam Badan Independen Pekerja Rumah
Tangga yang berfungsi menangani perkara perselisihan dalam hubungan kerja Pekerja Rumah Tangga.
(2) Komisi Penyelesaian Perselisihan bisa membentuk Panitia Penyelesaian Perselisihan untuk menyelesaikan
perkara antara pihak.
Pasal 38

Komisi Penyelesaian Perselisihan menangani tugas menyelesaikan masalah hubungan kerja yang timbul antara
pihak-pihak yang berkepentingan dalam perkara tersebut.

Pasal 39

(1) Selama Komisi Penyelesaian Perselisihan ini belum terbentuk maka Tata Cara Penyelesaian Perselisihan
dan prosedur pemutusan hubungan kerja antara Pengguna Jasa dan Pekerja Rumah Tangga tunduk pada
ketentuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 dan Undang-Undang No. 12 Tahun 1954.
(2) Penundukan diri atas ketentuan peraturan perundangan tersebut untuk hal-hal yang belum diatur dalam
peraturan ini.

BAB V
PENDIDIKAN DAN INFORMASI PEKERJA RUMAH TANGGA

Pasal 40

(1) Pendidikan atau pelatihan bagi calon PRT dan atau PRT bisa dilaksanakan oleh pemerintah, swasta, lsm
atau organisasi non pemerintah ataupun organisasi PRT.
(2) Pihak yang memfasilitasi pendidikan atau pelatihan bagi calon PRT dan atau PRT disebut dalam peraturan
ini dengan sebutan Lembaga Pendidikan PRT.
(3) Lembaga Pendidikan PRT harus menggunakan standar kurikulum pendidikan PRT dan operasional yang
ditetapkan oleh pemerintah dalam prakteknya.
(4) Lembaga Pendidikan PRT wajib menyediakan perangkat sarana dan bahan pendidikan.
(5) Lembaga Pendidikan PRT wajib menyediakan fasilitas istirahat, ibadah, minum dan makan, kebersihan
yang layak bagi kesehatan fisik dan psikis peserta.
(6) Lembaga Pendidikan PRT wajib menghormati hak-hak peserta dalam kebebasan berkomunikasi,
bersosialisasi, integritas pribadinya.
(7) Lembaga Pendidikan PRT dilarang mempekerjakan peserta.
(8) Aturan pendirian, perijinan dan operasional Lembaga Pendidikan PRT diatur lebih lanjut melalui Keputusan
Gubernur.

Pasal 41

(1) Pengelolaan arus informasi, rekrutmen, permintaan dan penempatan PRT dapat dilakukan oleh Biro
Informasi PRT.
(2) Biro Informasi PRT harus menggunakan standar operasional yang ditetapkan pemerintah dalam
prakteknya.
(3) Biro informasi PRT wajib menyediakan perangkat sarana penyediaan informasi.
(4) Biro informasi PRT wajib menyediakan fasilitas istirahat, ibadah, minum dan makan, kebersihan yang
layak bagi kesehatan fisik dan psikis PRT selama penampungan.
(5) Biro informasi PRT wajib menghormati hak-hak PRT dalam kebebasan berkomunikasi, bersosialisasi,
integritas pribadinya.
(6) Biro Informasi dilarang mempekerjakan PRT.
(7) Aturan pendirian, perijinan dan operasional Biro Informasi PRT diatur lebih lanjut melalui Keputusan
Gubernur.


BAB VI
PELANGGARAN

Pasal 42

Perbuatan-perbuatan yang dapat dikategorikan pelanggaran berat yaitu:
a. Penipuan, pencurian dan penggelapan barang/uang milik pengguna jasa atau PRT atau milik sesama
PRT;
b. Melakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan atau melakukan perjudian di tempat kerja;
c. Menyerang, mengintimidasi atau menipu yang dilakukan oleh PRT atau pengguna jasa diluar atau di
dalam tempat kerja;
d. Menganiaya, mengancam secara fisik atau mental, menghina secara kasar yang dilakukan oleh
Pengguna Jasa atau PRT;
e. Membujuk untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dilakukan oleh Pengguna Jasa ataupun PRT;
f. Pengguna Jasa menghalang-halangi PRT untuk bersosialisasi, berkumpul dan berorganisasi.

Pasal 43

Perbuatan-perbuatan yang dapat dikategorikan pelanggaran sedang yaitu:
a. Mangkir atau meninggalkan pekerjaan 15 (lima belas) hari berturut-turut tanpa izin yang dilakukan oleh
PRT;
b. Menggunakan fasilitas milik pengguna jasa yang diluar diatur dalam Pekerjaan Rumah Tangga tanpa izin
yang dilakukan oleh PRT.

Pasal 44

Perbuatan-perbuatan yang dapat dikategorikan pelanggaran ringan yaitu melakukan kesalahan dan/atau
kealpaan dalam melaksanakan pekerjaan yang tidak berakibat fatal.

BAB VII
SANKSI

Pasal 45

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 42 diancam pidana kurungan
selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah);
(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 43 diancam pidana denda sebesar
kerugian yang diderita pengguna jasa, dengan batas maksimal denda sebesar Rp. 1.000.000 (satu juta
rupiah);
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2)adalah pelanggaran.


BAB VIII
PENGAWASAN

Pasal 46

(1) Pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan hubungan kerja PRT dapat dilakukan
oleh Komisi Pengawasan Badan Independen PRT yang terdiri dari unsur-unsur PRT; pengguna jasa;
masyarakat, lem baga swadaya terkait dan pemerintah setempat.
(2) Pelaksanaan teknis pengawasan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

BAB IX
BADAN INDEPENDEN

Pasal 47

(1) Badan Independen PRT memiliki tugas:
a. Mediasi;
b. Pengawasan;
c. Standarisasi.
(2) Badan Independen memiliki kelengkapan sesuai dengan tugas nya sebagai berikut:
a. Komisi Penyelesaian Perselisihan;
b. Komisi Pengawasan;
c. Komisi Standarisasi.
(3) Badan Independen terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
a. Pekerja Rumah Tangga;
b. Pengguna Jasa;
c. Pemerintah setempat;
d. Lembaga Swadaya terkait.
(4) Anggota Badan Independen disahkan dengan SK Gubernur dengan berdasar hasil sidang pemilihan yang
berlangsung secara demokratis dan terbuka

Pasal 48

Fungsi dari Badan Independen sebagai berikut:
a. Pengawasan langsung;
b. Konsultatif;
c. Rekomendatif;
d. Media.

Pasal 49

Tata cara pembentukan dan mekanisme Badan Independen diatur lebih lanjut dalam peraturan tersendiri.

BAB IX
PERATURAN PERALIHAN

Pasal 50
Bagi Pengguna Jasa yang pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini masih mempekerjakan PRT usia anak
maka diberi waktu untuk menyesuaikan dengan batas waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pemberlakuan
peraturan.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 51
Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur oleh
gubernur.

Pasal 52
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.


Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
menempatkannya dalam Lemabaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.


Ditetapkan di Yogyakarta
pada tanggal ......................
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

TTD

SRI SULTAN HAMENGKUBUWONO X




Diundangkan di Yogyakarta

pada tanggal …………………..
SEKRETARIS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

TTD


…………………………………………………………………..
NIP.

LEMBARAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN ………NOMOR……..SERI…….

Tidak ada komentar: