Sabtu, 16 Juni 2012

KA PRT Desak UU Perlindungan PRT Segera Dibahas

Selama ini telah terjadi stigmatisasi terhadap pekerjaan PRT, yaitu pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan, tidak bernilai ekonomis dan pekerjaan bawaan, sehingga menimbulkan diskriminasi terhadap PRT.

Berbagai aliansi yang bergerak memberikan perlindungan kepada pekerja rumah tangga (PRT) yang tergabung dalam Komite Aksi PRT menggelar aksi unjuk rasa di Bunderan Hotel Indonesia (HI), Jakarta, Sabtu (16/6). Aksi yang diikuti 150 orang ini digelar selain memperingati Hari PRT Sedunia yang jatuh pada setiap 16 Juni ini, juga menyampaikan tuntutan kepada DPR RI dan pemerintah.

Tuntutan yang disampaikan yaitu segera menciptakan sistem perlindungan bagi PRT dengan segera membahas dan mengesahkan Undang-Undang (UU) Perlindungan PRT. Mereka juga menuntut pemerintah untuk memenuhi komitmen yang diucapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Sidang Perburuhan Internasional sesi ke-100 pada 16 Juni 2011, yaitu meratifikasi Konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak PRT dengan mengintegrasikannya dalam peraturan perundang-undangan nasional untuk perlindungan PRT domestik dan PRT Migran.

“Tuntutan ketiga adalah menghapuskan segala bentuk diskriminasi dan stigmatisasi terhadap PRT. Sebab selama ini, kenyataan dilapangan para PRT tidak mempunyai waktu libur, dan tidak bisa keluar rumah hanya untuk melepaskan penat setelah bekerja penuh,” kata Koordinator Jaringan Nasional Advokasi (JALA) PRT, Lita Anggraeni, kepada beritasatu.com usai mengadakan aksi unjuk rasa tersebut.

Lita menegaskan selama ini telah terjadi stigmatisasi terhadap pekerjaan PRT, yaitu pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan, tidak bernilai ekonomis dan pekerjaan bawaan. Sehingga menimbulkan diskriminasi terhadap PRT, yang paling utama tidak dianggap sebagai pekerja yang patut dilindungi oleh UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Praktis tidak ada kerangka hukum yang mengakui dan melindungi hak-hak PRT sebagai pekerja. Padahal, selama melakukan pekerjaannya, PRT memenuhi unsur upah, perintah dan pekerjaan. Ini menunjukkan PRT adalah pekerja yang memiliki hak normatif dan perlindungan seperti pekerja umumnya,” jelasnya.

Menurut rapid assessment JALA PRT, ada sebanyak 10,7 juta PRT yang menopang jutaan keluarga Indonesia. PRT memegang peranan penting di dalam peningkatan pendapatan keluarga. Namun demikian, 10,7 juta PRT di Indonesia tidak terlindungi oleh peraturan perundangan yang mengatur kondisi kerja dan standar kerja yang layak.

“Demikian juga dengan 6 juta PRT migran Indonesia. Dampaknya sering terlihat eksploitasi dan kekerasan terhadap PRT kerap kali terjadi,” kata Lita.

Menurutnya RUU PRT merupakan inisiatif dari DPR, sehingga seharusnya DPR lebih serius untuk menggodok RUU PRT agar semakin cepat disahkan. Dalam RUU PRT dijamin pengakuan PRT sebagai pekerja dan hal tersebut diatur dalam formalisasi hubungan kerja. Dampak dari pengesahan RUU PRT tidak hanya menguntungkan PRT saja tapi juga majikan.

Penulis: Lenny Tristia Tambun/ Didit Sidarta

Tidak ada komentar: