Kamis, 13 Agustus 2009

ILO Convention Draft Socialization

Upah dan Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga
Goeboeg Resto, Yogyakarta. 
Pada Rabu, 12 Agustus 2009 kemarin RTND mengadakan sosialisasi Draft Konvensi ILO kepada rekan-rekan seperjuangan dalam perlindungan terhadap hak-hak Pekerja Rumah Tangga, diantaranya: Kongres Operata Yogyakarta (KOY), Serikat PRT Tunas Mulia, Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JPPRT), Perisai, Persatuan Solidaritas Buruh (PSB), Serikat Buruh, Institut Hak Asasi Perempuan (IHAP), Mitra Wacana, SAMIN, PSW UGM, KPI DIY, dan lembaga non-pemerintah lainnya. Turut hadir perwakilan dari pemerintah, yaitu Ibu Niken dari Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi dan perwakilan dari KPP Provinsi.

Lita Anggraini selaku fasilitator workshop merangkap perwakilan dari JALA PRT (Jaringan Nasional Advokasi PRT) mengemukakan bahwa sosialisasi kali ini adalah tindak lanjut sikap JAKERLA (Jaringan Kerja Layak) PRT mewakili masyarakat atas kuesioner yang dibagikan ILO sejak bulan Maret lalu yang harus dikirimkan bulan Januari 2010 mendatang. Tujuan kuesioner ini adalah meminta pandangan negara anggota mengenai ruang lingkup dan kandungan instrumen yang diusulkan tersebut, setelah berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan organisasi pekerja yang paling representatif dan jawaban yang diterima akan membuat ILO bisa menyusun sebuah laporan untuk Konferensi.

Dalam perjalanannya, masih menurut Lita, JAKERLA PRT untuk advokasi perlindungan PRT pada Konvensi ILO adalah hasil Workshop Konsolidasi dan Rencana Strategi akhir Mei lalu yang membahas jawaban atas kuesioner ILO yang merefleksikan kebutuhan dan hak-hak PRT di Indonesia yang kemudian dilanjutkan Workshop Konsolidasi PRT Migran oleh Migrant Care yang pada akhirnya sepakat untuk membentuk aliansi jaringan PRT lokal dan migran. Diharapkan dengan penyusunan usulan bersama respon atas kuesioner untuk Konvensi ILO tentang Hak PRT oleh JAKERLA PRT ini akan benar-benar menjadi bahan pertimbangan anggota tripartit ILO sehingga nantinya JAKERLA PRT dapat mengembangkan dan mengadvokasi proposal ini agar dapat dimasukkan dalam usulan resmi pemerintah Indonesia. JAKERLA PRT kemudian mengadakan pertemuan di Jenewa, Palembang, Pontianak, Mataram,Yogyakarta yang menghasilkan draft kedua untuk dibahas dan dikritisi. 

Meski begitu, tak semuanya lantas berjalan mulus-mulus saja. Peserta sosialisasi menyorot jika memang Konvensi ILO demi melindungi PRT dan buruh ini akhirnya goal, ada ketakutan nantinya akan menjadi bumerang mengingat perdebatan sampai kini masih berlangsung seperti tentang bentuk yang diambil dalam Konferensi ILO mendatang apakah hanya rekomendasi, konvensi, konvensi yang dilampiri rekomendasi dan konvensi yang terdiri dari ketetapan dan tidak mengikat.

Sedang permasalahan mengenai isi kuesioner yang paling banyak diperdebatkan adalah tentang pekerja anak dan hak (upah) serta kerja layak bagi PRT. Untuk pekerja anak, sebagian setuju penghapusan terhadap pekerja anak, tetapi sebagian lain tak setuju karena penghapusan akan mengakibatkan banyak anak-anak kehilangan akses ekonominya. Sehingga dirasa tepat jika dalam UU Ketenagakerjaan, pekerja anak mempunyai perlindungan khusus, semisal pembatasan jam kerja yang tidak mengganggu jam pendidikan yang mereka kenyam. Seperti ILO juga telah memetakan pekerjaan yang layak untuk pekerja anak.
 
Mengenai hak-hak PRT, dalam hal kelayakan upah, kekhawatiran yang muncul adalah bagaimana standar upah minimal per negara, mengingat kondisi di tiap negara beragam. Untuk hal tersebut, JAKERLA PRT akan mengadakan penelitian selama 3 bulan tentang beban kerja dan upah yang layak di masyarakat, bagaimana kesanggupan buruh dan majikan membayar upah pekerja rumah tangga. Yang terpenting, menurut Lita, bagaimana mengkampanyekan kepada masyarakat tentang keadilan, hak yang menjadi standar untuk menjadikan hidup PRT lebih baik.

Disamping itu, perdebatan yang belum rampung adalah perbedaan upah PRT dengan upah buruh, meski sudah dikategorikan sama-sama pekerja. Terlebih jika yang mempekerjakan PRT adalah buruh atau majikan kelas bawah, tentu upah yang mereka terima berbeda dengan PRT yang dipekerjakan oleh majikan kelas atas. Terbersit usulan dalam sosialisasi ini tentang adanya penetapan komponen kelayakan dalam pengupahan untuk PRT dan buruh di sektor industri. Karena kalau menetapkan secara nominal akan berubah dan berbeda-beda, sedangkan penetapan komponen bersifat fleksibel sehingga dapat menghindari pembedaan upah majikan kelas atas dan bawah. Ketika mempekerjakan PRT, maka majikan dengan tanpa melihat dari kalangan atas atau bawah tetap harus membayar pemenuhan hak sesuai standar kelayakan.

Lita sependapat bahwa penggolongan upah tidak didasarkan stratifikasi kelas atas, menengah dan bawah, tetapi berdasarkan volume kerja, jenis kerja dan beban kerja. Oleh karenanya, yang menjadi PR besar adalah komponen apa saja yang termasuk dalam komponen kerja layak.

Hal lain yang juga masih mengganjal sebagai PR bersama adalah mekanisme penyelesaian sengketa jika terjadi pelanggaran hak-hak PRT. Pertimbangannya UU PRT yang belum ada. Selain itu juga diperlukan mekanisme pengawasan di tiap pengguna jasa di tiap pekerja rumah tangga. Lita menyatakan advokasi yang diperlukan untuk melakukan hal tersebut adalah advokasi yang massive, seperti pembentukan JAKERLA ini kemudian bagaimana cara mendorong pemerintah menjalankan kewajibannya sehingga ketika Konvensi diratifikasi negara akan serta merta membuat UU. Konvensi memang akan memuat tentang aturan umum, namun tentunya hal tersebut akan diharmonisasikan dengan draft UU nasional yang masih akan terus diperjuangkan. Ibaratnya, Konvensi ILO adalah pintu gerbang perlindungan PRT tingkat nasional yang tentunya akan benar-benar melindungi hak-hak pekerja rumah tangga secara nyata dan realita.






Tidak ada komentar: