Senin, 13 Agustus 2012

Press Release JPPRT

Berikut adalah Press Release dari Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JPPRT) Yogyakarta menanggapi pernyataan Kepala Disnakersos Sleman terkait TKI PRT.


JARINGAN PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA (JPPRT)

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Anggota Jaringan : ABY, Forum LSM DIY, IHAP, ICM, Koalisi Perempuan Indonesia DIY, Kongres Operata Yogyakarta (KOY), LKBH UII, LOD, LOS, LSPPA, LBH Yogyakarta, LSKP, Mitra Wacana, PKBH UMY, PKBI DIY, PSB, Rifka Annisa, Rumpun Tjoet Njak Dien, SAMIN, Sahabat Perempuan, Serikat PRT Tunas Mulia, SP Kinasih, Yasanti, Yayasan Kembang dan individu-individu.

Sekretariat bersama: RTND, Jalan Gurami UH VI/300B Sorosutan Umbulharjo Yogyakarta

Telp./Fax.: 0274 – 384056, E-mail: jpprt_yogya@yahoo.com



Press Release

Tanggapan Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

Atas Pernyataan Kepala Disnakersos Sleman tentang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) PRT




Ia menjelaskan, pertimbangan kekerasan terhadap TKI informal, seperti, pekerja rumah tangga, menjadi salah satu penyebab penghapusan rekomendasi oleh pemkab untuk bidang tersebut.

“Selain itu, kami juga tidak ingin harga diri bangsa diinjak-injak dengan menjadi pekerja rumah tangga di negeri orang,” ujarnya.

(cuplikan pernyataan Kepala Disnakersos Sleman)



Kami dari Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JPPRT) Yogyakarta, menyatakan kekecewaan dan keprihatinan atas pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Disnakersos Sleman, Yuli Setiono Dwi Warsito, seperti diberitakan Media Surat Kabar Harian Jogja 3 Agustus 2012 dengan tajuk “PENGIRIMAN TKI: PRT Asal Sleman Dipastikan Ilegal” (sumber: http://www.harianjogja.com/2012/channel/jateng/pengiriman-tki-prt-asal-sleman-dipastikan-ilegal-315750)


JPPRT menganggap pernyataan Kepala Disnakersos Sleman tersebut telah menyakiti hati Pekerja Rumah Tangga. Bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) PRT diluar negeri bukanlah tanpa alasan, tetapi karena desakan kesulitan ekonomi keluarga dan sulitnya mendapatkan pekerjaan di negeri sendiri menjadikan alasan yang sangat mendasar bagi para Tenaga Kerja Indonesia yang berprofesi sebagai PRT. Meski disisi lain belum ada instrumen hukum yang menjamin pemenuhan hak-hak TKI, khususnya PRT, dan perlindungan atas kondisi rentan mereka yang dikarenakan lingkup kerja yang sangat privat. Kondisi ini memberi ruang bagi pelanggaran hak-hak PRT, penyiksaan dan perbudakan.


Pemerintah seharusnya tidak bisa menutup mata bahwa Tenaga Kerja Indonesia bukan hanya berjasa bagi keluarga, tetapi juga pada negara sebagai penghasil devisa. Dengan kondisi tersebut, pernyataaan yang disampaikan Kepala Disnakersos Sleman sangat bertolak belakang dengan apa yang telah disumbangkan oleh para pahlawan “Devisa Negara” tentang berapa besar jasa yang diberikan setiap tahun untuk negeri ini.


Penghapusan rekomendasi oleh Pemkab untuk pengiriman PRT sebagai TKI bukanlah solusi dari ketiadaan perlindungan di dalam negeri. Setelah kegagalannya menyediakan lapangan pekerjaan di negeri sendiri, sekarang dengan kebijakan tersebut pemerintah mencoba mempersempit ladang dunia kerja yang berhak dipilih oleh warga negaranya, meskipun itu adalah untuk menjadi PRT di negeri orang. Seharusnya kegagalan tersebut ditebus dengan memperlengkapi atau memberikan pendidikan yang tepat dan proporsional bagi para calon PRT migran bukan malah kembali melanggar hak warga negaranya. Perlu diketahui bahwa perlindungan juga mencakup proses pendidikan bagi warga negara dalam hal ini calon TKI. Jika demikian dapat disimpulkan bahwa Pemerintah lah yang melanggengkan kekerasan terhadap PRT dengan sikap lalainya menyediakan aturan yang melindungi PRT. Kalau memang Pemkab Sleman tidak mengizinkan warganya untuk menjadi tenaga kerja PRT ke luar negeri, apakah Pemkab Sleman telah memberikan kehidupan yang layak bagi rakyatnya?


Perlu kami tegaskan bahwa PRT merupakan salah satu tenaga kerja yang dibutuhkan di Indonesia dan di berbagai belahan dunia. Berdasarkan peran, jasa, permasalahan dan juga pernyataan Kepala Disnakersos Sleman terhadap TKI yang berprofesi sebagai PRT, Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JPPRT) Yogyakarta mendesak :

1. Hentikan segala bentuk diskriminasi terhadap profesi PRT,

2. Hargai PRT sebagai profesi Pekerja Rumah Tangga, bukan aib bangsa,

3. Segera wujudkan sistem perlindungan hukum bagi PRT, baik domestik maupun migran.



Yogyakarta, 13 Agustus 2012


Salam Solidaritas

Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JPPRT) Yogyakarta




PENGIRIMAN TKI: PRT Asal Sleman Dipastikan Ilegal


SLEMAN–Pekerja rumah tangga asal Sleman yang bekerja di luar negeri hampir dipastikan ilegal. Alasannya, Kabupaten Sleman sudah tidak merekomendasikan Tenaga Kerja Indonesia bekerja pada sektor informal di luar negeri.

Kepala Disnakersos Sleman, Yuli Setiono Dwi Warsito menuturkan, pekerja rumah tangga asal Sleman yang bekerja di luar negeri pasti tidak melalui tahap yang seharusnya. Mulai dari meminta rekomendasi ke Disnakersos, hingga mengurus surat-surat yang dibutuhkan. Kemungkinan, lanjutnya, mereka menumpang daerah lain dan dokumen yang digunakan tidak sah.

Ia menambahkan, kejadian ini akan tampak ketika para pekerja rumah tangga tersebut mengalami masalah di tempat kerjanya. “Barulah ketahuan asal mula bagaimana mereka bisa bekerja di luar negeri,” ungkapnya kepada Harian Jogja, Jumat (3/8).

Ia menjelaskan, pertimbangan kekerasan terhadap TKI informal, seperti, pekerja rumah tangga, menjadi salah satu penyebab penghapusan rekomendasi oleh pemkab untuk bidang tersebut.

“Selain itu, kami juga tidak ingin harga diri bangsa diinjak-injak dengan menjadi pekerja rumah tangga di negeri orang,” ujarnya. (ali)

sumber: http://www.harianjogja.com/2012/channel/jateng/pengiriman-tki-prt-asal-sleman-dipastikan-ilegal-315750

Tidak ada komentar: