Selasa, 04 September 2012

Perlindungan PRT Harus Ditata Berdasarkan HAM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Anggota Komisi IX DPR, Poempida Hidayatulloh mengatakan perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) secara khusus harus ditata berdasarkan pertimbangan HAM, posisi PRT dalam ranah hukum dan posisi PRT sebagai WNI di mata konstitusi Republik Indonesia.

Pasalnya menurut dia, PRT semakin menjadi suatu elemen yang cukup signifikan dalam menciptakan kelancaran kehidupan individu-individu terutama di daerah urban dalam kehidupan domestik rumah tangganya.

Siginifikansi elemen yang satu ini, imbuhnya, tidak dapat disepelekan dalam kehidupan berbangsa. Mengingat ditengarai terdapat kurang lebih 11 juta lebih Warga Negara Indonesia yang mempunyai profesi sebagai PRT (yang terdata).

"Sudah sangat layak jika kemudian PRT mendapatkan tempat yang khusus dalam konteks perlindungan hukum yang melingkupi peran, tanggung jawab, hak dan kewajiban profesi tersebut," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/9/2012).

Anggota Panja RUU PRT mengatakan kompleksitas permasalahan yang melekat dalam profesi PRT secara umum tidak berbeda dengan profesi pekerja dan buruh lainnya. Namun kekhususan dalam konteks profesi PRT adalah basis elemen pemberi kerja (majikan) yang berupa individu, bukan kelompok berbadan hukum, dan ruang lingkup kerja yang merambah sektor privasi si pemberi kerja (rumah tangga).

PRT lanjutnya jelas mempunyai akses yang langsung pada informasi privasi para pemberi kerja sebagai akibat interaksi pribadi ruang lingkup kerjanya. "Keamanan domestik rumah tangga pun seringkali bertumpu pada integritas dan tanggung jawab PRT," katanya.

Lebih lanjut dia mengatakan proses Perancangan UU PRT ini masih menyisakan sedikit dilematika dalam beberapa isu. Pertama, basis mekanisme pengupahan tergantung dari parameter sosial ekonomi demografis Indonesia yang tidak dapat disamaratakan di seluruh daerah di Indonesia.

Kedua, mekanisme pengawasan dari pembuat kebijakan. Ketiga, formalisasi profesi PRT yang membutuhkan standar kompetisi dan pelatihan yang mumpuni.

Keempat, proses hukum dalam hal terjadinya persengketaan/perselisihan antara PRT dan pemberi kerja. Kelima, jenjang karir profesi PRT.

Tantangan lainnya tambah politikus Partai Golkar adalah kekhawatiran dari pihak-pihak yang berperan sebagai pemberi kerja (majikan), yang pada umumnya tidak menyukai berbagai formalitas administrasi sebagai konsukuensi implementasi UU PRT ini di kemudian hari.

Sebagai informasi, Komisi IX DPR RI berkomitmen untuk dapat menjawab segala tantangan di atas untuk dapat merancang suatu Undang Undang yang berlandaskan Konsitusi Republik Indonesia.

"Kumpulan referensi dan berbagai simulasi “system thinking” adalah basis yang saya gunakan untuk secara logis dan bertanggung jawab untuk terlibat secara aktif dalam perancangan UU PRT in," katanya.

Andri MALAU

sumber:
http://www.tribunnews.com/2012/09/04/perlindungan-prt-harus-ditata-berdasarkan-ham

Tidak ada komentar: